37.b msNaik kendaraan umum Naura meluncur ke arah kota menuju rumah Bu Nisya, Feri harus bekerja karena Pak Bagus cuti menikah selama beberapa hari."Gimana Mama, Kak?" Naura bertanya pada Farhan."Mau di bawa ke rumah sakit, Ra, tensinya udah dua ratus lebih semalam ngeluh sakit kepala terus."Lalu datanglah Jeni yang membopong Bu Nisya dibantu oleh asisten rumah tangganya."Biar aku gendong aja, kamu siapin mobil." Titah Farhan pada istrinya."Naura, kamu bawain baju-baju Mama ya."Dengan langkah cepat Farhan menggendong ibunya ke luar."Naura, kamu telpon Feri kasih tahu kalau Mama mau dibawa ke rumah sakit," titah Farhan setelah mereka masuk ke dalam mobil.Naura mengangguk lalu segera menelpon suaminya."Kak, apa papa juga harus dikasih tahu?" tanya Naura.Jeni melirik ke belakang. "Ngapain papa dikasih tahu segala hah, gimana sih kamu udah tahu mama kaya gini gara-gara dia sama adikmu yang ga tahu diri itu."Jeni tiba-tiba ngegas, semakin benci saja ia pada keluarga Naura"Diam
Bagasi mobil Pak Bagus yang besar itu nampak sesak oleh belanjaan Dara dan Bu Rita, wanita yang baru sehari semalam menikah itu menyenderkan tubuh ke jok mobil dengan lemas.Sejak siang mereka berkeliling mall membeli apa saja dengan kalap, asalkan barang itu bagus maka langsung diambil tanpa melirik harga."Mas, mampir ke ATM dulu ya aku mau ngambil uang.""Oh iya." Pak Bagus diam entah kenapa hatinya gelisah tak enak, padahal harusnya ia berbahagia usai menikah dengan gadis yang dicintainya.Mendadak teringat Bu Nisya, entah sedang apa wanita itu.Kamu pasti sedih, sakit dan terluka, aku minta maaf, Nis. Ia bicara dalam hati."Bu, ambil berapa ya?" Dara melirik ke belakang."Ah lima juta aja buat kamu, kalau buat Ibu mh dua juta aja, nanti 'kan bisa ambil lagi." Bu Rita tersenyum senang."Ok deh."Dara ke luar mobil lalu kembali membawa uang hingga membuat tasnya menjadi penuh."Jalan dong, Mas, kok malah bengong?"Dara membentak membuat Pak Bagus terperanjat."Oh iya iya, maaf." Pa
39.a ms"Farhan!""Kak, udah!"Pekikan suara mulai terdengar riuh memanggil nama kakak Feri itu, bahkan adiknya sendiri yang memegang tangannya agar tak brutal menyerang Pak Bagus."Lepasin gua, Fer! Orang kaya dia emang perlu dihajar!" Farhan meronta."Ini banyak orang, lu tenang! Ingat kasihan Mama kalau di hari kepergiannya kita buat kacau kaya gini." Feri terus membisikkan kata-kata yang membuat kakaknya tenang.Hingga akhirnya Farhan luluh tapi kilatan amarah itu masih ada di matanya, ia hanya bisa menatap tajam tanpa berani membuat onar.Pemakaman berlangsung khidmat, semua saudara dan kerabat tak ada yang menyangka dengan kematian mendadak Bu Nisya."Padahal kemarin ketemu masih sehat-sehat aja ya.""Iya, masih buat story' loh, ga nyangka ya.""Eh, ini pasti gara-gara kepikiran suaminya yang nikah lagi sama karyawannya itu.""Ah bisa jadi, bukannya Pak Bagus nikah sama adik menantunya ya.""Iya itu pasti karena dia."Mereka semua berbisik-bisik padahal yang lain sedang berdoa.
