LOGIN
"Prof ... ayo dong, kita bisa main di ruang dosen aja sekarang!" desah panas mahasiswi genit berpakaian ketat itu di pangkuan seorang pria berwajah blasteran yang pastinya tampan. Telapak tangan halus perempuan itu membelai lekuk otot yang tercetak jelas di balik kemeja biru muda.
"Nora, jangan deh. Aku ada janji sama orang sebentar lagi. Sudah kamu belajar yang bener biar cepetan lulus!" Suara berlogat bule itu meluncur mulus dalam bahasa Indonesia.
Gadis berambut panjang cokelat keemasan karena semir itu pun mencebik tak terima. "Ckk ... Prof. Joseph sudah bosan ya sama aku? Ada aja alasannya kalau mau diajakin indehoi. Pokoknya Nora kesel!" raungnya seraya bangkit dari paha dosen tersebut.
"Waktunya aja nggak pas, Nora. Next time deh, sampai besok, Baby!" Joseph Levine beranjak menuju pintu lalu membukakannya untuk mahasiswi genit yang kerap menggodanya tersebut.
Hari telah beranjak petang, dia memang memiliki janji dengan beberapa teman dekatnya karena ingin membicarakan kasus hukum yang sedang mereka tangani. Joseph mengajar sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Dharmapala Buana, tetapi juga memiliki lisensi sebagai pengacara independen.
"TOK TOK TOK."
"Masuk!" sahut Joseph dari meja kerjanya.
Dua orang pria berpakaian necis khas lawyer muda muncul di ambang pintu kantor Joseph. "Sorry telat. Kita cabut aja yuk ke resto sekalian makan malam. Males ngobrol di kantor dosen gini kayak mahasiswa bimbingan skripsi aja!" ujar Benny sembari masih tetap berdiri di tempatnya.
"Hahaha. Bisa aja lo, Ben. Tapi, iya juga. Cuss lah, Josh ke cafe!" sahut Darren.
"Okay ... okay, rewel memang bapak-bapak pengacara ini!" tukas Joseph, tak urung dia memakai jasnya kembali lalu menenteng tas kerja berbahan kulit warna cokelat mahoni meninggalkan ruang kantornya.
Pertemuan tiga pria muda yang berprofesi sebagai pengacara profesional itu diwarnai obrolan seru tentang kasus yang tengah mereka tangani bersama. Dari yang awalnya makan malam di cafe kekinian sampai berlanjut ke night club.
Lampu sorot warna warni di langit-langit ruangan ditemani musik EDM yang dimainkan DJ di panggung menambah semarak suasana malam di night club.
"Cheers!" seru ketiga pria itu mendentingkan gelas merayakan malam yang menyenangkan.
"Hey, Josh. Lo di kampus happy dong bisa cuci mata lihat mahasiswi-mahasiswi cakep. Ada kagak yang berhasil lo gebet?" celetuk Benny iseng.
"Ahh ... ada lah itu. Bahas lainnya aja, jangan topik-topik sensitif, Bro!" kelit Joseph. Bayangan tentang Nora yang tadi merengek minta digenjot di kantornya mulai menghantui. Sayangnya, dia tak ingin menimbulkan skandal di kampus hanya karena terbawa napsu.
Tiba-tiba Darren menunjuk ke satu arah. "Woii woii ... lihat tuh, gilee ... mantep bener!" serunya heboh.
Mau tak mau Joseph pun melayangkan matanya ke lantai dansa. Sesosok gadis berambut panjang hitam legam sepunggung berkulit putih mulus sedang melenggak lenggok dalam joget asyik di tengah circle perempuan sebayanya.
Tanpa sadar Joseph yang memandangi gadis cantik nan sexy itu menelan ludah. Ada yang bangkit di balik risleting celananya dan membuat ruang di sana mendadak sempit.
"Hey, Josh!" Darren menjentikkan jarinya di depan muka sobatnya. "Naksir lo? Deketin aja, Bro. Kalau lo kagak maju, biar gue—"
"Weits ... gue mau! Lo jangan godain yang baju ijo toska, itu inceran gue ya!" sahut Joseph lalu segera meluncur ke lantai dansa yang dipadati lautan manusia.
Dengan penuh percaya diri Joseph ikut berjoget mengikuti irama musik DJ di dekat gadis dengan mini dress hijau toska. "Hai, Nona Manis. Boleh kutemani dansa? Nama kamu siapa?" sapanya hingga mendapat perhatian penuh gadis itu.
"Ohh ... ngomong sama aku? Hmm ... panggil aja Candy. Nama kamu siapa, Om?" balas gadis itu masih sibuk berjoget ria dengan energik.
"Kamu boleh panggil aku Josh. Ke sini sama siapa? Tukeran nomor HP yuk!" lanjut Joseph agresif.
