Share

Bab 4: Garong

Penulis: Runa
Bibi Asih merasa haru di dalam hati, lalu membungkuk dan berkata, "Hamba mengerti, cuma saja apa kita sebaiknya memberi nama untuk Putra Mahkota?"

Viola merasa muak tatkala mengingat pria yang tidak berperasaan dan tidak berbelas kasih itu.

"Namanya Garong saja, nama sederhana membuatnya lebih mudah hidup."

Nadia menutup mulutnya sembari terkekeh pelan.

"Nyonya, mana ada yang memberi nama seperti itu."

Bibi Asih juga tersenyum sebentar, nama itu memang terlalu tidak pantas.

Viola sudah kembali ke kamar, toh anak itu adalah darah daging pria itu, nanti setelah keluar dari istana, baru dia akan memberinya nama yang bagus.

Saat ini Viola tidak ingin membuang tenaga untuk memikirkannya.

Sekembalinya Viola ke kamar, dia memasuki ruang, meminum sedikit Sumber Spiritual, lalu mulai bercocok tanam lagi.

Lahan di dalam ruang itu tidak terlalu besar, kira-kira ada 20 petak panjang. Tiap petaknya sekitar 20 meter. Viola menanam dua petak sayuran, sisanya ditanami gandum.

Saat keluar, langit sudah benar-benar gelap.

Viola melihat keluar, Bibi Asih dan Nadia sudah tidur.

Garong juga sangat tenang, tidur memejamkan mata dengan nyenyak.

Sejak menggunakan air Sumber Spiritual untuk menyeduh susu bubuk, perubahan pada Garong sangat signifikan.

Saat pertama kali Viola melihatnya, wajah mungilnya masih keriput, kini wajah itu sudah mulus bak batu giok, putih dan bulat.

Viola tidak bisa menahan rasa kagumnya.

Kalau bukan karena Langit memberinya sebuah ruang, anak sekecil ini akan sulit dirawat.

Setelah selesai berpikir, dia keluar pintu. Usai buang air kecil dan berdiri, tiba-tiba terdengar suara gemeresik dari semak-semak di sisi kanan. Dia segera mengumpulkan keberaniannya dan bertanya, "Siapa?"

Dia baru saja bertanya, benda putih melompat keluar dari semak, Viola langsung diterjang oleh benda itu hingga terjatuh ke tanah, membuatnya menjerit ketakutan.

Bibi Asih dan Nadia yang mendengar suara itu pun segera membawa lampu minyak dan berlari keluar. Dalam cahaya redup, Viola langsung melihat seekor anjing besar yang seluruh tubuhnya putih bersih.

Anjing itu mirip golden retriever modern, tapi tubuhnya jauh lebih besar, hampir seperti seekor kuda poni. Tidak heran sekali terjangan kaki langsung membuat Viola terjungkal ke tanah.

Namun, anjing besar ini tampaknya tidak berniat jahat, malah menjilat tangan Viola sambil mengibaskan ekornya.

"Bukannya ini... milik Putra Mahkota, oh bukan, ini 'kan si Putih milik Kaisar, kenapa bisa sampai ke istana pengasingan?" ucap Nadia terkejut.

Viola pun merasa agak ingat usai mendengar perkataan Nadia.

Yosa berengsek itu memang sepertinya punya seekor anjing besar seperti ini. Dengar-dengar dia menemukannya saat berperang di Suku Jasin, lalu membawanya kembali ke ibu kota.

Pantas saja anjing ini mengenalnya.

Viola memang cukup menyukai anjing, dia mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala besar anjing itu.

Anjing itu pun langsung gembira, kedua kaki depannya untuk memegangi bahu Viola sambil menggesekkan tubuhnya ke arahnya.

Viola sungguh tidak kuat menahan beratnya, terpaksa mendorong anjing itu menjauh.

Bibi Asih pun berujar kagum, "Tidak disangka si Putih masih mengenali Yang Mulia, Yang Mulia memang tidak sia-sia pernah memberinya makan."

Nadia justru tampak bingung.

"Dinding istana pengasingan setinggi ini, si Putih pasti tidak bisa melompat masuk, dari mana ia bisa datang?"

Viola tiba-tiba mendapat ide, mungkinkah di istana pengasingan ini ada lubang untuk anjing?

