Kelopak mata Arunika berkedip beberapa kali. Haruskah Arunika tenang begitu saja setelah mendapat jawaban dari Raynar?
“Semoga saja itu benar,” gumam Arunika.
Saat Arunika kembali menoleh, dia terkesiap melihat Raynar masih menatapnya. Apa pria itu mendengar apa yang dia gumamkan?
Namun, kali ini Arunika bisa merasakan pandangan Raynar yang hangat kepadanya. Lantas, Arunika tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangan dengan pelan ke arah jalanan.
Raynar masih menatap Arunika, sekali lagi senyum kecil bertahta di bibirnya.
Setelah beberapa saat, mereka sampai di rumah keluarga Raynar.
Arunika memandang rumah besar itu saat mereka sudah turun dari mobil. Jantungnya mendadak berdegup cepat, tampak jelas kegugupan tersirat di wajahnya.
Seperti apakah sikap keluarga Raynar?
“Ayo!”
Tiba-tiba Arunika merasakan tangannya digenggam oleh sebuah tangan besar yang hangat. Arunika langsung menoleh. Dia menatap tangan yang digenggam Raynar lalu beralih menatap Raynar yang hanya menatap lurus ke rumah mewah di depan mereka.
Meskipun Raynar tidak melihatnya, tetapi Arunika mengangguk kecil. Dia mengembuskan napas pelan untuk menyiapkan mental agar siap bertemu dengan keluarga Raynar.
“Siang, Tuan.” Seorang pelayan sudah menunggu di depan pintu. Dia menyapa Raynar seraya membungkukkan badan.
“Nyonya dan yang lain sudah menunggu di ruang makan,” ucap pelayan itu lagi tanpa menatap pada Raynar dan Arunika.
Arunika semakin gugup sampai menggenggam telapak tangan Raynar dengan kuat.
Raynar menoleh pada Arunika. Dia bisa merasakan ketegangan yang sedang Arunika rasakan.
“Nenekku sudah menunggu. Bersikaplah manis karena dia menyukainya,” ucap Raynar.
Arunika menatap pria itu. Dia mengangguk pelan, meskipun jantungnya berdegup kencang tetapi dia mencoba untuk tersenyum.
Mereka masuk menuju ruang makan. Saat sampai di sana, nenek, paman, bibi, dan sepupu Raynar sudah menunggu.
Tatapan Arunika pertama kali tertuju pada wanita tua yang duduk di kursi utama sedang menatap padanya dan Raynar, lalu di dekat wanita tua itu, ada tiga orang yang terlihat tak ramah sekali.
Apa mereka tak suka Arunika datang ke sana?
“Kupikir kalian tidak bisa datang.” Galuh Mahendra–nenek Raynar, langsung menyapa dan menyambut kedatangan cucu dan cucu menantunya itu.
Arunika mempertahankan senyumnya. Dia melihat wanita tua itu memulas senyum hangat padanya, membuat perasaannya sedikit lega, bahkan ketegangan yang sempat dirasakan mulai menguar perlahan.
Arunika menoleh pada Raynar yang memberinya isyarat agar mendekat pada sang nenek. Dia agak ragu, tetapi tatapan lembut Raynar membuat Arunika mengangguk pelan, memberanikan diri menghampiri wanita tua yang masih menatapnya itu.
Dia meraih tangan wanita tua itu, lantas mencium punggung tangan lalu memperkenalkan dirinya. “Aku Arunika, Nek.”
Nenek Galuh terkesiap melihat sikap Arunika yang begitu sopan.
Sejak setuju menjodohkan Arunika dengan Raynar, Nenek Galuh memang belum pernah melihat apalagi bertemu Arunika.
Selain cantik, ternyata Arunika memiliki perilaku baik, tidak sama dengan anak muda zaman sekarang. Bahkan cucu perempuannya juga tidak sesopan Arunika.
Sepertinya keputusannya memang tidak salah, ‘kan?
“Kamu manis sekali,” puji Nenek Galuh langsung menyukai Arunika.
Nenek Galuh menepuk-nepuk pelan punggung tangan Arunika. “Nenek senang akhirnya bisa bertemu denganmu dan melihatmu menjadi bagian dari keluarga ini.”
Nenek Galuh menggenggam erat telapak tangan Arunika, senyumannya penuh arti pada cucu menantunya itu.
Arunika membalas pujian itu dengan senyum manis. “Aku juga sangat senang bisa bertemu dengan Nenek.”
Setelah perkenalan singkat dengan Nenek Galuh, lalu Arunika beralih pada paman dan bibi Raynar. Namun, saat dia mengulurkan tangan untuk memberi salam, dua orang itu sengaja mengabaikan keberadaannya.
“Salam kenal, aku Arunika.”
Arunika tetap memperkenalkan diri lalu menarik tangannya karena sepertinya paman dan bibi Raynar tak mau bersentuhan dengannya.
Arunika juga melihat wanita muda duduk di samping paman dan bibi Raynar yang menatap sinis padanya.
Ada tiga orang di rumah itu yang terang-terangan menunjukkan tatapan tidak suka padanya.
Jadi, apa dia tidak diterima di rumah itu?
