Share

Bab 2: Yang Mulia Agak Aneh

Penulis: Runa
Wajah Viola sedikit memerah. Dirinya bahkan belum punya pacar, tiba-tiba disuruh menyusui bayi, perasaannya tetap terasa canggung.

Namun, begitu melihat wajah kecil bayi yang menangis sampai memerah, dia pun tidak tega.

Dia dengan hati-hati menerima bayi itu, takut sekali akan melukainya. Namun, sedetik kemudian dia jadi canggung. Ternyata pemilik tubuh belum memiliki air susu.

Bayi itu mengisap sebentar, tapi tidak mendapat apa pun. Dia pun langsung mengepalkan tinju kecilnya dan menangis lagi. Kedua kaki mungilnya menendang-nendang, seolah melampiaskan ketidakpuasannya.

Bibi Asih buru-buru mengambil alih bayi itu, lalu menenangkan sambil berkata dengan cemas, "Bagaimana ini? Yang Mulia tidak mengeluarkan susu, orang dewasa menahan lapar beberapa kali makan tidak jadi masalah, tapi Putra Mahkota ini mana sanggup bertahan."

Tangisan bayi tersengal-sengal, Viola pun ikut cemas. Dia teringat tugas poin di ruangannya, lalu segera berkata, "Nadia, pergilah keluar cabutkan sehelai rumput untukku."

Nadia tertegun, jangan-jangan majikannya sudah panik? Rumput untuk apa?

Tangisan bayi makin keras membuat Viola makin panik, suaranya pun meninggi. "Cepat pergi."

Melihat Nyonya benar-benar cemas, Nadia pun berlari menembus hujan keluar, di bawah atap tumbuh rumput kering. Dia pun meraih segenggam.

Viola menerima rumput itu, berkata pada keduanya, "Kalian keluar dulu, aku akan cari cara."

Bibi Asih membuka mulut, tapi menutupnya lagi. Dia pun menggendong bayi bersama Nadia ke ruang luar.

Sementara Viola segera masuk ke ruangannya, menanam rumput itu di tanah dekat Sumber Spiritual.

Tiga detik kemudian, suara itu kembali terdengar.

"Majikan berhasil menanam tanaman, dapat hadiah sepuluh poin."

Viola girang. Dia langsung masuk ke toko, lalu mengambil sebungkus susu bubuk.

Kali ini tidak langsung keluar, melainkan muncul pilihan untuk menukarnya.

Satu bungkus susu bubuk dua poin.

Viola melihat botol susu di sampingnya, juga dua poin, harganya lumayan, jadi dia langsung menukarnya.

Lalu menggunakan tiga poin lagi untuk membeli dua bungkus mi kering dan sebungkus garam. Sisa tiga poin, sementara dia belum tahu mau ditukar dengan apa.

Saat berkeliling di supermarket, dia tiba-tiba menemukan sudut kecil dengan lebih dari 20 bungkus benih. Ada mentimun, tomat, cabai, buncis, gandum, padi, hampir semua yang umum.

Dia mengambilnya, masing-masing tiap jenis satu poin. Itu membuat Viola bersemangat. Kemudian, dia menukar tiga poin sisanya untuk makanan kesukaannya, yaitu mentimun, tomat, dan gandum.

Dengan ini, meski tidak mendapat poin lagi, dia tetap bisa makan sayuran segar dan tepung.

Saat keluar, dia melihat papan tugas. Benar saja, tugasnya sudah diperbarui.

[Tugas Pemula 2: Berhasil memanen buah tanaman, mendapat seratus poin.]

Mengingat bayi di luar yang terus menangis, Viola menunda memikirkan tugas itu, lalu segera keluar dari ruangannya.

Bayi itu memang masih menangis, Viola pun membuka tirai dan memanggil Nadia, "Didihkan air, buatkan susu untuk bayi."

Nadia segera masuk. "Yang Mulia, mana ada susu?"

Wajah Viola langsung dingin. "Jangan tanya, cepat didihkan air."

Nadia baru pertama kali melihat tuannya seserius ini, dia pun takut dan langsung menurut.

Tidak lama kemudian, Nadia membawa masuk satu teko air panas.

Viola tidak peduli apa yang dipikir Nadia. Dia membuka kantong susu bubuk, mengambil dua sendok, memasukkannya ke botol, dan menyeduh dengan air panas,. Dia lalu meminta Nadia mendinginkannya di luar sebelum memberikannya pada bayi.

Dia juga tidak tahu dua sendok cukup atau tidak. Namun saat keponakannya baru lahir, kakak iparnya juga memberi takarannya segitu.

Nadia memandang susu bubuk dan botol aneh itu dengan kaget. Perasaannya kini campur aduk.

