Sebuah perjanjian pernikahan misterius mengikat Floryn Viorentina Winata dengan Nathanael Hartono--putra keluarga konglomerat yang dingin. Tanpa cinta, tanpa pilihan, keduanya terjebak dalam ikatan pernikahan yang sudah diatur oleh kedua orang tua mereka. Lantas, mampukah Floryn bertahan dengan pernikahan yang jauh dari harapannya? Dan mungkinkah kehangatan tumbuh di antara dua hati yang dipaksa untuk bersatu?
View MorePrang!
Tiba-tiba, sebuah suara keras memecahkan keheningan. Seorang gadis yang sedang menyusun kue pada etalase, sontak menoleh ke arah pintu di samping meja kasir. “Ibu!” seru gadis bersurai hitam. Dia menyimpan nampan kue secara sembarang, lalu berlari menuju ruangan di balik pintu itu. Mata sang gadis membulat, tatkala melihat ibunya yang sudah terjatuh dari kursi roda. Tak hanya itu, dia bisa melihat loyang kue berserakan di dekat wanita paruh baya—yang nampak rapuh. “Ibu, sedang apa di sini?” tanya gadis itu. Dia berjongkok, mencoba memastikan kondisi ibunya. “Floryn, Ibu lupa belum membuat kue blackforest untuk ayahmu. Hari ini hari jadi pernikahan kami,” papar wanita paruh baya itu dengan suara yang lemah. Tatapannya terlihat linglung. Bahkan dia tidak fokus menatap anaknya. Mendengar penuturan sang ibu, gadis yang bernama Floryn mematung. Dalam hitungan detik, pandangannya terlihat kabur. Genangan air kini menumpuk di pelupuk mata. Bibir Floryn bergetar. “Ibu.” Suara Floryn bergetar sekarang. Tanpa disadari buliran air mata kini sudah membasahi pipi gadis berumur 24 tahun itu. Floryn terisak, lalu dia segera menghapus pipinya yang terasa basah. “Ayo aku bantu untuk duduk di kursi roda dulu,” ajaknya. Floryn membantu ibunya—Viona—untuk kembali duduk di kursi roda. Kemudian dia beranjak ke arah kulkas, dan mengeluarkan kue yang sejak tadi dibicarakan ibunya. Floryn pun mendekat pada Viona. “Lihat! Kuenya sudah aman, Bu,” ucap Floryn. Viona menatap kue yang di atasnya terdapat dua buah ceri merah. Sorot matanya berbinar, dan kedua sudut bibirnya terangkat. “Syukurlah, Kevin pasti suka,” terangnya senang. Berbeda dengan Viona yang merasa tenang, Floryn menatap nanar wajah sang ibu. Dadanya terasa sesak sekarang, jahitan luka dihatinya perlahan terbuka. “Sekarang, bagaimana kalau Ibu kembali ke kamar? Bukankah Ibu sedang membuatkan syal untuk hadiah ulang tahunku akhir tahun nanti?” ujar Floryn, mencoba untuk tegar. Viona pun mengangguk, tak ada yang harus di khawatirkan lagi. Kemudian Floryn mendorong kursi roda Viona, membawa wanita itu menuju kamarnya. Di sana Floryn menyelimuti kaki sang ibu dan memberikan peralatan rajut untuknya. “Ibu, aku kembali ke toko sebentar, ya,” ucap Floryn. Melihat ibunya yang sudah tenang dan kembali fokus dengan alat rajutnya. Floryn pun segera kembali ke toko kue, yang memang letaknya tepat di samping rumahnya. Namun, langkah Floryn terhenti saat melihat foto keluarganya yang menempel di dinding ruang keluarga. Untuk beberapa saat, tatapannya itu tertuju pada sosok pria yang ada pada gambar tersebut. “Ayah, aku harus bagaimana? Aku nggak tega lihat ibu tersiksa seperti ini. Kenapa Ayah tega meninggalkan kami berdua?” lirihnya. Lagi, buliran bening kini membasahi pipinya. Kenangan kelam itu kembali membayangi Floryn. Dia masih ingat dengan jelas, momen ketika tiba-tiba ayahnya dinyatakan meninggal oleh dokter. Padahal saat pagi, Floryn masih bercengkrama hangat dengan Kevin, ayahnya. Selepas kepergian Kevin, kondisi Viona perlahan memburuk. Awalnya Viona terkena stroke. Namun, seiring berjalannya waktu, Viona terkena penyakit demensia. Akibat rasa traumanya yang mendalam ditinggal oleh malaikat penjaganya. Ting! Suara dentingan bel dari toko kue menyadarkan Floryn. Dia mengerejap, lalu segera mengusap pipinya yang basah. Setelah itu, dia bergegas menuju tokonya. “Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Floryn pada sosok pelanggannya yang baru saja tiba. “Saya ingin bertemu dengan Floryn Viorentina Winata,” terang pria dengan balutan kemeja berwarna hitam. Tangan kanannya menenteng sebuah tas. Floryn terperanjat, tatkala pria misterius itu mencari dirinya. Bahkan bisa mengetahui nama lengkapnya dengan