Floryn merasa terkurung, ia tak bisa mengelak atau pun kabur. Nael terus mendesaknya, sampai ia bisa melihat pantulan dirinya sendiri di bola mata Nael. Namun, yang membuat Floryn terkejut tidak hanya sekedar Nael tahu bahwa dirinya pergi bersama Kenneth.“Na-Nael, ka-kamu … tahu Kak Ken?” tanya Floryn.Sebuah kejutan yang tidak Floryn sangka-sangka, bahwa Nael mengetahui sosok Ken adalah Kenneth.“Ya! Aku tahu,” jawabnya dingin. Tubuhnya terus menghimpit Floryn, tak membiarkan gadis itu untuk bergerak.Mata Floryn membulat. “Sejak kapan?” tanyanya.Nael mendengkus sambil menaikkan sebelah alisnya. “Apakah itu penting, Flo?” balasnya.Floryn meneguk ludahnya dengan susah payah. “Ma-maaf, Na-nael,” ucap Floryn dengan suara parau. Bahkan ia terbata, karena berusaha melawan rasa gugupnya.Tubuh kecilnya gemetar. Tatapan Nael benar-benar berbeda, ia baru melihat sorot mata tajam, dingin dan menusuk. Tidak hanya itu, rahangnya pun mengetat dan napasnya terasa panas.“Maaf, katamu? Setelah
Setelah acara selesai, keluarga Hartono mendapatkan fasilitas menginap gratis di Victory Hotel. Sebelum akhirnya mereka pergi ke kamar masing-masing, Nada mengundang keluarga Hartono untuk mengunjungi The Heaven—sebuah restoran mewah yang terletak di lantai atas gedung Victory Hotel.Tidak sembarang orang bisa memasuki tempat tersebut. Karena harga dan fasilitasnya yang sangat fantastis.“Terima kasih banyak, Bu Nada, Pak Adrian karena sudah memberikan fasilitas ini secara cuma-cuma,” ucap Samuel.“Sama-sama, Pak. Saya juga berterima kasih karena Pak Sam dan keluarga sudah merawat Floryn dan Bu Viona,” timpal Nada.Mereka sedang menikmati hidangan dan wine kualitas tinggi di The Heaven. Terlihat semua orang antusias, kecuali Grace. Ia masih sedikit memendam rasa kesal, karena kejadian sebelumnya.Samuel tersenyum. “Oh, ya … perasaan tadi saya lihat kalian bawa anak, ya?” tanyanya.“Oh itu … sudah di kamar, Pak. Bahaya juga kalau di bawa ke sini,” celetuk Adrian.“Sayang sekali, padaha
Ketika semua mata tertuju pada Albert, hanya Floryn yang mengarahkan pandangannya pada sosok suaminya. Ia melihat ada percikan api dari tatapan Nael, rahangnya mengetat, dan tangannya mengepal di bawah meja.Pidato Albert barusan terkesan diplomatis. Pria itu dengan terang-terangan menyampaikan apa tujuannya ke depan—menjadi Presdir Niskala. Tentu itu sedikit menyinggung ego Nael, yang memiliki tujuan yang sama. Setidaknya itu yang Floryn baca dari tatapan mata Nael.Albert turun dari podium dan kembali duduk bersama dengan keluarga Hartono. Ia melirik sekilas pada Nael, dan melempar senyum yang penuh arti pada anak pertamanya. Nael tetap bergeming—dalam diam ia menarik napas dalam.“Acara selanjutnya, mari kita simak sambutan dari pak Samuel Hartono, founder sekaligus Presiden Direktur Niskala!” ucap master of ceremony dengan suara yang lantang.Seketika riuh tepuk tangan menggema di area ballroom Victory Hotel. Musik pengiring menyambut kedatangan Samuel ke atas panggung. Pria itu k
Tatapan pria itu penuh tajam–penuh selidik. Ia melempar pandangan pada Floryn dan Kenneth secara bergantian.“Pak Kenneth? Kenapa kalian ada di sini?” tanyanya penuh rasa curiga.“Pak Axel,” balas Kenneth, sedikit terkejut dengan kemundulan Axel. Ia sempat menangkap Axel menyebut nama Floryn tadi–dan itu cukup mengguncang pikirannya.“Axel. Udah mulai?” tanya Floryn.Ia merasa mendapatkan sebuah oxygen di tengah tekanan yang menghimpitnya. Tentu saja Floryn tak ingin melepaskan kesempatan ini.“Sebentar lagi,” jawab Axel sambil menatap Floryn.Gadis itu mengirimkan sinyal dari sorot matanya. Meminta Axel untuk membawanya pergi dari sini.“Kalian ngapain? Kalian saling kenal?” tanya Axel.Floryn mendesah, nyatanya pria itu tidak peka.“Kami lagi ngobrol, Pak. Iya, saya sudah kenal Floryn sejak lama. Kebetulan saya murid dari ayahnya Floryn,” papar Kenneth.Axel mengangguk, sambil mengkerucutkan bibirnya. “Oh, pak Kevin,” katanya.Namun, Axel kembali menatap pada Floryn. Seketika gadis
Tangan Floryn terasa nyeri akibat cengkeraman pria itu yang begitu kuat. Tak hanya itu, langkah pria itu yang lebar dan cepat—membuat Floryn sedikit kesusahan dengan gaun dan alas kaki yang ia kenakan. Pria itu membawa Floryn keluar dari ballroom dan singgah di dekat dekat lorong menuju tangga darurat.Beberapa orang melintasi lorong, tapi tak ada satu pun yang memperhatikan mereka. Mungkin karena ini pesta besar, di mana semua orang terlalu sibuk menjaga citra masing-masing.“Lepas, Kak Ken!” sentak Floryn. Ya—pria yang menarik paksa Floryn adalah Kenneth Marsello.Floryn tentu sangat terkejut, ketika mendapati pria itu. Sehingga membuatnya tak bisa bereaksi—untuk menolak. Ia melupakan tentang Kenneth, padahal pria itu merupakan karyawan Niskala, dan tentunya dia hadir di acara ini. Seketika Floryn menyesal, karena tidak bisa lebih waspada.Kenneth melepaskan cengkramannya dari tangan Floryn. Ia menatap gadis itu—dari atas lalu turun ke bawah. Tentu saja Kenneth merasa terpana dengan
Setelah pertemuan dengan Nada di ruang tunggu, mereka segera menuju ballroom—saat seorang staff datang. Floryn merasakan degupan jantungnya semakin kencang, ketika melihat banyak orang dengan penampilan rapi dan berkelas.Ia sedang duduk di meja bundar, yang bertuliskan keluarga Hartono. Di sana ada Nael, Gabby dan Axel. Sedangkan Samuel dan Albert, terlihat sedang bertegur sapa dengan beberapa tamu penting di sana. Sedangkan Grace, terlihat berada di meja sebelah—bersama dengan beberapa wanita sebayanya.“Nael,” panggil seseorang pada Nael. Terlihat seorang pria muda—mungkin sebaya dengan Nael—berkacamata dan memiliki ekspresi wajah yang datar.Nael tentu langsung menoleh, dan ia sedikit terkejut. “Arthur?” sahut Nael.“Bisa kita bicara sebentar?” tanya pria yang bernama Arthur itu.“Oh tentu!” balas Nael. Ia melirik pada Floryn dan memegang tangan wanita itu. “Tunggu sebentar, ya,” pesannya, lalu pergi.Floryn hanya mengangguk, ada dan tidak adanya Nael di sampingnya—tak mampu menut