เข้าสู่ระบบ"Kereta api tidak didesain untuk berenang, Rania. Ini hukum dasar. Besi tenggelam. Air masuk ke cerobong. Api mati. Kita mati." Finn mondar-mandir di depan cetak biru hologram yang baru saja kuproyeksikan di dinding bengkel stasiun. Wajahnya pucat, tangannya penuh oli. "Koreksi, Finn," kataku, memutar model 3D The Sovereign di udara dengan jari telunjukku. "Kereta api biasa tidak bisa berenang. Tapi The Sovereign bukan lagi kereta api. Dia adalah Amphibious Assault Vehicle." Aku menunjuk ke bagian roda kereta di hologram. "Kita akan mengganti roda besi ini dengan sistem Caterpillar Track (Rantai Tank) yang dilengkapi sirip pendorong. Ini memungkinkan kita bergerak di dasar laut yang berlumpur." Aku menunjuk ke cerobong asap. "Sistem pembakaran terbuka diganti dengan Sirkuit Hidro-Termal Tertutup. Kita tidak membuang uap ke luar. Kita mendinginkan uap itu menggunakan air laut dingin di luar dind
Di layar monitor ruang kendali The Sovereign, aku melihat mereka datang.Satu regu pengintai elit. 12 Orc dengan zirah baja hitam mengkilap, dipimpin oleh seorang Centurion (Komandan) yang tingginya hampir tiga meter. Mereka tidak membawa kapak kasar seperti Orc biasa. Mereka membawa senapan serbu otomatis dan mengenakan Visor Taktis yang menyala merah.[UNIT: ELITE SCOUT - ARES LEGION][OBJECTIVE: RECON & ELIMINATE][MORALE: 100% (FEARLESS)]Mereka bergerak dalam formasi taktis sempurna, menyusuri jalan raya utama Sektor Industri yang gelap dan berkabut."Mereka disiplin," komentar Darrius, yang sedang mengasah pedang Nightfall-nya di sudut ruangan. "Tidak ada suara langkah kaki. Mereka pembunuh profesional.""Mereka unit RTS (Real-Time Strategy)," koreksiku, mengetuk layar tablet. "Mereka diprogram untuk bertarung secara efisien. Mereka tidak takut mati, karena mereka tahu mereka bisa diproduksi ulang di pabrik."
Asap rokok di The Velvet Room berwarna merah muda dan berbau seperti stroberi sintetis. Di sekeliling kami, monster glitch minum oli dari gelas martini, mengabaikan keberadaan dua manusia yang baru saja masuk ke sarang mereka. Vox, si Pria Kepala TV, mengocok kartunya dengan gaya teatrikal. "Informasi itu mahal, Yang Mulia Admin," suara Vox berderak statis. Layar wajahnya menampilkan simbol mata uang Dollar ($) yang berputar. "Kredit Datamu (AC) belum laku di sini. Aku butuh sesuatu yang lebih... substansial." "Aku bisa memperbaiki dead pixel di layar wajahmu," tawarku santai, duduk di kursi bar sambil menyilangkan kaki. "Aku lihat kau punya lag 0.5 detik di sistem motormu. Pasti menyebalkan saat mengocok kartu, kan?" Vox berhenti. Simbol Dollar di wajahnya berganti menjadi tanda seru (!). "Kau bisa memperbaiki kode legacy?" tanyanya, nada suaranya penuh harap. "Developer sialan itu membiarkanku nge-bug sejak
Matahari ungu di atas Ibukota Runtuh baru saja terbit, tapi antrean di depan Stasiun Menara Jam sudah mengular.Aroma sup tomat segar—tomat asli dari Laboratorium Bawah Tanah—menguap ke udara, membuat perut semua orang keroncongan. Itu adalah aroma kehidupan di tengah kota mati.Tapi ada keributan di barisan depan."Apa maksudmu emas ini tidak laku?!" teriak seorang prajurit Dwarf, membanting kantong kulit berisi koin emas Kekaisaran ke atas meja distribusi makanan. Koin-koin itu berguling, berkilauan, dan... sama sekali tidak berguna.Finn, yang bertugas menjaga panci sup, menghela napas lelah. "Grom, dengarkan aku. Kita tidak punya pedagang. Kita tidak bisa membeli bir atau baju zirah baru dengan emas itu. Di sini, emas cuma batu kuning yang berat.""Tapi ini upahku selama sepuluh tahun mengabdi pada Raja Thrain!" Grom marah, wajahnya memerah. "Kau bilang hartaku sampah?"Suasana memanas. Prajurit lain mulai memegang senjata me
Pintu masuk fasilitas Aethelgard Bioscience tidak terlihat seperti pintu. Itu terlihat seperti dinding beton kosong di stasiun kereta bawah tanah yang runtuh.Tapi bagiku, dengan mata Admin yang baru saja "dikalibrasi", aku melihat garis-garis sirkuit biru yang tersembunyi di balik lumut tembok."Di sini," tunjukku.Aku menempelkan Keycard biru yang kami temukan dari mayat Scavenger semalam.BEEP.Suara elektronik yang jernih terdengar—suara yang terlalu bersih untuk dunia yang sedang kiamat ini. Beton itu bergeser, mendesis saat segel udara (airlock) terbuka setelah ribuan tahun tertutup. Udara dingin berbau antiseptik dan tanah basah berhembus keluar."Baunya seperti... rumah sakit," komentar Solon, menutup hidungnya dengan lengan jubah."Baunya seperti laboratorium," koreksiku. "Dan laboratorium berarti sumber daya."Kami masuk. Aku, Darrius, Finn, dan lima prajurit Dwarf elit.Di dalam, lampu jalur
Malam pertama di "Zona Nol" tidak gelap gulita, dan itu masalahnya.Matahari buatan yang kuatur siang tadi memang sudah terbenam, tapi langit malam di atas Ibukota Runtuh tidak memiliki bintang yang stabil. Kadang ada flicker (kedipan) cahaya putih acak, seperti lampu neon raksasa yang hampir putus.Di alun-alun stasiun Menara Jam, api unggun besar menyala. Bukan dari kayu, tapi dari tumpukan kursi plastik kuno yang kami temukan di ruang tunggu. Plastik itu terbakar dengan warna hijau kimiawi dan bau yang aneh, tapi setidaknya memberikan kehangatan.Masalah terbesar kami bukan dingin. Tapi perut."Laporan logistik," kataku, duduk di atas peti amunisi sambil memijat kening.Finn membuka buku catatan kumalnya. Wajahnya muram."Populasi: 42 orang. Sisa ransum dari kereta: 15 kotak biskuit keras dan 4 jerigen air. Di luar zona aman, air sungai berasa seperti logam cair dan ikan-ikannya... well, ikan-ikannya berenang terbalik di udara







