Share

Bab 7

Author: Dzakiyah
Rebecca merasa sangat bingung. Biasanya, Adrian bahkan jarang mengirim pesan kepadanya. Kenapa Adrian bisa meneleponnya bahkan sampai sebanyak ini?

Rebecca pulang ke rumah dengan heran. Begitu melihatnya, pembantu langsung berseru gembira, “Nyonya, akhirnya kamu pulang juga. Selama kamu nggak ada rumah beberapa hari ini, Pak Adrian seperti sudah mau gila. Nggak ada satu pun masakan kami yang cocok sama seleranya.”

Setelah mendengarnya, Rebecca pun mengerti. Ternyata Adrian tidak terbiasa karena bukan dia yang memasak. Namun, cepat atau lambat, dia juga harus terbiasa. Bagaimanapun juga, kelak tidak akan ada lagi orang yang sengaja mempelajari resep dan memasak makanan kesukaannya.

Rebecca berganti sepatu dan berjalan ke ruang tamu. Adrian sedang duduk bengong dengan kening berkerut di sofa. Aura yang dipancarkannya sangat suram.

Ketika mendengar suara langkah kaki, Adrian pun berangsur-angsur mengangkat kepala. Matanya dipenuhi dengan kelelahan. Namun, begitu melihat Rebecca, matanya langsung berbinar.

Adrian segera bangkit dan berkata dengan agak marah, “Kamu pergi ke mana? Aku sudah meneleponmu berkali-kali, kenapa kamu nggak angkat telepon?”

Rebecca berjalan ke depan sofa dan duduk sebelum menjawab, “Aku diopname di rumah sakit. Aku baru diperbolehkan pulang hari ini.”

Begitu mendengarnya, Adrian langsung terkejut. Dia sibuk menjaga Irene hingga hampir lupa mengenai kecelakaan itu. Waktu itu, dia percaya pada ucapan Aiden dan mengira Rebecca memang hanya sedang bersandiwara karena cemburu.

Adrian mengira Rebecca hanya terluka ringan. Tak disangka, dia benar-benar terluka serius sampai perlu diopname di rumah sakit.

Adrian pun merasa bersalah dan berkata dengan ragu, “Kamu nggak marah soal insiden hari itu, ‘kan? Aku juga nggak nyangka keadaanmu separah itu. Kalau Irene nggak segera diobati, nyawanya akan terancam. Makanya, aku baru terpaksa tinggalkan kamu.”

Setelah mendengarnya, Rebecca hanya merasa semua ini sangat ironis. Ada beberapa bagian tubuhnya yang tergores bahkan sampai berdarah, tetapi Adrian mengabaikannya. Sementara itu, Irene yang hanya fobia darah malah dibilang nyawanya terancam.

Namun, Rebecca langsung mengikhlaskannya. Bagaimanapun juga, seseorang pasti akan memperlakukan orang yang dicintainya dengan spesial. Ini merupakan hal yang sangat wajar. Lagi pula, hubungannya dengan Adrian juga hanya sebatas dilandaskan kontrak.

Rebecca mengiakannya dengan acuh tak acuh dan hendak bangkit. Di sisi lain, Adrian melihat naskah prosa yang dipegangnya dan bertanya, “Sejak kapan kamu punya minat dalam menulis?”

Ucapan itu seketika membuat tatapan Rebecca menjadi dingin. Setiap tahun, dia selalu menuliskan puisi untuk Adrian pada hari ulang tahun pernikahan mereka. Namun, Adrian selalu bersikap cuek dan langsung meletakkannya di gudang. Adrian tentu saja tidak tahu bahwa Rebecca mahir dalam menulis karya sastra.

Rebecca menjawab dengan dingin, “Cuma asal nulis.”

Adrian juga tidak melanjutkan topik ini. Dia hanya menatap Rebecca dan berujar, “Nafsu makanku selama beberapa hari terakhir kurang bagus. Aku pengen makan daging tumis lada buatanmu.”

Rebecca menunjuk ke kulkas dan menjawab, “Nggak ada bahannya.”

Adrian tertegun, lalu buru-buru berkata, “Kalau begitu, aku temani kamu belanja.”

Baru saja Adrian selesai berbicara, Irene pun berjalan turun sambil memegang koper.

Tidak lama kemudian, Aiden juga turun dan mencengkeram tangan Irene sambil berujar dengan sedih, “Bibi Irene, bisa nggak kamu jangan pergi? Aiden dan Papa nggak rela kamu pergi.”

“Aiden, jangan sedih. Bukannya kita akan ketemu di pesta tahunan malam ini?”

Kemudian, Irene dan Adrian mengobrol sejenak. Sementara itu, Aiden mencengkeram tangan Adrian dengan panik. “Papa, jangan berdiri saja. Cepat antar Bibi Irene!”