tepat. “Ma-maaf, ada urusan apa, ya?” tanya Floryn dengan hati-hati. Matanya sibuk menelisik sosok pria misterius itu. “Anda Floryn?” tanya pria itu dengan spontan. Floryn menjilat bibirnya yang terasa kering. Dia merasa tidak nyaman sekarang. “Y-ya, ta-tapi Anda si-siapa?” Floryn berbicara dengan terbata-bata. Keresahan sudah mulai terasa menjalar di setiap jengkal tubuhnya. Floryn merasa privasi dirinya terusik. Pria itu tidak langsung menjawab. Dia mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari tas hitam dan memberikan pada Floryn. “Apa ini?” tanya Floryn bingung. Dia segan untuk menerima benda tersebut. “Buka saja. Saya mendapatkan tugas dari atasan saya untuk memberikan ini pada Anda,” terang pria itu lagi. Untuk sesaat Floryn terdiam. Matanya menatap gamang pada benda berwarna cokelat itu. “Ambil dan bukalah,” desak pria itu sambil menyodorkan amplop tersebut. Rasa penasaran mulai mengusik dirinya, Floryn pun menerima. Dengan hati-hati dia membuka amplop tersebut. Kemudian dia mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya. Matanya langsung tertuju pada judul yang tertera di bagian atas tengah. Surat Perjanjian. Dua kata itu sukses membuat kedua alis Floryn hampir bertemu. Bola matanya bergerak dari kiri ke kanan. Membaca dengan seksama setiap kata dan kalimat yang tertulis pada secarik kertas tersebut. “Apa apaan ini?!” pekik Floryn. Dia beralih menatap pada pria misterius itu. Napasnya menderu sekarang. “Tidak! Aku tidak bisa terima. Tidak mungkin ayahku bikin perjanjian seperti ini. Dia tidak pernah membicarakan hal gila ini padaku!” Namun, pria itu merespon dengan mengedikkan bahunya. Dan itu sukses membuat Floryn kesal. “Kembalikan ini pada atasanmu. Bilang padanya, kalau aku menolak perjanjian ini! Aku tidak mau menikah dengan pria yang sama sekali tidak aku kenal!" tegas Floryn. Dia melempar kertas tersebut. Kertas itu terjatuh ke lantai, pria itu segera memungutnya. Kemudian dia menatap Floryn. “Baiklah, akan aku sampaikan. Tapi, tolong siapkan uang pinalti atas konsekuensi menolak perjanjian ini,” terangnya. Sontak Floryn terperanjat, “Pinalti?” ulangnya. “Ya, 1 Miliar. Anda harus membayar uang pinalti, karena menolak perjanjian ini.” “Apa? 1 Miliar? Gila!” BERSAMBUNG ….Setelah pertemuan dengan Nada di ruang tunggu, mereka segera menuju ballroom—saat seorang staff datang. Floryn merasakan degupan jantungnya semakin kencang, ketika melihat banyak orang dengan penampilan rapi dan berkelas.Ia sedang duduk di meja bundar, yang bertuliskan keluarga Hartono. Di sana ada Nael, Gabby dan Axel. Sedangkan Samuel dan Albert, terlihat sedang bertegur sapa dengan beberapa tamu penting di sana. Sedangkan Grace, terlihat berada di meja sebelah—bersama dengan beberapa wanita sebayanya.“Nael,” panggil seseorang pada Nael. Terlihat seorang pria muda—mungkin sebaya dengan Nael—berkacamata dan memiliki ekspresi wajah yang datar.Nael tentu langsung menoleh, dan ia sedikit terkejut. “Arthur?” sahut Nael.“Bisa kita bicara sebentar?” tanya pria yang bernama Arthur itu.“Oh tentu!” balas Nael. Ia melirik pada Floryn dan memegang tangan wanita itu. “Tunggu sebentar, ya,” pesannya, lalu pergi.Floryn hanya mengangguk, ada dan tidak adanya Nael di sampingnya—tak mampu menut
Suara perempuan menginterupsi pembicaraan mereka. Langkahnya sangat elegant—masuk ke dalam ruang tunggu VVIP. Di samping perempuan itu, berdiri seorang pria jangkung dan seorang anak laki-laki berumur sekitar sepuluh tahun.Grace tergagap, ia mundur satu langkah. Wajahnya kaku—seperti kanebo kering—saat mendapati sosok perempuan yang begitu dihormatinya tiba-tiba saja muncul. Umur wanita itu memang jauh lebih muda dari Grace, tapi status sosialnya—tentu di atas Grace.“Bu … bu Nada,” ucap Grace dengan tenggorokannya yang tercekat.Albert yang ada di ruangan tersebut langsung bangkit dengan sorot mata yang gugup. Mendadak suasana di ruangan itu terasa lebih menegangkan.“Bu Grace, bisa jelaskan maksud ucapanmu?” Nada bicara Nada menekan, tatapannya tajam. Ia mendekat ke arah Grace.“Ah … itu.” Bicara Grace terdengar gugup. Bahkan ia mengalihkan pandangan ke sembarang tempat—tak ingin bertatap dengan Nada.Tidak bisa membiarkan hal kecil ini menjadi serius, Albert langsung mendekat pada
