Beberapa bupan berlalu. Tampak Olip berjalan di pinggir trotoar dengan langkah lesu. Perempuan itu terlihat sangat jauh berbeda dengan kali terakhir melihatnya. Tampak lusuh dan kurus, hanya terlihat perutnya yang membesar karena usia kandungan yang bertambah.Rambutnya yang acak-acakan juga beberapa noda di wajah membuat Olip terlihat seperti seorang pengemis, gelandangan. Dia menguap keningnya yang dipenuhi keringat."Aku lapar," ujarnya kemudian. Perempuan itu mengelus perutnya dan mengedarkan pandangan.Samoa akhirnya dia melihat tong sampah tak jauh dari keberadaannya. Olip mempercepat langkah agar dia bisa sampai pada tong sampah itu. Setelah di dekatnya, dia mulai mengorek-orek tempat sampah itu untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan."Mana ya? Roti atau sisa nasi begitu untuk mengganjal perut." Olip terus mengorek tempat sampah di hadapannya.Jangan heran kalian melihat hal ini. Olip sudah melakukannya sejak lama. Semua ini karena Pak Purnomo, bapaknya tidak pernah memberikan
"Bapak ini apaan sih?" tanya Olip kesdal. Dia mencoba menarik tangannya yang sejak tadi ditarik oleh Pak Purnomo ketika dia menolak keluar dari rumah mertuanya.Olip mengentakkan kakinya kesal. "Ngapain coba narik aku tadi? Mereka udah ijinin aku tinggal di sana. Kok malah nggak boleh? Mereka yang punya rumah kok Bapak yang nggak ngebolehin?" Dia semakin kesal.Sedangkan Pak Purnomo sendiri juga ikut-ikutan kesal pada putrinya yang satu ini. "Heh! Itu bukan rumah kita," ujarnya dengan menunjuk ke arah rumah Pak Eko sebelumnya."Ya memang bukan rumah kalian. Setidaknya mereka itu mertua aku, mau merawat aku.""Kamu tega ninggalin kita?" tanya Pak Purnomo kemudian."Bapak sendiri tega lihat aku terlantar di jalanan. Aku ini sedang hamil loh," ujar Olip masih kekeh dengan pendapatnya."Heh! Kamu mau tinggal sama mertua kamu itu? Dia sudah pernah jahat sama kamu waktu dulu kamu tinggal di sana," ujar Bu Tuti mencoba mengingatkan bagaimana kelakuan Bu Lestari ketika Olip dulu tinggal di ru
Di sinilah saat ini Pak Purnomo, sang istri dan juga Olip. Setelah ide yang dilontarkan Pak Purnomo, mereka pun setuju dengan ide itu. Akhirnya ketiganya kini datang bertandang ke kediaman besan mereka."Ada apa ya, Pak. Kok Tumben datang kemari ramai-ramai?" tanya Pak Eko."Sampai bawa banyak barang begini," lanjutnya dengan menatap ke arah barang-barang milik keluarga Pak Purnomo.Pak Purnomo sendiri langsung sungkan mendapat pertanyaan begitu. "Ah, tidak, Pak. Kami ingin mengunjungi keluarga besan," ujarnya kemudian."Iya, Pak, Bu." Bu Tuti ikut menyahut. "Kami ingin mempererat tali. silaturahmi" Dia berujar.Bu Lestari yang melihat itu malah merasa curiga. "Jadi, kalian mau bertamu sampai membawa barang sebanyak ini mau silaturahmi model apa?" tanyanya dengan sinis. Mau bagaimanapun, dia masih kesal karena besan dan menantunya ini tidak peduli pada Ridwan yang kini masuk ke penjara.Bu Tuti tersenyum lebar. "Ah. Begini, Pak, Bu. Bagaimana kalau kita menghabiskan banyak waktu bersa
Mika menarik salah satu sudut bibirnya, merasa lucu dengan kalimat yang baru saja dia dengar dari Pak Purnomo.Membalikkan badan, dia menatap Pak Purnomo dengan santai. "Anak durhaka?" Dia menutupi bibirnya karena tak bisa berhenti tertawa."Pak Purnomo," panggil Mika. Pak Purnomo terkejut mendengar Mika memanggil namanya. "Mika," panggilnya dengan suara tercekat. Merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dia alami. Mika, sangat jauh berbeda."Sebutan anak durhaka itu, untuk anak yang melawan orang tuanya yang baik hati. Sedangkan kita, bagaimna dengan sikap Bapak dahulu?"tanya Mika yang kini sudah menatap Pak Purnomo dengan ekspresi datar."Lagi pun, memangnya, Pak Purnomo siapa? Orang tua aku? Bukan, kan?" lanjut Mika.Mika mendekati Pak Purnomo. "Pak Purnomo hanya seorang pria pengangguran yang kebetulan dipungut oleh ibu saya, dinikahi dan dinafkahi. Tapi, dengan tidak tahu dirinya, Anda yang diberi amanat menjaga saya, malah mendatangkan perempuan lain untuk tinggal di ruma
Terlihat kedua orang tua Noval dan juga pamannya Mika. Di belakangnya, tampak Nenek Saseka berdiri di sana dengan tenang."Kamu tidak apa-apa?" tanya mamanya Noval dengan khawatir. Ketiganya pun kini sudah mendekati ranjang Mika."Tidak apa-apa, Ma. Mika hanya perlu beristirahat," ujar Nioval dengan tenang."Sykurlah." Ketiganya tampak mengembuskan napas penuh kelegaan.Nenek Saseka pun mendekati Mika. "Jadi, Mika. Apa yang ingin kamu lalukan pada mereka sekarang?" tanyanya tanpa basa-basi. Tentu saja Nenek Saseka mengetahui apa yang terjadi.Mika langsung menatap dengan datar. "Aku mau mereka pergi dari rumah ibuku, Nek. Aku ingin mereka jauh dariku. Aku sudah tidak mau melihat mereka lagi. Buat mereka hidup di jalanan. Buat mereka hidup susah." Dia berujar dengan kemarahan.Noval yang menyadari hal itu menggenggam tangan Mika berharap istrinya itu bisa tenang. Dia tidak mau Mika kenapa-napa.Nenek Saseka mengangguk. "Kamu akan dapatkan ini."Dia tersenyum, suka dengan keputusan Mika
Mika mulai membuka mata. Perempuan itu mengernyit kala cahaya mulai menerangi pandangan."Kamu sudah sadar?" Sebuah suara bertanya.Mika memegang keningnya lalu membuka mata secara perlahan dan akhirnya dia bisa melihat sosok suaminya dengan ekspresi khawatir."Aku kenapa?" tanyanya kemudian. Dia mencoba bangkit."Tidak usah. Kamu berbaring aja." Noval menahan Mika yang akan duduk. "Kamu baru saja sadar. Lebih baik kamu istirahat saja." Noval menasihati."Sebenarnya aku kenapa?" tanya Mika sekali lagi."Kamu tadi pingsan. Untung saja kamu tidak apa-apa. Ibu-Ibu yang nolongin tadi terus mereka menghubungi aku." Noval tersenyum ke arah Mika. Dia membelai kepala Mika dengan penuh cinta.Mika pun terdiam. Dia mencoba untuk mengingat apa yang terjadi. Sampai akhirnya dia pun berhasil mengingat semua kejadian yang sudah dia alami.Dirinya bertengkar dengan Olip lalu mengusir Olip dan juga Bu Tuti dari rumah