Dia segera menyingkirkan rumput kering tempat anjing itu keluar. Ternyata benar ada sebuah lubang besar. Di luar lubang itu tumbuh sebuah pohon tua besar, di sekitarnya juga ada banyak tanaman setinggi setengah badan orang. Kecuali jika berputar ke belakang pohon, lubang ini hampir tidak terlihat.

Penemuan ini membuat Viola sangat bersemangat. Bukankah ini berarti mereka bisa melarikan diri dari istana pengasingan dan meninggalkan tempat terkutuk ini?

Tidak, jangan gegabah.

Di istana ada banyak sekali penjaga. Kalau ingin keluar, harus direncanakan dengan matang…

Di sisi lain, puluhan kasim kecil sedang berlarian ke sana kemari mencari anjing itu.

Semua orang tahu betapa sayangnya Kaisar pada si Putih. Kalau sampai hilang, bisa berujung hukuman penggal.

Yosa yang duduk di tandu naga, matanya yang menyerupai mata Burung Api tampak dingin, wajah tampannya juga suram.

Beberapa hari terakhir ini tidak ada satu pun hal yang membuatnya tenang. Bencana kekeringan di seluruh negeri belum teratasi, Suku Jasin juga mulai beraksi. Para jenderal yang dikirim ke sana berturut-turut mengalami kekalahan, membuat Negara Asta malu.

Ditambah lagi para menteri sering kali menanyakan soal urusan harem, membuat Yosa makin jengkel.

Saat ini satu-satunya yang bisa sedikit membuatnya senang hanyalah si Putih, tapi saat dia sampai di paviliun tempat tinggal si Putih, anjing ini entah kenapa tidak ada di sana.

Para kasim kecil makin panik melihat wajah Kaisar yang tegang, kemudian berteriak, "Tuan Putih, cepat keluarlah!"

"Tuan Putih, Anda ada di mana?"

Pendengaran si Putih sangat tajam. Begitu mendengar namanya dipanggil, ia langsung keluar dari lubang dan menggonggong ke arah kejauhan.

Malam gelap itu sunyi senyap, suara gonggongan anjing terdengar hingga jauh.

Seorang kasim muda berseru gembira, "Kaisar, sepertinya Tuan Putih ada di sana."

Yosa memasang telinga, memang mendengar gonggongan itu, lalu segera memerintahkan, "Pergi lihat."

Viola juga mendengar suara langkah kaki, dia kaget dan langsung mendorong pantat anjing itu.

"Cepat pergi, jangan sampai tempat ini ketahuan. Kalau tidak, aku tidak akan bermain denganmu lagi."

Sepertinya si Putih mengerti kata-kata Viola, ia menggonggong sekali lalu lari.

Lalu terdengar seseorang berseru gembira, "Kaisar, memang Tuan Putih."

Sesaat kemudian, suara dalam dan berat terdengar di luar dinding istana, disertai nada penuh kasih sayang.

"Tengah malam begini, kamu ke mana saja? Lain kali jangan berkeliaran lagi."

Bibi Asih tidak kuasa menahan rasa haru, dia mengepalkan tinjunya, 'Kaisar … Kaisar!'

'Kaisar sekarang ada di luar tembok.'

'Jika Yang Mulia memanggil sekarang, mungkin saja…'

Viola tentu tahu perasaan Bibi Asih, dia cuma menggelengkan kepala.

Tidak lama kemudian, suara langkah kaki itu menjauh, malam pun kembali tenang.

Viola menarik Bibi Asih masuk ke dalam ruangan.

Lalu berucap dengan suara datar, "Pria itu bukan milikku, Bibi Asih, buang saja pikiran itu. Aku akan mencari cara untuk membawamu keluar dari istana, lalu menemui ayahku. Kaisar yang tidak bisa membedakan benar dan salah macam dia tidak perlu dipertahankan."

Nadia menatap Viola dengan kaget.

"Keluar dari istana? Nyonya, apa kita bisa?"

Viola menunjuk lubang anjing itu.

"Itu adalah sebuah kesempatan. Istana pengasingan sudah lama tidak diperbaiki dan tidak ada yang memperhatikan tempat ini. Kalau kita merencanakannya dengan baik, mungkin saja kita bisa pergi."

Bibi Asih terdiam sejenak, lalu berkata dengan pasrah, "Benar juga. Tuan Besar sudah berperang ke utara dan selatan demi Negara Asta hingga tubuhnya penuh luka, tapi kini malah diasingkan ke perbatasan, tentu saja membuat perasaan ini mati. Cuma saja, untuk pergi bukanlah perkara kecil, semua hal harus dipersiapkan. Kalau tidak, begitu menginjak gerbang istana saja sudah membuat kita tidak bisa keluar."