“Aku nggak pernah beliin kamu gaun. Nael emang mempersiapkan itu untuk kamu pakai saat keluarga Fernandi datang,” terang Gabby memperjelas keadaannya. Gadis itu menoleh ke arah jendela, menatap jalanan dengan tatapan nanar. Ada kerutan penyesalan terlukis pada raut wajahnya. “Sayangnya saat itu aku nggak dewasa. Aku mewarisi sifat tempramen Mama dan masih berada di bawah kendali dia. Tapi … sekarang aku nggak akan kayak gitu lagi,” ucapnya lirih. Kalimat terakhir nyaris tak terdengar dan termasarkan dengan suara klakson mobil. Floryn terdiam, ia melihat Gabby yang seolah sedang merenungi kesalahannya. Hanya saja, ia masih ingin mengajukan pertanyaan lain. “Terus, kenapa kamu yang kasih gaun itu, bukan Nael?” tanya Floryn. Gabby menoleh, ia tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. “Aku nggak tahu dan dia nggak kasih tahu. Dia cuma memerintahku dengan sebuah ancaman,” ungkapnya. Floryn menarik dirinya, ia hanya bisa menghela napas. Untuk bagian itu, sepertinya bukan ranah Floryn un
Floryn menatap gaun yang minggu lalu baru saja dipilih Nael, untuk digunakan olehnya di acara anniversary Niskala hari ini. Ia memejamkan matanya, ada perasaan gugup yang mulai merayap. Rasanya Floryn merasa kurang percaya diri dengan gaun itu. Karena ia merasa belum pantas menggunakan gaun semewah itu. Tok. Tok. Tok. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Floryn. Ia menoleh dan bergegas membuka pintu, lalu mendapati Gabby di hadapannya. “Flo, kamu belum siap-siap buat acara nanti malam?” tanya Gabby, melihat kakak iparnya itu masih mengenakan pakaian santainya. “Hmm?” Floryn menyahut, wajahnya nampak bingung. “Aku baru nyiapin gaunnya. Nanti baru mau mandi dan baru siap-siap,” ujarnya. Gabby mengerutkan alisnya. “Kamu siap-siap di mana?” tanyanya lagi. “Di mana?” Wajah Floryn semakin menunjukkan kebingungan. “Ya di sini,” katanya polos. Mendengar pengakuan Floryn membuat Gabby menghela napas kasar. Bahunya tiba-tiba melemas dan lehernya terasa tak bertulang. Sedetik kemudian i
Perkataan Axel beberapa hari lalu, mampu membuat hati Nael terprovokasi. Sejak kemarin, pikirannya tak luput dari sosok Floryn. Tiba-tiba saja kenangan manis saat Floryn ulang tahun kembali berputar di benaknya. Momen saat mereka saling memagut dalam keheningan malam dan suasana romantisme di dalamnya. Mampu membangkitkan sisi lain dari diri Nael. Seringkali ia menahan hasratnya, karena tak ingin membuat Floryn merasa tidak nyaman. Bagaimanapun juga Nael harus bisa mengambil hati Floryn secara perlahan. “Arrgh! Apa aku minta aja, ya?” erangnya. Nael merasa frustrasi pagi ini, karena semalam ia memimpikan hal yang selama ini dipendamnya. Ia bersama dengan Floryn, menghabiskan malam yang bercampur keringat. Sampai Nael harus terbangun di jam tiga subuh dan tak bisa untuk kembali terlelap. Tak ingin mengganggu Floryn yang tertidur dengan wajah polosnya. Nael memutuskan untuk mandi dan langsung bekerja di ruang kerjanya. Sekarang, ia akan kembali ke kamar dan berganti pakaian. Namun,
Singkat tapi berkesan, begitulah yang dirasakan Nael. Walau Viona menganggapnya sebagai Kevin, tapi ia juga mendapatkan porsi sebagai suami untuk Floryn.“Sepertinya aku harus mengagendakan liburan berdua sama Floryn,” gumam Nael, sambil tersenyum.“Ya, Pak? Bagaimana?” sahut Savero yang kini berada di hadapan Nael.Sedangkan tepat di sampingnya, Lily menyikut Nael dan membuat dirinya mengerjap.“Ya? Gimana?” ucap Nael dengan wajah bingung.“Tadi, Bapak bi—”“Sepertinya Pak Nael lagi memikirkan acara family gathering untuk departemen kita, Pak Savero,” sela Lily.Savero mengangguk sambil membuka mulutnya kecil. Nael memijat keningnya sambil menunduk—mencoba menyembunyikan ekspresi canggung di wajahnya.“Jadi, untuk program ini apa kita approve saja, Pak?” Savero menanyakan kembali tujuannya datang ke ruangan Nael.Nael pun mengangguk. “Approve, masukkan ke timeline program kita tahun depan, ya. Siapkan juga bahannya untuk nanti saya sampaikan di rapat dewan direksi,” jawabnya.Setelah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments