Terlihat kedua orang tua Noval dan juga pamannya Mika. Di belakangnya, tampak Nenek Saseka berdiri di sana dengan tenang."Kamu tidak apa-apa?" tanya mamanya Noval dengan khawatir. Ketiganya pun kini sudah mendekati ranjang Mika."Tidak apa-apa, Ma. Mika hanya perlu beristirahat," ujar Nioval dengan tenang."Sykurlah." Ketiganya tampak mengembuskan napas penuh kelegaan.Nenek Saseka pun mendekati Mika. "Jadi, Mika. Apa yang ingin kamu lalukan pada mereka sekarang?" tanyanya tanpa basa-basi. Tentu saja Nenek Saseka mengetahui apa yang terjadi.Mika langsung menatap dengan datar. "Aku mau mereka pergi dari rumah ibuku, Nek. Aku ingin mereka jauh dariku. Aku sudah tidak mau melihat mereka lagi. Buat mereka hidup di jalanan. Buat mereka hidup susah." Dia berujar dengan kemarahan.Noval yang menyadari hal itu menggenggam tangan Mika berharap istrinya itu bisa tenang. Dia tidak mau Mika kenapa-napa.Nenek Saseka mengangguk. "Kamu akan dapatkan ini."Dia tersenyum, suka dengan keputusan Mika
Mika mulai membuka mata. Perempuan itu mengernyit kala cahaya mulai menerangi pandangan."Kamu sudah sadar?" Sebuah suara bertanya.Mika memegang keningnya lalu membuka mata secara perlahan dan akhirnya dia bisa melihat sosok suaminya dengan ekspresi khawatir."Aku kenapa?" tanyanya kemudian. Dia mencoba bangkit."Tidak usah. Kamu berbaring aja." Noval menahan Mika yang akan duduk. "Kamu baru saja sadar. Lebih baik kamu istirahat saja." Noval menasihati."Sebenarnya aku kenapa?" tanya Mika sekali lagi."Kamu tadi pingsan. Untung saja kamu tidak apa-apa. Ibu-Ibu yang nolongin tadi terus mereka menghubungi aku." Noval tersenyum ke arah Mika. Dia membelai kepala Mika dengan penuh cinta.Mika pun terdiam. Dia mencoba untuk mengingat apa yang terjadi. Sampai akhirnya dia pun berhasil mengingat semua kejadian yang sudah dia alami.Dirinya bertengkar dengan Olip lalu mengusir Olip dan juga Bu Tuti dari rumah
Plak.Satu tamparan mendarat di pipi Mika dari Olip. Perempuan itu tersenyum puas dengan apa yang dia lakukan. "Rasakan itu," ujar Olip."Itu untuk perempuan yang suka sekali mengganggu ketenangan keluargaku," lanjutnya kesal.Sedangkan Mika sendiri, dia merasa terkejut dengan apa yang dilakukan Olip. Perempuan itu memegangi pipinya yang terasa panas. Kemarahan pun mulai menyelubungi diri Mika. Tanpa banyak kata, dia langsung menatap Olip dengan tajam."Kau---" Mika langsung menarik rambut Olip sampai adik tirinya itu mendongak. "Kurang ajar!" Tanpa ampun Mika membalas tamparan Olip. Tidak hanya sekali tetapi berkali-kali. Kanan, kiri, kanan, kiri.Sampai akhirnya Olip pun terjatuh. Dia menangis, kesakitan dengan apa yang dilakukan oleh Mika. "Kau wanita kejam," ujar Olip memaki Mika."Singa saja akan menggigit kalau ada yang mengusik. Apalagi manusia? Aku selama ini diam bukan berarti karena aku takut sama kamu. Tapi karena aku malas meladeni kamu. Tapi, semakin lama kamu semakin ti
Bu Lestari dan Pak Eko mendatangi kantor polisi untuk mengunjungi Ridwan. Sebenarnya Pak Eko tidak mau. Hanya saja, istrinya yang memaksa.Tentu saja Ridwan merasa senang melihat kedua orang tuanya datang mengunjungi dirinya. "Ibu. Bapak," panggilnya seperti anak kecil.Jika Bu Lstari langsung memeluk Ridwan, berbeda dengan Pak Eko yang hanya duduk dengan melipat tangan di depan dada lalu mendengus ketika melihat putranya."Ridwan." Tentu saja sebagai seorang ibu, Bu Lestari merasa sedih melihat anaknya dipenjara."Kamu itu bagaimana bisa seperti ini?" tanyanya kemudian ketika mereka sudah melepaskan pelukan."Aku juga tidak tahu, Bu." Kapan pria ini akan mengatakan hal yang sebenarnya?"Ya Tuhan. Duduk-duduk." Bu Lestari meminta anaknya untuk duduk."Ini makan. Pasti kamu belum makan," ujar Bu Lestari memberikan makanan yang dia bawa pada Ridwan"Mana Mungkin, Bu. Dia sudah menjadi tahanan. Pastinya mendapat makan dari sini." Pak Eko berujar ketika melihat istrinya yang tampak berleb
Duduk di balkon lantai dua, Noval dan Mika memutuskan untuk mengobrol di tempat ini. "Jadi, apa aku sedang dibohongi dengan status kamu?" tanya Mika. Dia memeluk kedua kakinya.Noval menyandarkan punggung pada dinding lalu mendongak. "Kalau kamu menganggapnya begitu, aku bisa apa. Seperti yang aku katakan sebelumnya, ya benar aku anak dari seseorang yang cukup memiliki sesuatu. Dan aku hanya ingin memulai usaha dari nol yaitu membuka bengkel. Jadi, kalau dilihat dari sisiku, aku tidak berbohong. Aku hanya anak orang kaya yang ingin mandiri," jelas Noval.Noval mengalihkan pandangan ke arah Mika. "Selama ini aku juga tidak menutupi apa pun darimu, kan. Waktu kita menikah juga kedua orang tuaku yang datang. Bukan orang bayaran untuk menipu. Kecuali, kalau aku menyembunyikannya darimu." Dia memberikan senyuman miring.Mika pun ikut tersenyum. Kalau dipikir-pikir apa yang dikatakan oleh Noval benar adanya. Pria itu tidak pernah berbohong sebelumnya. Tidak ada indikasi menipu yang bisa di
Seperti orang kesetanan, Olip mendatangi kediaman Mika dengan marah-marah. Dia seperti hewan yang siap menyantap mangsanya.Tepat di depan kediaman rumah Mika, perempuan itu menggedor pintu rumah Mika dengan sangat keras. Lagi-lagi membuat beberapa warga yang mendengar menjadi berdatangan."Noval! Noval!" teriak Olip sangat keras. "Buka pintunya!" Olip terus berteriak. Tidak peduli kalau itu akan mengganggu orang lain."Aduh. Udah dong. Jangan bikin ulah lagi." Bu Tuti mendekati anaknya. Dia menahan tangan Olip agar tidak lagi menggedor pintu rumah Mika."Nggak bisa, Bu. Nggak bisa. Ini nggak bisa dibiarin. Mereka jangan dibiarkan seenaknya, Bu." Olip mencoba melepaskan tangannya dari cekalan tangan sang ibu."Olip. Sudahlah. Kamu jangan membuat ulah. Kalau kita dengar ceritanya tadi, suami kamu yang salah." Pak Purnomo ikut memberitahu putrinya. Asal kalian tahu saja, dia merasa takut saat ini. Takut kalau dia nanti akan diusir dari rumah oleh Mika.Bu Lestari yang mendengar itu mer