Candy terkikik sendiri karena sedang teler akibat obat khusus party pemberian temannya. "Kamu banyak tanya deh. Aku lupa nomorku, Josh. Gimana dong?" jawabnya seraya bergelanyut manja di badan kekar pria matang yang baru dikenalnya itu.
"Boleh kuantar pulang? Atau nginep di apartemenku juga ayo aja ... kita bisa menikmati sisa malam indah ini berdua, Candy!" Tatapan mata biru Joseph tak bisa berbohong. Dia menginginkan gadis itu.
"Oya? Cium aku dulu, Om! Aku suka cowok yang jago french kiss!" Candy menempel di dada Joseph seraya memonyongkan bibirnya minta dikokop.
Tanpa merasa keberatan sedikit pun, Joseph melumat habis-habisan bibir merah muda berbalut lipbalm beraroma stroberi itu. Napsunya sudah naik ke ubun-ubun karena Candy begitu menggoda. Tatapannya, suara manjanya, dan lekuk tubuh sexy gadis itu membuatnya mengalami serangan gairah instan.
Dengan napas terengah-engah Joseph berkata, "Candy ... kamu sudah janji tadi ya. Ayo pulang sama aku, kita tuntaskan malam ini. Kamu sudah bikin aku cenat cenut di bawah sana!" Dia menekan bukti gairahnya yang mengamuk di balik celana kantoran itu ke bawah perut gadis itu.
Tindakan berani Joseph membuat Candy ketakutan. "Aakh ... aku nggak bisa. Mungkin next time, Om. Bisa dimarahin papa kalau aku terlalu liar!" tolak Candy seraya menekan telapak tangannya ke dada Josh untuk memberi jarak.
Gadis itu meronta melepaskan diri dari dekapan Joseph lalu berlari sempoyongan kabur dari hiruk pikuk lantai dansa. Meskipun setengah teler, bagi Candy bayangan amarah sang papa jauh lebih dari cukup baginya membuat dia sadar.
Karena kepalang tanggung, Joseph segera mengejar gadis tadi. Kelebat warna gaun hijau toska itu membuat Candy mudah ditemukan di antara lautan pengunjung night club.
"Ckk ... sudah bikin aku napsu, ditinggalin gitu aja sama dia. Huhh, awas saja kalau ketangkap!" gerutu Joseph sambil terus mengejar Candy sampai ke toilet wanita.
Pagi itu Candy mengenakan kemeja putih lengan pendek dan rok pensil warna hitam, rambutnya ditata dengan sanggul sederhana rapi. Dia menatap pantulan bayangan dirinya di cermin lebar wastafel dan menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengontrol ketegangan yang merayapi saraf pusatnya."Cantik sekali, Nona Candy!" puji Josh yang bersandar di bingkai pintu kamar mandi. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan karena istri sekaligus mahasiswi bimbingan skripsinya akan menjalani ujian sidang skripsi hari ini."Makasih, Hubby. Wish me a lot of luck!" balas Candy lalu melangkah mendekati Josh untuk memeluk suaminya itu.Josh mengecup kening Candy seraya berpesan, "Jangan tegang. Kamu sudah menguasai materi skripsi yang kamu susun dengan rapi sebelum ini 'kan? Dosen hanya memberimu pertanyaan yang sudah kamu ketahui jawabannya, Sayang!""Yeah ... seharusnya semua lancar!" tukas Candy seraya menghela napas. "Kita berangkat sekarang ke kampus. Semangat, Candy!" ujar Josh sembari menepuk-nepuk p
"Pa, Candy nitip teman baikku buat kerja di kantor Papa ya. Jangan sampai ada yang cari gara-gara sama dia karena habis tertimpa kemalangan. Dia itu sebatang kara dan bayinya belum lama ini diculik orang jahat!" ujar Candy setelah menemani Gisella Kartika mengajukan lamaran kerja ke HRD sebagai resepsionis kantor firma hukum ternama di Jakarta.Pak Hans pun tersenyum lalu menjawab, "Oke, Sayang. Nanti biar Papa langsung yang pesan ke Pak Prasetyo, jangan ada yang mengganggu teman kamu ini selama di kantor!""Papa memang terbaik! Ya sudah, Candy pamit dulu ya buat balik ke kampus soalnya mau siap-siap ujian sidang skripsi hari Kamis nanti. Bye, Papa Sayang!" Candy bangkit berdiri lalu memeluk cium Pak Hans sebelum melenggang meninggalkan ruangan.Mulai hari berikutnya Gisella Kartika berangkat kerja dari mess karyawan. Dia menempati posisi resepsionis bersama dua rekan karyawati lainnya yang lebih senior. Betaria da
