LOGIN"Prof. Joseph, apa yang ingin Anda bicarakan?" ucap Candy dengan suara pelan, matanya merendah agar tidak bertemu pandang terlalu lama dengan sang dosen.
Joseph pun bangkit dari kursinya lalu beranjak mendekat ke jendela untuk menutup tirai kantor dan mengunci pintu dari dalam. Bunyi klik itu membuat jantung Candy berpacu laksana kuda balap yang berlari di lintasan lomba. 'Ya Tuhan, aku nggak bisa kabur lagi nih!' batinnya cemas. "Berhubung ada yang sukanya kabur-kaburan, aku tutup semua akses keluar dari ruangan ini dulu ya!" kata Joseph seraya terkekeh. Dia pun duduk lagi di tempatnya semula. Akhirnya, Candy memberanikan diri untuk mengancam dosen killer yang ternyata mesum itu. Dia bangkit berdiri lalu berkata, "Tolong jangan macam-macam sama saya. Papaku, seorang pengacara terkenal, Hans Sebastian Wijaya. Apa Anda tidak pernah mendengar nama papaku, Profesor Joseph?" Alis Josh naik sedikit mendengar nama beken itu disebut oleh mahasiswinya. Siapa yang tak pernah mendengar nama Hans Sebastian Wijaya? Mungkin hanya orang hukum yang bukan berasal dari Indonesia saja yang tak tahu. Pengacara kawakan pemilik firma hukum yang menaungi nama-nama high paid lawyer dan pastinya rekor jarang kalah di persidangan. Dengan gerakan perlahan seperti malas-malasan, Joseph bergerak menghampiri Candy. Dosen ganteng berdarah blasteran itu mengangkat bahunya cuek lalu menangkap pinggang mahasiswinya yang cantik. "Maybe, tapi kau harus tahu satu hal, Beibeh. Papamu tak bisa memberimu nilai A di kampus ini!" Seringai seram menggoda itu tersungging di wajahnya, "ikuti permainanku maka akan kuberikan apa yang kau mau, Candy!" "Lepaskan!" desis Candy tak mau tunduk begitu saja kepada dosen killer plus mesum itu. "Kalau hanya ada kita berdua di sebuah ruangan tertutup, kenapa harus saling jauh-jauhan sih, Cantik? Aku suka kamu!" ujar Joseph tanpa basa-basi. Lengan kokohnya enggan berpindah tempat dari pinggang ramping Candy, melilit erat seperti ular Anaconda. Candy mendorong dada Joseph agar tak menempel ke tubuhnya. Namun, pria itu terlampau kuat. "Apa Prof. Joseph sudah bosan mengajar di sini? Aku akan sebarkan berita bahwa aku dilecehkan di ruang dosen oleh Anda!" ancamnya lagi. "Apa ada bukti? Rekaman video atau foto mungkin? Tuduhan tanpa bukti maupun saksi itu nol besar di dunia hukum ya. Kamu beneran putri Pak Hans Sebastian Wijaya? Kok rada-rada oon sih!" sindir Joseph dengan senyuman mengejek. Mendengar dirinya dihina seperti itu, Candy mendadak tantrum. Dia memukuli dada Joseph sembari berteriak, "Toloong ... toloong, aku dilecehkan oleh Prof. Joseph!" Segera bibir pria itu membungkam bibir mahasiswi bengalnya dengan ciuman kasar. Candy yang tak siap gelagapan, dia tak tahan setiap kali Joseph memberikan french kiss yang mengaduk-aduk rongga mulutnya dan mengisap-isap lidahnya dengan liar. "Hosh ... hooshh!" Napas Candy terengah-engah sembari berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin ke dalam paru-paru. Pria itu melepaskan Candy begitu saja lalu duduk kembali ke kursi kerjanya di balik meja. "Kamu boleh keluar dari ruangan saya, tapi risiko tanggung sendiri ya. Nilai E untuk semua mata kuliah yang saya ajar!" ucap Joseph santai. Candy terperangah tak mampu bicara beberapa detik, dia melangkah gontai menghampiri Joseph. Ketika dosen tampan tersebut memutar