Viola mengangguk. "Ini bukan perkara yang bisa diselesaikan dengan tergesa-gesa. Kita sudah tinggal di istana pengasingan selama setahun, tidak masalah menunggu sedikit lebih lama, setidaknya sampai bayi ini berusia satu bulan."

Baru saja membicarakan bayi, Garong langsung menangis keras.

Viola kaget dan buru-buru berkata, "Cepat buatkan susu untuknya, jangan sampai ada yang dengar tangisannya."

Pada saat ini, Yosa yang sedang bermain dengan si Putih di tandu naga, tiba-tiba mendengar suara tangisan bayi, jadi tanpa sadar mengangkat tangannya.

Para kasim langsung berhenti melangkah dan dengan hormat bertanya, "Kaisar, ada perintah?"

Yosa mendengarkan sejenak, tapi suara itu sudah menghilang.

Dia mengira itu cuma halusinasinya, jadi dia menjawab dengan datar, "Kembali saja."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 70: Kaisar, Tolong!

    Istana Cani.Ibu Suri duduk di sofa empuk, di sampingnya berdiri Jenar yang terus menangis tersedu-sedu."Ibu Suri, Kaisar sampai menyuruh ayahku pergi menanam di ladang, bagaimana dengan reputasi Keluarga Lukio kita?"Lima belas menit kemudian, begitu mendengar kabar itu, Jenar segera datang untuk mengadu kepada Ibu Suri.Wajah Ibu Suri juga terlihat sangat tidak enak dilihat.Dia sudah tahu kabar bahwa Wijaya sedang ditahan di kediamannya, kini Kaisar mulai mengarahkan sasaran ke Keluarga Lukio, benar-benar keterlaluan dan tidak tertahankan.Seandainya tahu begini, hari itu dia tidak seharusnya berbelas kasihan. Kalau saja anak itu juga dihabisi, takhta pasti sudah menjadi milik Wijaya.Dia teringat ketika mendiang Kaisar masih hidup, pernah berkata sendiri bahwa menjadikan Yosa sebagai putra mahkota hanyalah untuk diperlihatkan kepada para menteri, sebenarnya tahta akan diwariskan pada Wijaya, anak sahnya.Siapa sangka, saat ajal menjemput, pria tua itu malah berubah pikiran, entah

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 69: Semangka

    Setelah dua perintah ini keluar, para menteri tidak berani berbicara lagi.Yosa melirik semua orang dengan puas, lalu berucap dengan acuh tak acuh, "Kalau ada yang ingin disampaikan, sampaikan sekarang. Kalau tidak ada, bubar."Para menteri menunduk dan berkata, "Hamba tidak ada yang ingin disampaikan.""Bubar."Yosa bangkit dengan agung, lalu berjalan keluar dari Aula Permata.Saat ini Viola sudah mengikuti Andi untuk menunggu di Ruang Baca Kekaisaran.Dia kembali terpikirkan 2.000 tahil itu, yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kehilangan seratus poin yang tidak jelas, dia merasa makin tertekan.Andi melihatnya tidak gembira, jadi bertanya dengan suara rendah, "Ivo, ada apa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"Viola menggelengkan kepalanya."Tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba teringat ibuku dan anakku. Hatiku merasa sedikit sedih."Andi menghela napas. "Kamu sungguh menyedihkan. Lebih baik seperti aku, tidak ada beban di hati. Hanya perlu perhatikan diriku

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 68: Hamba Sangat Bersedia

    "Kamu juga berdirilah."Suara Yosa terdengar rendah, entah kenapa membawa kesan suram."Terima kasih, Kaisar."Viola berdiri dari bawah, tetapi matanya masih melirik ke arah uang itu hingga tanpa sadar menelan ludah.Nugraha yang masuk dari luar aula, kebetulan melihat gerakan menelan Viola, telinganya pun ikut memerah.Viola agak bingung saat melihat Nugraha menatapnya dengan ekspresi aneh, lalu dia bergeser ke tepi meja.Nugraha tidak berani memperlihatkan lebih banyak, dia buru-buru membantu Yosa berganti pakaian.Saat Yosa dalam posisi membelakangi, Viola segera menarik dua lembar uang, lalu cepat melipat dan menyelipkannya ke lengan bajunya.Meski hanya 200 tahil, setidaknya cukup membuat hatinya terasa lega.Sesaat kemudian, Yosa sudah berpakaian rapi.Mahkota kaisar dengan hiasan batu akik merah melambangkan kekuasaan tertinggi. Naga emas bercakar lima di dadanya tampak gagah dan penuh wibawa.Begitu mengenakan jubah kaisar, aura Yosa seketika menjadi tajam. Tiap gerakannya seak