Adrian terlihat ragu. Dia menunjuk Rebecca dan menjawab, “Tapi, aku ....”

Sebelum Adrian menyelesaikan kata-katanya, Rebecca sudah menyela, “Kamu pergi antar Irene saja. Dia butuh kamu.”

Adrian langsung merasa panik. Dia menarik Rebecca berjalan sedikit menjauh.

“Rebecca, di musim dingin tahun ini, kita bawa Aiden ke Hokkani, ya.” Adrian berkata dengan nada yang jarang terdengar lembut, “Bukannya kamu juga selalu pengen pergi ke sana? Ayo kita sekeluarga pergi bersama.”

Rebecca memandang dua orang yang sedang bergurau dengan gembira di belakang Adrian, seolah-olah mereka barulah ibu dan anak. Dia pun menjawab dengan acuh tak acuh, “Lihat saja nanti.”

Bagaimanapun juga, Rebecca akan segera pergi. Mana mungkin dia memiliki kesempatan seperti itu lagi?

Aiden tidak berhenti berseru untuk menyuruh ayahnya naik ke mobil. Adrian merasa cemas, tetapi tetap naik ke mobil dengan ragu.

Rebecca berdiri diam di tempat, lalu menatap kalender sambil tersenyum. Setelah melewati malam ini, dia sudah benar-benar bisa meninggalkan kediaman Keluarga Pangestu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Berlandaskan Kontrak   Bab 21

    “Dua tahun lalu, bisnis Keluarga Pangestu mulai merosot. Seiring dengan munculnya begitu banyak perusahaan baru, Keluarga Pangestu makin terdesak. Sekarang, mereka bahkan nggak mampu bersaing dengan perusahaan kecil. Jadi, wajar saja mereka jual aset-aset mereka.”Begitu mendengarnya, Rebecca pun membelalak terkejut. Dia memang tidak mengetahui informasi ini. Setelah meninggalkan rumah sakit terakhir kali, dia pun sepenuhnya kehilangan kontak dengan Adrian. Selama ini, Rebecca juga berkembang di luar negeri. Jadi, dia sama sekali tidak mengetahui perubahan drastis Keluarga Pangestu.Ketika makan sampai setengah, Kayla tiba-tiba berkata, “Papa, aku pengen muntah.”Zayn pun terkejut dan buru-buru menyentuh dahi Kayla. Ternyata, Kayla demam tinggi. Dia pun berujar dengan cemas, “Mungkin dia nggak terbiasa sama cuaca di sini. Begitu pulang, dia langsung demam.”Rebecca pun buru-buru bangkit dan memanggil taksi untuk mengantar Kayla ke rumah sakit. Setelah tiba di rumah sakit, dokter membu

  • Pernikahan Berlandaskan Kontrak   Bab 20

    Baru saja Irene selesai berbicara, polisi pun tiba. Irene diborgol dan dibawa pergi oleh polisi, tetapi dia tidak lagi melawan. Wajahnya terlihat pucat pasi dan tidak menunjukkan sedikit pun semangat hidup.Pada saat ini, Rebecca menggenggam tangan Adrian dengan cemas dan berkata dengan suara gemetar, “Adrian, bertahanlah. Ambulans akan segera tiba.”Adrian mengerahkan seluruh tenaganya untuk berbicara dengan susah payah, “Rebecca, maaf. Ini adalah utangku padamu di hidup ini, sudah seharusnya aku membayarnya.”Sepuluh menit kemudian, Adrian dibawa ke ruang UGD. Setelah tim medis berjuang untuk menyelamatkannya selama beberapa jam, detak jantungnya akhirnya pulih kembali.Oleh karena masalah ini, Rebecca pun menunda kepulangannya selama beberapa hari. Dia merawat Adrian di rumah sakit seperti dulu. Ketika Adrian sadar, orang pertama yang dilihatnya adalah Rebecca.Rebecca memberinya air, lalu menanyakan keadaannya. Namun, Adrian hanya menatap Rebecca tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