kursi menghadap ke arahnya, dengan tenang Candy menempatkan bokong di pangkuan Joseph. "Tumben jinak kayak anak kucing, si raja rimba yang tadi sukanya mengaum ke mana nih?" sindir Joseph meskipun dalam hatinya bersorak gembira. "Prof—jangan jahat begitu dong!" ucap Candy berusaha membujuk rayu dosen killernya itu. Pesan Yolanda tadi seusai kuliah terngiang-ngiang di benaknya, 'Jangan nyolot, ingat nilai kamu yang pegang si emprof galak!' "Aku—jahat? Sebelah mana sih, coba kamu perjelas, Candy Sayangku!" sahut Joseph tak puas-puas mempermainkan mahasiswi cantik itu. "Seandainya aku mau mengikuti permainan Profesor Josh, apa ada jaminan kalau aku tetap virgin? Soalnya papa bisa bunuh aku seandainya keperawananku hilang sebelum menikah!" ujar Candy jujur. Aturan keras dari sang papa membuatnya lebih mawas diri terkait hubungan dengan lawan jenis. Joseph tertegun mendengar pengakuan Candy, dia tak menyangka mahasiswi bengalnya yang menantang dirinya french kiss di night club tadi malam ternyata masih perawan. "Hmm ... aku jamin, tapi kalau kita sepakat menjalani permainan panas dan berbahaya ini, jangan merasa bahwa aku tidak adil karena tak bisa memberikanmu kepuasan mutlak. Jadi, deal?" balas Joseph seraya mengulurkan tangan kanannya. Terpaksa Candy menjabat tangan dosennya itu demi tetap mendapat nilai bagus di mata kuliah wajib. "Deal!" tukasnya. Dia cukup berpengalaman dengan berbagai macam wanita, tetapi baru kali ini dia berurusan dengan perawan yang tak boleh diunboxing sebelum menikah. "Pesanku untuk kamu, selama di kampus. Jangan memperlihatkan kedekatan kita di depan publik, paham?" kata Joseph sambil menatap wajah Candy dengan serius. "Yeah ... aku mengerti, Prof. Bukankah yang memanggilku ke sini justru Profesor Josh sendiri tadi?" balas Candy memberengut. Pria bermata biru itu tertawa kering. "Pantas kau pandai bicara, putri Pak Hans Sebastian Wijaya, calon pengacara wanita terkenal!" sindir Josh. "Yang nyaris tak lulus mata kuliah Ilmu Hukum Tata Negara karena dosennya curang!" lanjut Candy yang membuat Josh semakin gemas saja. "Kenapa selalu melawan bila bersamaku, Candy?" tanya Josh. Dia memetik kancing kemeja sutra biru navy yang dikenakan Candy satu per satu. Tangan Candy menghentikan tindakan dosen blasteran itu. "Kita masih di kampus, Prof!" tegurnya. "Yeah ... kita memang di kampus, bukan di planet Pluto!" jawab Josh santai. "Bagaimana kalau dosen lain masuk ke mari mencari Anda?!" sergah Candy tegang. Joseph tak mengindahkan peringatan Candy, dia sudah tidak tahan untuk membenamkan wajahnya di antara gunung kembar nan indah itu. Kemeja dan bra Candy dia jatuhkan ke lantai di bawah mejanya. "Aakhh ... Prrooff!" desah Candy spontan saat pucuk merah kecoklatan miliknya dikulum dan diisap oleh Josh. Jemari tangan Candy menjambak-jambak rambut tebal kepala dosennya. "Jangan berisik kalau tak mau kepergok dosenmu yang lainnya!" tegur Joseph lalu melanjutkan kesibukannya yang mengasyikkan tadi. Mati-matian Candy menahan agar ruangan dosen tetap senyap, sementara tubuhnya menggelinjang di atas pangkuan Joseph. Jemari pria itu membelai sisi luar celana dalam yang dikenakan Candy di balik rok A-line bermotif bunga hibiscus hingga kain tipis tadi basah kuyup terkena cairan kewanitaan. "Apa kamu merasa enak, Sayang?" tanya Joseph yang sudah puas melumati pucuk