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 67: Nugraha Salah Paham

    Yosa menekan pergelangan tangan Viola dengan satu lutut. Tangan kanannya sudah mengunci leher wanita itu, lalu sepasang mata tajamnya gelap dan setajam pisau.Viola melihat bayangan hitam raksasa yang menaunginya, membuat jantungnya berdebar seperti genderang."Kaisar, ini aku..."Viola mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang tercekik.Dalam kegelapan, bibir merah muda Viola sedikit terbuka. Dia berusaha keras melepaskan tangan besar Yosa yang seperti penjepit besi.Yosa menyipitkan mata tajamnya, kemudian perlahan melepaskan tangannya.Dia bertanya dengan suara berat, "Kenapa kamu ada di sini?""Hamba berjaga malam bersama Kasim Andi hari ini. Saat hamba mendengar suara Kaisar, hamba pikir Kaisar sakit, jadi hamba masuk untuk melihat kondisi Kaisar."Viola bangkit dengan tergesa-gesa sambil batuk beberapa kali.Mata tajam Yosa sedikit menyipit dengan tatapan tidak menentu.Viola buru-buru berlutut di bawah."Kaisar, hamba sungguh masuk karena mendengar suara. Ham

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 66: Kehilangan 100 Poin

    Jangan-jangan hujan tadi adalah hasil tukar poin darinya?Astaga!Apa-apaan ini?Viola tiba-tiba teringat saat dia menukar susu bubuk untuk Garong, papan di samping toko poin sempat memperbarui beberapa tulisan, sepertinya ada kata tentang Sumber Spiritual. Waktu itu dia buru-buru, makanya tidak sempat memperhatikan.Apa mungkin Sumber Spiritual itu telah meningkatkan suatu fungsi lagi?Makin dipikir Viola makin gelisah. Dia segera berkata pada beberapa orang, "Aku mau ke WC, kalian tunggu di sini sebentar."Seorang kasim muda sambil tersenyum berkata, "Pergilah, kalau Kaisar bertanya, kami akan bantu cari alasan buatmu.""Terima kasih."Viola keluar dari Ruang Baca Kekaisaran. Sekitar dua ratus meter jauhnya ada sebuah WC khusus untuk para pelayan kaisar, baik kasim maupun dayang.Saat berpikir demikian, Viola tiba-tiba menyadari sesuatu.Yang melayani Wijaya sepertinya semuanya kasim, sama sekali tidak ada dayang.Biar saja, siapa pun yang dipakai tidak penting, sekarang dia hanya in

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 65: Sumber Spiritual Menurunkan Hujan?

    Yosa meletakkan alat tulisnya, kemudian melangkah cepat ke pintu.Aroma segar rerumputan bercampur tanah meresap ke dalam hidungnya, membuat Yosa merasa segar.Andi dan yang lainnya berdiri di halaman. Mereka semua melompat kegirangan melihat hujan turun."Hujan! Hujan turun!""Sejuk sekali!"Beberapa orang itu sejenak lupa diri.Saat mereka berbalik dan melihat Kaisar, mereka semua langsung terdiam.Yosa tidak menyalahkan mereka. Setelah lama tidak hujan, hatinya juga sama gembiranya.Saat ini, Nugraha juga kembali membawa es raksasa. Dia berlari sambil berkata, "Kaisar, hujan lebat dari langit ini adalah pertanda keberuntungan. Pasti karena Kaisar sepenuh hati melayani rakyat, sehingga menyentuh surga dan menurunkan hujan ini."Viola berdiri di belakang Yosa. Dia mencibir saat mendengar ucapan ini, 'Orang tua ini sungguh pandai menjilat.'Wajah Yosa tampak tenang, matanya masih menatap tetesan hujan yang jatuh dari langit.Tadi pagi, dia secara khusus bertanya pada Biro Pengawas Astr

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status