Perlahan mata wanita itu terbuka dan melihat langit-langit kamar bercat putih dengan aroma antiseptik menguar di udara. "Di mana aku?" tanya Gisella Kartika.Candy yang sedari awal menemani mantan klien suaminya tersebut menjawab, "Bu, ini di rumah sakit. Tadi Bu Gisella pingsan setelah menelepon Pak Lukman!"Mendengar jawaban Candy, sontak Gisella menangis terisak-isak teringat akan bayinya yang diambil paksa oleh Pak Lukman Cakrabirawa. "Rasell nggak akan pernah kembali ke pelukanku, Candy. Entah ke mana kakeknya membawa dia sekarang!" ucapnya dengan suara sengau.Tangan Candy menggenggam telapak tangan dingin wanita malang itu. "Tabah ya, Bu. Setidaknya Rasell aman bersama keluarga besarnya. Bagaimana pun itu kakeknya, nggak mungkin melukainya. Bu Gisella nggak boleh patah arang dan berhenti melanjutkan hidup!" ujar Candy memberikan semangat."Makasih, Candy. Aku hanya masih sedih dan
Sepulang sekolah SMA di Singapura, Randy langsung pulang dijemput sopir keluarga Cakrabirawa. Dia tidak pernah pergi bermain bersama teman sekolahnya dan cenderung menutup diri. Siang jelang sore itu Randy masuk ke penthouse, tempat tinggalnya bersama orang tuanya di Singapura. Namun, ada yang berbeda kali ini. Suara tangis bayi membahana di ruangan yang hening. "Lho, Pa, Ma, bayi siapa itu?" tanya Randy penasaran sembari menarik langkah mendekati mereka di sofa ruang tengah. "Hai, Randy. Ini anak angkat Mama dan Papa. Namanya Nathan, kami sepakat mengadopsinya karena orang tuanya meninggal dalam kecelakaan baru-baru ini di Jakarta. Dia lucu ya? Masih syok perjalanan udara saja kali, makanya banyak nangis!" ujar Nyonya Vania membohongi putranya.Saat menatap ke sepasang mata jernih yang basah oleh air mata itu, Randy merasakan ketertarikan yang tak dia pahami. "Boleh Randy gendong Nathan nggak, Ma?" pinta pemuda remaja itu meskipun dia tak biasa mengurusi bayi."Nih, hati-hati ya .
"Pa, kalau memang bayi yang dilahirkan oleh guru les Randy itu ternyata putranya Randy karena pemerkosaan tempo hari, Mama ingin kita merebutnya saja!" ujar Nyonya Vania Cakrabirawa."Hmm ... Papa juga sempat mempertimbangkan hal itu, Ma. Namun, bayi itu baru berusia dua minggu. Kalau dipisahkan dari ibunya, apa baik buat tumbuh kembangnya?" sahut Pak Lukman seraya memijit pelipisnya.Nyonya Vania bangkit dari sofa lalu berdiri di balik dinding kaca penthouse mewah yang berada di kawasan Marina Bay Sands, Singapura. Dia memandangi tepi pantai yang indah dan dipadati wisatawan berbagai negara itu."Okay, biarkan bayi itu tetap diurusi ibu kandungnya selama enam bulan setelah itu sudah aman diberi makanan pendamping ASI. Kita juga bisa carikan susu dari bank ASI, mudah saja, Pa!" usul Nyonya Vania praktis tanpa merasa kasihan kepada Gisella."Baik, Papa setuju. Biar anak buahku yang memantau terus perg
Tiba waktunya bagi mahasiswa dan mahasiswi semester enam untuk mulai menyusun skripsi. Mereka mengambil surat pemberitahuan nama dosen pembimbing skripsi di bagian akademik. Begitu pula Candy bersama dua sahabatnya, mereka mengambil amplop lalu membuka bersama-sama di taman kampus sambil duduk santai di bangku kayu panjang."Ya ampun, aku deg degan nih. Moga dapat dosen yang baik dan enak diajak diskusi!" ujar Devi sembari membuka perekat amplop putih di tangannya. Yolanda lebih cepat membuka amplopnya karena penasaran dan tak sabar. Dia berseru, "Yes! Aku dapat Prof. Bayu Gumilar, orangnya nggak kolot dan bisa diajak diskusi."Berikutnya Devi membaca nama dosen pembimbing skripsinya, alisnya berkerut tak senang. "Aduh, sial banget. Kenapa mesti sama Prof. Alena Kinara sih? Dia kalau sama cowok ramah, tapi giliran sama mahasiswi ... hadeuh rempong!"Tersisa Candy yang baru saja membuka lembaran surat miliknya. Dia segera menghela napas penuh kelegaan. "Aku dapat Prof. Joseph Levine,