Namun, tidak ada yang lebih penting dari Putra Mahkota. Dia buru-buru menambahkan air dingin untuk membuat airnya menghangat, lalu memberikannya pada Bibi Asih.

Bibi Asih juga terkejut melihat botol itu.

"Apa ini? Dari mana kamu mendapatkannya?"

Nadia tidak tahu harus menjawab apa, akhirnya berkata jujur.

"Dari Yang Mulia, aku juga tidak tahu. Katanya ini susu, Bibi Asih, cepat berikan pada Putra Mahkota."

Bibi Asih segera menempelkan dot ke mulut bayi, si kecil sudah tidak sabar, membuka mulutnya dan mengisap dengan rakus.

Viola yang ada di dalam pun lega, akhirnya bayi itu berhenti menangis.

Begitu rileks, perutnya langsung berbunyi.

Dia diam-diam memaki setelah terpikirkan kembali dirinya dan pelayan sudah makan nasi basi beberapa hari. Benar saja, istana penuh orang sombong tidak berguna.

Untung di supermarket ada banyak makanan enak. Asalkan ada poin, semua bisa dibeli. Untuk sekarang, dia akan merebus mie kering untuk mengisi perut.

Pada saat ini, hujan sudah berhenti.

Datang cepat, pergi pun cepat.

Dalam sekejap, langit pun kembali cerah.

...

Aula Permata.

Di atas singgasana Kaisar yang tinggi, duduk seorang pria tampan mengenakan jubah kuning.

Dia mengenakan mahkota kaisar, sabuk giok di pinggang, dan di bagian depan jubahnya disulam naga emas berkaki lima dengan benang emas berwarna-warni, membuat raut wajahnya tampak gagah dan berwibawa tanpa perlu marah.

Orang ini adalah kaisar baru Negara Asta, Yosa Dalu.

Ibu kota telah mengalami kekeringan bertahun-tahun, tapi barusan tiba-tiba turun hujan.

Yang lebih aneh, saat hujan turun, tidak ada setitik awan pun. Langit seolah terbelah lalu menumpahkan satu baskom air.

Kemudian dalam waktu sekejap, awan menghilang, angin tenang dan langit cerah kembali.

Para menteri pun menoleh ke luar aula sambil berbisik pelan.

Hujan ini sungguh datang dengan cara yang aneh!

"Biro Pengawas Astronomi, apa pendapatmu tentang hujan ini?"

Suara dalam terdengar dari singgasana naga yang bergema di seluruh aula.

Seorang pejabat sipil keluar dari barisan, mengangkat jubahnya dan berlutut, pura-pura terkejut sambil menjawab, "Jawab Kaisar, ini adalah pertanda keberuntungan, pasti ada wanita bangsawan di antara para wanita yang memasuki istana pembawa hujan berkah ini. Kalau energi positif dan negatif seimbang, Negara Asta kita pasti akan mengubah bencana menjadi berkah, cuaca akan baik dan panen melimpah!"

Mata Yosa memancarkan kilatan tajam, suaranya begitu dingin, "Siapa yang mengajarimu berkata begitu?"

Biro Pengawas Astronomi terkejut. Dia langsung bersujud penuh sambil meralat ucapannya, "Tidak ada yang kasih tahu hamba, ini hasil ramalan hamba."

Yosa menyipitkan mata, lalu sedikit membungkuk ke depan.

Dia menimpali dengan nada menyeramkan, "Menurutku perhitunganmu salah. Pergi ke Gerbang Utama, ramal yang benar. Kalau tidak dapat hasil yang bagus, nyawamu melayang."

Para pengawal segera menyeret Biro Pengawas Astronomi keluar.

Tatapan Yosa menyapu para menteri, lalu berujar dengan dingin, "Hanya karena pemilihan beberapa wanita istana, kalian semua sudah punya banyak niat licik, tapi kalian tidak melihat orang-orang yang kelaparan di mana-mana, para pengungsi sudah membanjiri ibu kota. Menteri Pekerjaan Umum, Aku perintahkan kamu untuk menggali sumur dan mengairi ladang. Kenapa sampai sekarang masih belum ada hasilnya?"

Menteri Pekerjaan Umum segera berlutut sembari menjawab dengan gemetar, "Hamba sudah perintahkan orang untuk mengawasi di berbagai tempat, hanya saja menggali sumur butuh waktu. Mohon Kaisar bersabar."

Yosa mendengkus dingin, suaranya makin berat.

"Aku hanya memberimu waktu tiga bulan. Kalau tidak bisa, silakan mengundurkan diri dan pulang sana."

Menteri Pekerjaan Umum langsung berkeringat. "Baik, hamba akan mematuhi titah."

Yosa mengibaskan jubahnya, lalu berdiri.