39.B msFeri melangkah ke luar untung saja Naura sudah tidur."Kenapa, Pa?" tanya Feri sambil membuka pintu kamar Pak Bagus."Ga tahu, Fer, Papa kaya pengen muntah dada juga panas, gelisah ga jelas gini.""Udah salat tahajud?""Udah, Fer." Pak Bagus memegangi dada dan perutnya karena merasa tak enak."Sini coba, Papa duduk." Feri menuntun papanya untuk duduk di atas permadani.Lalu ia mulai memegangi dadanya dan mulai membaca ayat kursi, seketika tubuh Pak Bagus bereaksi, rasanya makin panas dan perutnya terus bergejolak tak enak."Aduh, Fer, stop, makin ga enak ini."Feri tak menggubris ia terus membaca ayat-ayat ruqyah yang ia hafal dengan khusyuk.Setelah selesai Feri menggosok-gosok dada dan perut ayahnya itu hingga Pak Bagus mau muntah.Feri bergegas mengambil kresek besar yang teronggok di bawah ranjang entah bekas apa."Muntahin ke sini, Pa, ayo."Hoekk!Pak Bagus pun muntah begitu banyak hingga ia merasa lemas."Allahu Akbar!""Allahu Akbar!"Feri terus menggosok-gosok perut s
Bu Rita yang sedang maskeran di kamarnya terlonjak kaget mendengar jeritan putri bungsunya, ia bergegas ke luar menemui Dara."Kamu kenapa sih?" "Ini, Bu, duit aku ilang semua." Dara masih sibuk mengecek ponsel berusaha menghubungi costumer servis bank."Kok bisa ilang? 'kan disimpan di ATM." "Aduh, Ibu, aku tuh kena tipu." Dara semakin panik."Kok bisa sih duit disimpan di bank ilang gitu aja," gumam Bu Rita yang minim pengetahuan."Gimana, Dara? Duitnya balik lagi 'kan setelah nelpon tukang banknya?""Ga tahu, pokoknya besok pagi aku diminta ke datang ke bank.""Aduuh gimana ini, Bu, mana duitku masih ada delapan ratus juta lagi di situ." Dara frustasi sambil mengacak rambutnya."Ya ampun! Kamu ini sarjana masa bisa ketipu sih, kamu itu 'kan pinter, Dara! Kok bisa ketipu!" teriak Bu Rita.Pak Endang yang tak tahan dengan suara bising di kamar sebelah pun beranjak menghampiri."Ada apaan sih? Malem-malem teriak?""Pak, duit Dara, Pak. Habis semua kena tipu."Pak Endang merenung sej
Bugh!Dara berhasil membuat Jeni terhuyung ke lantai dengan pukulannya, ia dan ibunya gegas masuk ke dalam rumah.Kebetulan di dalam ada Bu Nendah dan Naura yang sedang mempersiapkan acara tahlilan Bu Nisya."Rita," gumam Bu Nendah sambil mengehentikan aktifitasnya.Naura pun sontak melirik ke arah pandang ibunya."Naura, di mana Mas Bagus? Panggilin sana." Dengan pongah Dara memerintah."Ngapain kamu ke sini, Rita! Pergi sana! Ternyata bukan hanya kamu ya yang suka ngerebut suami orang tapi anakmu juga, emang ibu sama anak ga ada bedanya!" Hardik Bu Nendah.Jeni lah yang memberitahunya jika Dara adalah perusak rumah tangga Pak Bagus dan Bu Nisya."Jangan ikut campur! Kamu juga ngapain di sini sih? Sana balik ke rumah sakit jiwa," ejek Bu Rita tak mau kalah.Sementara Dara masih celingukan ke sekeliling ruangan mencari suaminya."Saya emang gila dan itu karena kamu sudah memisahkan saya dan Naura, dan saya sudah sembuh, saya doakan selanjutnya kamu atau anakmu ini yang gila," balas Bu
"Neng, kasian sekali ya Bu Nisya."Hari ini tepat setelah tujuh hari Bu Nisya pergi Naura pulang ke rumahnya dengan sang ibu, tak dapat dipungkiri menginap di sana membuatnya sedikit tak betah oleh sikap Jeni yang sering sekali menyindir."Nasibnya ga jauh beda sama Ibu, sama-sama ditinggalin suami.""Udah ah, Ibu jangan banyak pikiran sekarang istirahat ya.""Neng, kapan Ibu berhenti minum obat? Ibu udah sembuh kok."Naura menatap ibunya dengan tersenyum. "Iya Ibu udah sembuh, tapi minum obat juga harus karena yang suka Ibu minum itu vitamin bukan obat, aku juga suka minum vitamin kok ga hanya Ibu aja." Naura terpaksa berbohong"Oh gitu ya." Bu Nendah masih mikir."Udah istirahat."Setelah ibunya tertidur Naura segera menghampiri Feri di kamarnya."Perusahaan lagi pailit, Ra, uang buat menggaji karyawan dipakai Papa buat nikah kemarin.""Apa, jadi mahar satu milyar itu uang perusahaan?"Feri mengangguk.Bertahun-tahun menjadi karyawan ia faham betul jika perusahaan telat memberi gaji
Dara melotot sambil melirik suaminya, tak menyangka Pak Bagus yang bucin bisa menuduh sekejam itu, ya walaupun tuduhan itu benar, pikir Dara."Apaan sih kamu ga jelas banget, aku mana ngerti begituan, jangan mentang-mentang istri kamu meninggal terus kamu merasa bersalah dan mencampakkan aku gitu aja ya, Mas." Dara berusaha memutar balikkan fakta."Seminggu yang lalu saya dirukiyah sama Feri dan saya muntah, setelah itu tiba-tiba aja rasa cinta saya ke kamu jadi hilang, itu apa artinya kalau kamu ga melet saya hah." "Apa?! Cuma masalah kaya gitu Mas berani nuduh aku." Dara tersenyum getir."Bilang aja nyesel nikah sama aku karena istri kamu udah meninggal sekarang, ga usah nuduh aku macam-macam karena Mas ga punya bukti." Dara masih tak ingin kalah Pak Bagus terdiam berdebat dengan anak ingusan memang takkan pernah menemukan titik penyelesaian."Saya ga nuduh kamu, tapi saat ini perasaan saya ke kamu udah ga ada, Dara, terus kamu mau kaya gimana?" Pak Bagus pasrah, sudah terlalu ban