Raynar melihat sikap paman dan bibinya terhadap Arunika. Ekspresi wajah pria itu menggelap. Dia lantas menggandeng tangan Arunika dan mengajak istrinya itu duduk. Memberi isyarat agar Arunika mengabaikan paman dan bibi yang memang sejak dulu tidak menyukai Raynar.Melihat sikap Raynar. Stella–sepupu Raynar, menatap tak senang pada Arunika.Bukankah Raynar tidak menyukai wanita, lalu kenapa pria itu menikah dan malah terlihat perhatian pada wanita yang dibawanya itu? Stella menggenggam erat sendok yang dipegangnya.Perasaan marah bercokol di hatinya.“Karena kalian sudah datang, kita bisa mulai makan siangnya,” ucap Nenek Galuh.Saat para pelayan selesai menyiapkan makan siang dan semua orang siap untuk menyantap makanan. Mendadak, sebuah suara merdu terdengar di sana, “Kukira kamu tidak pernah akan menikah.”Suara Stella membuat tatapan semua orang tertuju pada wanita itu.Arunika langsung bisa menangkap maksud Stella. Sejak awal, Arunika menyadari tatapan mata wanita muda yang mungk
Raynar sedang menengadah dan memejam ketika sinar matahari senja menyinari wajahnya. Sinar matahari membuat wajah tampan Raynar terlihat semakin bersinar. Raynar sedang berada di samping rumah, berdiri di tepi kolam renang dengan kedua tangan dia masukkan ke dalam saku celana. Beberapa menit yang lalu, dia baru selesai menerima panggilan dari asisten pribadinya, tetapi dia tidak langsung kembali ke dalam rumah. Raynar ingin menenangkan dirinya lebih dulu sebelum kembali ke dalam rumah. Namun, perhatiannya tertarik ketika dia sayup-sayup mendengar suara sepupunya. Dengan perlahan Raynar mendekat ke arah dapur. Kedua alis Raynar terangkat melihat istrinya berani membalas ucapan Stella. Senyum tipis terukir di wajahnya. Dia akui Arunika sangat pemberani, bahkan sejak pertama kali mereka bertemu, wanita itu tak memperlihatkan rasa takut sama sekali. “Wanita miskin sepertimu tidak layak masuk ke keluarga kami! Sudah bisa ditebak tujuanmu mau menikah dengan Raynar yang jelas-jelas tidak
Arunika terus mengayunkan langkah mengikuti Raynar. Dia terkesan pada pria itu yang mau membelanya padahal Stella adalah saudara Raynar. Pasti itu karena Stella tadi bicara hal tidak mengenakkan, sehingga Raynar lebih memilih melindunginya, ‘kan? Ya, pasti begitu. Lagi pula Raynar juga selalu begini. Tampak begitu baik saat ada orang di sekitar mereka, tetapi begitu dingin ketika hanya berdua. Arunika harus bersabar dengan sikap suaminya ini. “Apa kita langsung pulang?” tanya Arunika. “Kita temui Nenek,” jawab Raynar tanpa menoleh pada Arunika yang berjalan di sampingnya. Tangan mereka saling bergandengan. Arunika memandang tangannya yang digenggam Raynar. Dia tidak berniat melepas genggaman itu. Meskipun tidak tahu apa maksud Raynar menggenggamnya, tetapi mungkin Raynar hanya ingin menunjukkan pada semua orang di rumah itu kalau mereka pasangan serasi. Mereka sampai di depan pintu kamar Nenek Galuh. Raynar mengetuk lebih dulu sebelum mengajak Arunika masuk. “Kemarilah!” Nenek
Raynar dan Arunika meninggalkan kamar Nenek Galuh, tetapi baru beberapa melangkah saat Laras memblokir jalan mereka di Lorong.Tatapan Laras tidak menyenangkan, merendahkan Raynar dan Arunika. "Kalian mau pulang?" tanyanya dengan nada tidak bersahabat."Ya," jawab Raynar, suaranya datar, namun genggamannya pada tangan Arunika menguat."Kita perlu bicara." Laras berbalik, langkahnya terayun menuju ruang keluarga, mengisyaratkan bahwa ini bukan sekadar percakapan biasa.Raynar dan Arunika mengikuti dalam diam.Di ruang keluarga, Hendry dan Laras telah menunggu, duduk dengan postur yang menegaskan kekuasaan, sorot mata mereka dingin dan angkuh."Apa yang ingin kalian bicarakan?" tanya Raynar, nada suaranya tanpa basa-basi.Raynar mungkin terdengar tidak sopan, tetapi itulah cara dia bersikap pada keluarga yang tak pernah menghargainya."Kami tidak tahu soal pernikahanmu," kata Hendry, nada suaranya menyiratkan ketidaksenangan. "Seolah kami bukan bagian dari keluarga ini."Hendry tidak pe
Saat malam hari. Arunika sudah memakai piyamanya dan bersiap tidur saat melihat Raynar keluar dari kamar ganti.Arunika melihat Raynar berjalan menuju pintu.“Kamu mau ke mana?” tanya Arunika memberanikan diri.Raynar menghentikan langkah sebelum mencapai pintu. