LOGIN"DUKK!" Daun pintu yang mengayun nyaris tertutup itu terganjal oleh sepatu fantofel keras milik Joseph.
Pria bertubuh kekar itu segera masuk ke dalam toilet wanita di night club tempat mereka dugem. Sosok yang dikejarnya dari lantai dansa berdiri dengan sorot mata panik di hadapannya. "Hai, Candy. Kok malah kabur sih habis tadi minta dicium?" sapanya sembari melangkah maju mendekati perempuan muda bergaun hijau toska ketat itu. Langkah berat kaki Candy mundur hingga punggungnya menatap dinding toilet sepi itu. "Om ... please, jangan sakiti aku!" cicit gadis manis yang masih agak teler akibat obat pesta. Dia masih cukup sadar akan ancaman bahaya meskipun ada gelenyar sensasi ingin disentuh. Josh memerangkap tubuh ramping Candy dengan kedua lengannya dan dinding. Tinggi mereka agar berbeda sekitar 20 sentimeter, kepala Josh tertunduk ke wajah Candy. "Siapa bilang aku mau nyakitin kamu, Cantik? Mana tega lah!" sahutnya dengan devilish smirk. "Lalu Om mau apa, sampai ngejar aku ke toilet?" Candy bertanya dengan suara bergetar ketakutan karena wajah Josh semakin mendekatinya. Lumatan bibir pria itu sontak membuat lutut Candy lemas, dia dipastikan sudah ngesot di lantai toilet jika tidak ditopang oleh tangan Joseph. 'Aahh ... sial, dia jago banget french kiss!' umpat Candy dalam hatinya karena melunglai dengan cepat. Setelah ciuman panas tadi berakhir, mereka saling menatap dalam diam. Hanya napas yang berkejaran menggema di toilet kosong dan dingin itu. "Sepertinya kamu menikmati ciumanku, Candy. Kenapa kok jual mahal?" tanya Joseph penasaran. Dia serasa lepas kendali ketika menyentuh gadis manis yang namanya sama seperti permen itu. Telapak tangan Candy mendorong dada Joseph, tetapi dia tak menyangka akan menemukan gugusan otot padat yang membuat pikirannya auto traveling. Sepasang mata bermanik hitam itu membulat. "Kenapa? Suka cowok berotot, hmm?" ucap Joseph seolah-olah bisa membaca pikiran Candy. Dia membuka kancing kemeja biru muda yang dikenakannya hingga otot padat di dada dan abdomen terpampang jelas di depan mata Candy. Candy menelan ludah dengan kasar. Pria di hadapannya memang spek cowok idamannya. Tampan, berotot, terlihat smart, dan ... perpaduan hot and cool dalam satu pribadi. Bibir Josh menempel di daun telinga Candy seraya berbisik, "Apa cukup menantang, Sayang? Coba kau periksa yang di bawahnya lagi ... mungkin kau akan tergila-gila!" Dia menyapukan lidahnya di telinga gadis itu sembari menggesek-gesekkan bagian tubuhnya yang mengeras ke perut Candy. Napas Candy memburu disertai desahan yang tak sengaja terlepas karena pria yang lebih pantas dia panggil sebagai paman itu begitu sexy, menggodanya terus menerus hingga sulit mempertahankan batas kewarasannya. "Aahh ... sudah ya, Josh. Ini melewati batas jam malamku untuk pulang!" tolak Candy sambil mendorong bahu Joseph agar berjarak dengannya. Keberadaan pria itu yang terlalu dekat membuat pikirannya berkabut penuh hasrat. "Kenapa harus pulang ke rumah dan diomeli orang tuamu, Candy? Ikutlah denganku saja, kau bisa menyelinap besok pagi tanpa risiko salah paham!" bujuk Joseph. Dia justru tanpa sadar mengajari gadis itu menjadi anak nakal. Mereka bertukar pandang begitu dekat selama beberapa detik. Kemudian Candy memalingkan wajahnya karena Josh terlalu menggoda di matanya. Namun, justru tindakannya menjadi sasaran empuk bibir liar pria itu. Joseph memagut kulit leher putih mulus yang beraroma wangi parfum floral hingga turun ke bulatan kembar yang menyembul dari gaun mini hijau toska itu. "Akhh ... jangan!" sergah Candy meskipun tubuhnya berkata sebaliknya. Ciuman Joseph membuatnya serasa kejang-kejang bagai tersengat arus listrik. Sisi liar Candy menginginkan lebih banyak lagi sentuhan pria itu sehingga tanpa sadar dadanya membusung menekan ke arah Joseph. Mengetahui ketertarikan yang sama di antara mereka, Joseph pun menghentikan aksinya lalu berkata, "Kau juga mau, jangan munafik, Cantik. Ayo ikutlah