  • Pernikahan Berlandaskan Kontrak   Bab 19

    Begitu mendengar laporan itu, wajah Adrian langsung memucat. Setelah Rebecca pergi, Aiden adalah segalanya baginya. Tanpa Aiden, Adrian tidak mungkin dapat bertahan hidup. Sekarang, Aiden malah hilang.Rebecca juga mendengar ucapan orang di ujung telepon. Dia menatap Adrian dan berkata, “Kamu jangan panik dulu. Coba tanya apa ada orang di sekitarmu yang menjemputnya atau nggak.”Kemudian, Adrian mulai menelepon orang-orang di sekitarnya dengan tergesa-gesa. Setelah bertanya pada semua orang, dia masih tidak menemukan Aiden, sampai sebuah pesan masuk.[ Aiden ada di tanganku. Kalau mau selamatkan dia, jangan lapor polisi. Bawa uang tunai sebesar 10 miliar kemari. ]Selanjutnya, orang itu juga mengirim pesan berisi alamat sebuah pabrik yang sudah ditelantarkan.Setelah membaca pesan itu, Adrian menatap Rebecca dan berujar dengan suara gemetar, “Aiden ... Aiden diculik.”Setelah mendengarnya, Rebecca merasa terkejut, tetapi tetap berkata dengan tenang, “Lakukan semuanya sesuai kata pencul

  • Pernikahan Berlandaskan Kontrak   Bab 18

    Seusai menegosiasikan bisnis dan keluar dari perusahaan, Rebecca melihat sebuah unit mobil Maybach yang mencolok. Orang yang bersandar di mobil adalah Adrian.Rebecca merasa agak heran. Dia tidak memberi tahu siapa pun mengenai negosiasi bisnisnya, tetapi Adrian malah menemukannya di sini.Begitu melihat Rebecca, Adrian buru-buru menghampirinya. “Rebecca, kita bicara dengan baik, ya?”Rebecca akhirnya naik ke mobil Adrian. Dia merasa memang ada sangat banyak hal yang seharusnya dibicarakannya dengan jelas bersama Adrian.Adrian mengemudikan mobil. Dia menoleh ke arah Rebecca dan bertanya, “Rebecca, dengar-dengar, kamu sudah dirikan perusahaan novel?”Rebecca mengangguk dengan dingin. Namun, Adrian tidak patah semangat, malah lanjut bertanya, “Kenapa dulu aku nggak pernah nyadar kamu tertarik dalam menulis?”Setelah mendengar pertanyaan itu, Rebecca pun tersenyum mengejek. “Karena kamu nggak peduli padaku, makanya kamu nggak bersedia untuk memahamiku. Kamu tentu saja nggak tahu hobiku.”

  • Pernikahan Berlandaskan Kontrak   Bab 17

    Rebecca menatap Aiden yang sudah bertambah tinggi sedikit, lalu menggeleng. Dia yang membesarkan Aiden secara pribadi, juga selalu bersikap sangat sabar dan memberikan seluruh kasih sayangnya kepada Aiden. Namun, Aiden malah berulang kali melukainya.Rebecca menyaksikan sendiri bagaimana Aiden bertumbuh besar, bagaimana dia perlahan-lahan belajar berjalan hingga masuk TK. Namun, Aiden malah memberikan emas batang pemberiannya setiap tahun kepada orang lain. Aiden bahkan selalu berasumsi yang terburuk tentang Rebecca, tetapi malah memperlakukan Irene dengan penuh kasih sayang dan selalu merasa Irene sangat baik. Jadi, cinta Rebecca terhadap Aiden itu memang nyata, tetapi kekecewaannya juga nyata.Mungkin saja dunia anak kecil sangat sederhana dan mereka menganggap semua masalah bisa diselesaikan hanya dengan satu ucapan permintaan maaf. Sayangnya, Rebecca adalah orang dewasa. Di dunia orang dewasa, permintaan maaf sama sekali tidak dapat menyelesaikan masalah apa pun.Rebecca menatap A

  • Pernikahan Berlandaskan Kontrak   Bab 16

    Setelah mendengar suara itu, Rebecca langsung menegang. Ketika seseorang makin berusaha untuk menghindari sesuatu, sesuatu itu malah akan muncul dengan makin mudah.Aiden memeluk kaki Rebecca dengan erat. Tidak peduli bagaimana Rebecca berusaha melepaskan diri, Aiden tetap tidak bersedia melepaskan Rebecca. Sikap Aiden ini sangat berbeda dengan bagaimana dia merasa risi pada Rebecca dulu. Namun, Rebecca tetap menepis Aiden dengan ekspresi yang sangat serius dan kesal.Aiden menatap Rebecca dengan tatapan bingung. Dia tidak mengerti kenapa ibu yang paling menyayanginya malah begitu membencinya sekarang. Dia sudah tidak bertemu dengan ibunya setahun penuh. Begitu bertemu lagi, ibunya malah begitu membencinya.Adrian menatap Rebecca dengan berlinang air mata dan berujar, “Rebecca, ke mana saja kamu dalam setahun ini? Aku sudah mencarimu ke mana-mana, tapi tetap nggak temukan kamu. Aku dan Aiden rindu banget sama kamu. Rebecca, kembali ke sisi kami, ya?”Suara Adrian terdengar gemetar. Uca

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status