Aura tekanan sebagai kaisar menyebar, para menteri merasa sesak, menunduk menatap ujung kaki, tidak berani bernapas keras.

Yosa memandang menatap para menteri dari atas, lalu berkata dengan suara datar, "Menyelamatkan negara dan rakyat harus dimulai dari istana. Mulai hari ini, semua pejabat besar maupun kecil, hanya diizinkan makan dua kali sehari. Di istana pun sama. Makanan yang dihemat akan diberikan pada rakyat dalam bentuk bubur secara bergilir setiap tanggal 1 dan 15. Siapa pun yang berani membuka dapur pribadi, akan dicambuk 50 kali dan seluruh keluarganya akan menanggung hukuman yang sama, sidang selesai."

Begitu titah keluar, istana langsung kacau.

Beberapa wanita istana yang hendak masak diam-diam segera memadamkan api, para kasim dan pelayan buru-buru menyembunyikan makanan yang diberikan majikannya.

Bahkan istana pengasingan pun terkena dampaknya, yang semula dua kali makan nasi basi, langsung jadi sekali saja.

Untung Viola punya firasat, sudah menukar dua kati mie kering.

Dia menyuruh Nadia merebusnya dengan sedikit garam. Meski rasanya kurang, tetap saja jauh lebih baik daripada makanan basi.

Nadia dan Bibi Asih belum pernah melihat makanan dari tepung, jadi tanpa sadar mereka melahapnya dengan rakus.

Setelah makan, Nadia tidak tahan ingin bertanya, "Nyonya, dari mana Anda dapatkan makanan seenak ini?"

Viola tidak bisa menjawab, jadi dia memasang wajah datar.

"Jangan banyak tanya, mulai sekarang tanpa perintahku, jangan masuk kamar sesukamu. Kalau bayi itu menangis, buatkan saja susu bubuk."

Setelah berkata demikian, dia menurunkan tirai.

Nadia dan Bibi Asih saling pandang, sebab mereka merasa Yang Mulia bertingkah aneh.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 70: Kaisar, Tolong!

    Istana Cani.Ibu Suri duduk di sofa empuk, di sampingnya berdiri Jenar yang terus menangis tersedu-sedu."Ibu Suri, Kaisar sampai menyuruh ayahku pergi menanam di ladang, bagaimana dengan reputasi Keluarga Lukio kita?"Lima belas menit kemudian, begitu mendengar kabar itu, Jenar segera datang untuk mengadu kepada Ibu Suri.Wajah Ibu Suri juga terlihat sangat tidak enak dilihat.Dia sudah tahu kabar bahwa Wijaya sedang ditahan di kediamannya, kini Kaisar mulai mengarahkan sasaran ke Keluarga Lukio, benar-benar keterlaluan dan tidak tertahankan.Seandainya tahu begini, hari itu dia tidak seharusnya berbelas kasihan. Kalau saja anak itu juga dihabisi, takhta pasti sudah menjadi milik Wijaya.Dia teringat ketika mendiang Kaisar masih hidup, pernah berkata sendiri bahwa menjadikan Yosa sebagai putra mahkota hanyalah untuk diperlihatkan kepada para menteri, sebenarnya tahta akan diwariskan pada Wijaya, anak sahnya.Siapa sangka, saat ajal menjemput, pria tua itu malah berubah pikiran, entah

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 69: Semangka

    Setelah dua perintah ini keluar, para menteri tidak berani berbicara lagi.Yosa melirik semua orang dengan puas, lalu berucap dengan acuh tak acuh, "Kalau ada yang ingin disampaikan, sampaikan sekarang. Kalau tidak ada, bubar."Para menteri menunduk dan berkata, "Hamba tidak ada yang ingin disampaikan.""Bubar."Yosa bangkit dengan agung, lalu berjalan keluar dari Aula Permata.Saat ini Viola sudah mengikuti Andi untuk menunggu di Ruang Baca Kekaisaran.Dia kembali terpikirkan 2.000 tahil itu, yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kehilangan seratus poin yang tidak jelas, dia merasa makin tertekan.Andi melihatnya tidak gembira, jadi bertanya dengan suara rendah, "Ivo, ada apa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"Viola menggelengkan kepalanya."Tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba teringat ibuku dan anakku. Hatiku merasa sedikit sedih."Andi menghela napas. "Kamu sungguh menyedihkan. Lebih baik seperti aku, tidak ada beban di hati. Hanya perlu perhatikan diriku

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 68: Hamba Sangat Bersedia

    "Kamu juga berdirilah."Suara Yosa terdengar rendah, entah kenapa membawa kesan suram."Terima kasih, Kaisar."Viola berdiri dari bawah, tetapi matanya masih melirik ke arah uang itu hingga tanpa sadar menelan ludah.Nugraha yang masuk dari luar aula, kebetulan melihat gerakan menelan Viola, telinganya pun ikut memerah.Viola agak bingung saat melihat Nugraha menatapnya dengan ekspresi aneh, lalu dia bergeser ke tepi meja.Nugraha tidak berani memperlihatkan lebih banyak, dia buru-buru membantu Yosa berganti pakaian.Saat Yosa dalam posisi membelakangi, Viola segera menarik dua lembar uang, lalu cepat melipat dan menyelipkannya ke lengan bajunya.Meski hanya 200 tahil, setidaknya cukup membuat hatinya terasa lega.Sesaat kemudian, Yosa sudah berpakaian rapi.Mahkota kaisar dengan hiasan batu akik merah melambangkan kekuasaan tertinggi. Naga emas bercakar lima di dadanya tampak gagah dan penuh wibawa.Begitu mengenakan jubah kaisar, aura Yosa seketika menjadi tajam. Tiap gerakannya seak

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 67: Nugraha Salah Paham

    Yosa menekan pergelangan tangan Viola dengan satu lutut. Tangan kanannya sudah mengunci leher wanita itu, lalu sepasang mata tajamnya gelap dan setajam pisau.Viola melihat bayangan hitam raksasa yang menaunginya, membuat jantungnya berdebar seperti genderang."Kaisar, ini aku..."Viola mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang tercekik.Dalam kegelapan, bibir merah muda Viola sedikit terbuka. Dia berusaha keras melepaskan tangan besar Yosa yang seperti penjepit besi.Yosa menyipitkan mata tajamnya, kemudian perlahan melepaskan tangannya.Dia bertanya dengan suara berat, "Kenapa kamu ada di sini?""Hamba berjaga malam bersama Kasim Andi hari ini. Saat hamba mendengar suara Kaisar, hamba pikir Kaisar sakit, jadi hamba masuk untuk melihat kondisi Kaisar."Viola bangkit dengan tergesa-gesa sambil batuk beberapa kali.Mata tajam Yosa sedikit menyipit dengan tatapan tidak menentu.Viola buru-buru berlutut di bawah."Kaisar, hamba sungguh masuk karena mendengar suara. Ham

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 66: Kehilangan 100 Poin

    Jangan-jangan hujan tadi adalah hasil tukar poin darinya?Astaga!Apa-apaan ini?Viola tiba-tiba teringat saat dia menukar susu bubuk untuk Garong, papan di samping toko poin sempat memperbarui beberapa tulisan, sepertinya ada kata tentang Sumber Spiritual. Waktu itu dia buru-buru, makanya tidak sempat memperhatikan.Apa mungkin Sumber Spiritual itu telah meningkatkan suatu fungsi lagi?Makin dipikir Viola makin gelisah. Dia segera berkata pada beberapa orang, "Aku mau ke WC, kalian tunggu di sini sebentar."Seorang kasim muda sambil tersenyum berkata, "Pergilah, kalau Kaisar bertanya, kami akan bantu cari alasan buatmu.""Terima kasih."Viola keluar dari Ruang Baca Kekaisaran. Sekitar dua ratus meter jauhnya ada sebuah WC khusus untuk para pelayan kaisar, baik kasim maupun dayang.Saat berpikir demikian, Viola tiba-tiba menyadari sesuatu.Yang melayani Wijaya sepertinya semuanya kasim, sama sekali tidak ada dayang.Biar saja, siapa pun yang dipakai tidak penting, sekarang dia hanya in

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 65: Sumber Spiritual Menurunkan Hujan?

    Yosa meletakkan alat tulisnya, kemudian melangkah cepat ke pintu.Aroma segar rerumputan bercampur tanah meresap ke dalam hidungnya, membuat Yosa merasa segar.Andi dan yang lainnya berdiri di halaman. Mereka semua melompat kegirangan melihat hujan turun."Hujan! Hujan turun!""Sejuk sekali!"Beberapa orang itu sejenak lupa diri.Saat mereka berbalik dan melihat Kaisar, mereka semua langsung terdiam.Yosa tidak menyalahkan mereka. Setelah lama tidak hujan, hatinya juga sama gembiranya.Saat ini, Nugraha juga kembali membawa es raksasa. Dia berlari sambil berkata, "Kaisar, hujan lebat dari langit ini adalah pertanda keberuntungan. Pasti karena Kaisar sepenuh hati melayani rakyat, sehingga menyentuh surga dan menurunkan hujan ini."Viola berdiri di belakang Yosa. Dia mencibir saat mendengar ucapan ini, 'Orang tua ini sungguh pandai menjilat.'Wajah Yosa tampak tenang, matanya masih menatap tetesan hujan yang jatuh dari langit.Tadi pagi, dia secara khusus bertanya pada Biro Pengawas Astr

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status