bersamaku!" Kepala Candy menggeleng beberapa kali dengan cepat. Dia takut papanya mengamuk kalau sampai dia melewati batas. "Aku tak bisa, Josh!" serunya. "TOK TOK TOK." Pintu toilet wanita diketok keras dari luar. "Nona Candy, apa Anda baik-baik saja?!" teriak Paul, bodyguard yang ditempatkan papanya untuk menjaga Candy. "Iya, Paul. Aku akan keluar sebentar lagi!" jawab Candy. Dia menatap tajam ke wajah Joseph lalu mendorongnya agar menyingkir ke samping. Pria itu mendengkus kesal seraya tertawa kecut. Dia merasa dipermainkan oleh gadis remaja yang berusia jauh lebih muda dibanding usianya. "Siapa dia, bukan pacarmu pasti 'kan?" tanya Joseph seraya mencekal tangan Candy. "My bodyguard, Paul. Dia akan melapor ke papa kalau sampai aku kenapa-kenapa dan juga menghajarmu, jadi jangan kurang ajar!" tegur Candy lalu menepis tangan Joseph. Dia bergegas menuju pintu keluar toilet lalu memutar anak kunci. Joseph hanya bisa melihat dari tempat dia berdiri, gadis incarannya kabur begitu saja. "Ohh ... damn! Sedikit lagi sudah bisa kubawa pulang dia!" umpat Josh lalu bergegas keluar dari toilet wanita sebelum pengunjung night club memergokinya di sana. Di sofa night club, kedua rekannya malahan sudah mendapat partner masing-masing. Benny dan Darren sedang duduk bermesraan bersama wanita-wanita matang berpakaian sexy. Darren yang menyadari kedatangan Joseph pun bertanya, "Lho ... kok lo single aja, Josh? Mana si baju ijo tadi?" "Ckk ... kabur dia. Ya udah, gue cabut pulang duluan. Besok harus berangkat kerja pagi, ada kelas. Bye, Guys. Enjoy your night!" pamit Joseph singkat tanpa bermaksud mengganggu kedua sahabatnya menikmati sisa malam panjang bersama para wanita itu. Meskipun Josh mencoba mencari-cari keberadaan Candy di dalam night club, dia tak bisa menemukan gadis itu lagi. Maka dia pun memutuskan untuk pulang saja ke apartemennya. Ini pun sudah larut malam dan besok dia memiliki beberapa jadwal mengisi kuliah di kampus. Sambil menyetir arah pulang, Josh masih saja teringat kejadian di toilet wanita tadi. Sayang sekali, Candy menolak memberi nomor kontak kepadanya. Bagaimana dia bisa menemukan lagi gadis itu?Pagi itu Candy mengenakan kemeja putih lengan pendek dan rok pensil warna hitam, rambutnya ditata dengan sanggul sederhana rapi. Dia menatap pantulan bayangan dirinya di cermin lebar wastafel dan menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengontrol ketegangan yang merayapi saraf pusatnya."Cantik sekali, Nona Candy!" puji Josh yang bersandar di bingkai pintu kamar mandi. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan karena istri sekaligus mahasiswi bimbingan skripsinya akan menjalani ujian sidang skripsi hari ini."Makasih, Hubby. Wish me a lot of luck!" balas Candy lalu melangkah mendekati Josh untuk memeluk suaminya itu.Josh mengecup kening Candy seraya berpesan, "Jangan tegang. Kamu sudah menguasai materi skripsi yang kamu susun dengan rapi sebelum ini 'kan? Dosen hanya memberimu pertanyaan yang sudah kamu ketahui jawabannya, Sayang!""Yeah ... seharusnya semua lancar!" tukas Candy seraya menghela napas. "Kita berangkat sekarang ke kampus. Semangat, Candy!" ujar Josh sembari menepuk-nepuk p
"Pa, Candy nitip teman baikku buat kerja di kantor Papa ya. Jangan sampai ada yang cari gara-gara sama dia karena habis tertimpa kemalangan. Dia itu sebatang kara dan bayinya belum lama ini diculik orang jahat!" ujar Candy setelah menemani Gisella Kartika mengajukan lamaran kerja ke HRD sebagai resepsionis kantor firma hukum ternama di Jakarta.Pak Hans pun tersenyum lalu menjawab, "Oke, Sayang. Nanti biar Papa langsung yang pesan ke Pak Prasetyo, jangan ada yang mengganggu teman kamu ini selama di kantor!""Papa memang terbaik! Ya sudah, Candy pamit dulu ya buat balik ke kampus soalnya mau siap-siap ujian sidang skripsi hari Kamis nanti. Bye, Papa Sayang!" Candy bangkit berdiri lalu memeluk cium Pak Hans sebelum melenggang meninggalkan ruangan.Mulai hari berikutnya Gisella Kartika berangkat kerja dari mess karyawan. Dia menempati posisi resepsionis bersama dua rekan karyawati lainnya yang lebih senior. Betaria da