buah dada ranum mahasiswinya. "Saya ... sshh ... saya mau keluaarr dari sini saja, Prof!" ucap Candy dengan wajah merona dan kepala pening akibat hasrat yang dia rasakan benar-benar tanggung tak terpuaskan. Devilish smirk terukir di bibir Joseph. "Boleh, tapi nanti dulu ya. Kamu bisa blow job 'kan, Candy?" jawabnya santai. Sepasang mata bermanik hitam itu membola. Dia tahu, tapi belum pernah melakukannya karena jijik. Terlebih lagi pria yang meminta bukanlah pacar apalagi suaminya. "Kok diam? Jangan bikin aku hilang kesabaran ya, Candy!" ancam Joseph bernada galak dan wajah sinis. "Maaf, saya nggak bisa, Prof!" tolak Candy dengan berani. Dia tak semurahan itu. Joseph berdecak kesal. "Kita sudah deal tadi, turuti aturanku dan nilaimu pasti bagus. Beneran nih mau kukasih nilai E?!" Dalam hatinya Candy merasa bimbang, dia mengalami sebuah dilema karena paksaan dosen killer nan mesum itu. Untung saja, Profesor Joseph Levine berparas tampan dan punya spek body bak model majalah Men's Heatlh. Sayangnya, tak ada akhlak!'Josh, aku mungkin akan pulang telat ke rumah. Ada urusan di kantor papaku sebentar!' ketik Candy di layar ponselnya ketika dia berhenti di antrean perempatan lampu merah.Setelah lampu berubah hijau, Candy melajukan mobil Mini Coopper itu menuju arah gedung perkantoran di Kawasan Kuningan. Masih pukul 14.10 WIB ketika dia sampai di parkiran underground gedung bertingkat milik papanya.Tujuannya langsung ke kantor Pak Hans di lantai paling atas. Dia ingin mendengar langsung cerita dari Gisella Kartika tentang perlakuan tak baik Kelly yang ingin memecat karyawati tersebut seenak jidatnya."TOK TOK TOK.""Masuk!" sahut Pak Hans dari meja kerjanya."Hai, Candy. Tumben kok siang-siang mampir ke kantor Papa. Apa kamu nggak ada kuliah?" sambut Pak Hans yang segera bangkit menghampiri putri bungsunya itu.Seperti biasa Candy memeluk cium papanya lalu dia duduk di so
Pagi itu Candy mengenakan kemeja putih lengan pendek dan rok pensil warna hitam, rambutnya ditata dengan sanggul sederhana rapi. Dia menatap pantulan bayangan dirinya di cermin lebar wastafel dan menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengontrol ketegangan yang merayapi saraf pusatnya."Cantik sekali, Nona Candy!" puji Josh yang bersandar di bingkai pintu kamar mandi. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan karena istri sekaligus mahasiswi bimbingan skripsinya akan menjalani ujian sidang skripsi hari ini."Makasih, Hubby. Wish me a lot of luck!" balas Candy lalu melangkah mendekati Josh untuk memeluk suaminya itu.Josh mengecup kening Candy seraya berpesan, "Jangan tegang. Kamu sudah menguasai materi skripsi yang kamu susun dengan rapi sebelum ini 'kan? Dosen hanya memberimu pertanyaan yang sudah kamu ketahui jawabannya, Sayang!""Yeah ... seharusnya semua lancar!" tukas Candy seraya menghela napas. "Kita berangkat sekarang ke kampus. Semangat, Candy!" ujar Josh sembari menepuk-nepuk p
"Pa, Candy nitip teman baikku buat kerja di kantor Papa ya. Jangan sampai ada yang cari gara-gara sama dia karena habis tertimpa kemalangan. Dia itu sebatang kara dan bayinya belum lama ini diculik orang jahat!" ujar Candy setelah menemani Gisella Kartika mengajukan lamaran kerja ke HRD sebagai resepsionis kantor firma hukum ternama di Jakarta.Pak Hans pun tersenyum lalu menjawab, "Oke, Sayang. Nanti biar Papa langsung yang pesan ke Pak Prasetyo, jangan ada yang mengganggu teman kamu ini selama di kantor!""Papa memang terbaik! Ya sudah, Candy pamit dulu ya buat balik ke kampus soalnya mau siap-siap ujian sidang skripsi hari Kamis nanti. Bye, Papa Sayang!" Candy bangkit berdiri lalu memeluk cium Pak Hans sebelum melenggang meninggalkan ruangan.Mulai hari berikutnya Gisella Kartika berangkat kerja dari mess karyawan. Dia menempati posisi resepsionis bersama dua rekan karyawati lainnya yang lebih senior. Betaria da
Perlahan mata wanita itu terbuka dan melihat langit-langit kamar bercat putih dengan aroma antiseptik menguar di udara. "Di mana aku?" tanya Gisella Kartika.Candy yang sedari awal menemani mantan klien suaminya tersebut menjawab, "Bu, ini di rumah sakit. Tadi Bu Gisella pingsan setelah menelepon Pak Lukman!"Mendengar jawaban Candy, sontak Gisella menangis terisak-isak teringat akan bayinya yang diambil paksa oleh Pak Lukman Cakrabirawa. "Rasell nggak akan pernah kembali ke pelukanku, Candy. Entah ke mana kakeknya membawa dia sekarang!" ucapnya dengan suara sengau.Tangan Candy menggenggam telapak tangan dingin wanita malang itu. "Tabah ya, Bu. Setidaknya Rasell aman bersama keluarga besarnya. Bagaimana pun itu kakeknya, nggak mungkin melukainya. Bu Gisella nggak boleh patah arang dan berhenti melanjutkan hidup!" ujar Candy memberikan semangat."Makasih, Candy. Aku hanya masih sedih dan
Sepulang sekolah SMA di Singapura, Randy langsung pulang dijemput sopir keluarga Cakrabirawa. Dia tidak pernah pergi bermain bersama teman sekolahnya dan cenderung menutup diri. Siang jelang sore itu Randy masuk ke penthouse, tempat tinggalnya bersama orang tuanya di Singapura. Namun, ada yang berbeda kali ini. Suara tangis bayi membahana di ruangan yang hening. "Lho, Pa, Ma, bayi siapa itu?" tanya Randy penasaran sembari menarik langkah mendekati mereka di sofa ruang tengah. "Hai, Randy. Ini anak angkat Mama dan Papa. Namanya Nathan, kami sepakat mengadopsinya karena orang tuanya meninggal dalam kecelakaan baru-baru ini di Jakarta. Dia lucu ya? Masih syok perjalanan udara saja kali, makanya banyak nangis!" ujar Nyonya Vania membohongi putranya.Saat menatap ke sepasang mata jernih yang basah oleh air mata itu, Randy merasakan ketertarikan yang tak dia pahami. "Boleh Randy gendong Nathan nggak, Ma?" pinta pemuda remaja itu meskipun dia tak biasa mengurusi bayi."Nih, hati-hati ya .
"Pa, kalau memang bayi yang dilahirkan oleh guru les Randy itu ternyata putranya Randy karena pemerkosaan tempo hari, Mama ingin kita merebutnya saja!" ujar Nyonya Vania Cakrabirawa."Hmm ... Papa juga sempat mempertimbangkan hal itu, Ma. Namun, bayi itu baru berusia dua minggu. Kalau dipisahkan dari ibunya, apa baik buat tumbuh kembangnya?" sahut Pak Lukman seraya memijit pelipisnya.Nyonya Vania bangkit dari sofa lalu berdiri di balik dinding kaca penthouse mewah yang berada di kawasan Marina Bay Sands, Singapura. Dia memandangi tepi pantai yang indah dan dipadati wisatawan berbagai negara itu."Okay, biarkan bayi itu tetap diurusi ibu kandungnya selama enam bulan setelah itu sudah aman diberi makanan pendamping ASI. Kita juga bisa carikan susu dari bank ASI, mudah saja, Pa!" usul Nyonya Vania praktis tanpa merasa kasihan kepada Gisella."Baik, Papa setuju. Biar anak buahku yang memantau terus perg