Perlahan mata wanita itu terbuka dan melihat langit-langit kamar bercat putih dengan aroma antiseptik menguar di udara. "Di mana aku?" tanya Gisella Kartika.Candy yang sedari awal menemani mantan klien suaminya tersebut menjawab, "Bu, ini di rumah sakit. Tadi Bu Gisella pingsan setelah menelepon Pak Lukman!"Mendengar jawaban Candy, sontak Gisella menangis terisak-isak teringat akan bayinya yang diambil paksa oleh Pak Lukman Cakrabirawa. "Rasell nggak akan pernah kembali ke pelukanku, Candy. Entah ke mana kakeknya membawa dia sekarang!" ucapnya dengan suara sengau.Tangan Candy menggenggam telapak tangan dingin wanita malang itu. "Tabah ya, Bu. Setidaknya Rasell aman bersama keluarga besarnya. Bagaimana pun itu kakeknya, nggak mungkin melukainya. Bu Gisella nggak boleh patah arang dan berhenti melanjutkan hidup!" ujar Candy memberikan semangat."Makasih, Candy. Aku hanya masih sedih dan
Sepulang sekolah SMA di Singapura, Randy langsung pulang dijemput sopir keluarga Cakrabirawa. Dia tidak pernah pergi bermain bersama teman sekolahnya dan cenderung menutup diri. Siang jelang sore itu Randy masuk ke penthouse, tempat tinggalnya bersama orang tuanya di Singapura. Namun, ada yang berbeda kali ini. Suara tangis bayi membahana di ruangan yang hening. "Lho, Pa, Ma, bayi siapa itu?" tanya Randy penasaran sembari menarik langkah mendekati mereka di sofa ruang tengah. "Hai, Randy. Ini anak angkat Mama dan Papa. Namanya Nathan, kami sepakat mengadopsinya karena orang tuanya meninggal dalam kecelakaan baru-baru ini di Jakarta. Dia lucu ya? Masih syok perjalanan udara saja kali, makanya banyak nangis!" ujar Nyonya Vania membohongi putranya.Saat menatap ke sepasang mata jernih yang basah oleh air mata itu, Randy merasakan ketertarikan yang tak dia pahami. "Boleh Randy gendong Nathan nggak, Ma?" pinta pemuda remaja itu meskipun dia tak biasa mengurusi bayi."Nih, hati-hati ya .
"Pa, kalau memang bayi yang dilahirkan oleh guru les Randy itu ternyata putranya Randy karena pemerkosaan tempo hari, Mama ingin kita merebutnya saja!" ujar Nyonya Vania Cakrabirawa."Hmm ... Papa juga sempat mempertimbangkan hal itu, Ma. Namun, bayi itu baru berusia dua minggu. Kalau dipisahkan dari ibunya, apa baik buat tumbuh kembangnya?" sahut Pak Lukman seraya memijit pelipisnya.Nyonya Vania bangkit dari sofa lalu berdiri di balik dinding kaca penthouse mewah yang berada di kawasan Marina Bay Sands, Singapura. Dia memandangi tepi pantai yang indah dan dipadati wisatawan berbagai negara itu."Okay, biarkan bayi itu tetap diurusi ibu kandungnya selama enam bulan setelah itu sudah aman diberi makanan pendamping ASI. Kita juga bisa carikan susu dari bank ASI, mudah saja, Pa!" usul Nyonya Vania praktis tanpa merasa kasihan kepada Gisella."Baik, Papa setuju. Biar anak buahku yang memantau terus perg
Tiba waktunya bagi mahasiswa dan mahasiswi semester enam untuk mulai menyusun skripsi. Mereka mengambil surat pemberitahuan nama dosen pembimbing skripsi di bagian akademik. Begitu pula Candy bersama dua sahabatnya, mereka mengambil amplop lalu membuka bersama-sama di taman kampus sambil duduk santai di bangku kayu panjang."Ya ampun, aku deg degan nih. Moga dapat dosen yang baik dan enak diajak diskusi!" ujar Devi sembari membuka perekat amplop putih di tangannya. Yolanda lebih cepat membuka amplopnya karena penasaran dan tak sabar. Dia berseru, "Yes! Aku dapat Prof. Bayu Gumilar, orangnya nggak kolot dan bisa diajak diskusi."Berikutnya Devi membaca nama dosen pembimbing skripsinya, alisnya berkerut tak senang. "Aduh, sial banget. Kenapa mesti sama Prof. Alena Kinara sih? Dia kalau sama cowok ramah, tapi giliran sama mahasiswi ... hadeuh rempong!"Tersisa Candy yang baru saja membuka lembaran surat miliknya. Dia segera menghela napas penuh kelegaan. "Aku dapat Prof. Joseph Levine,







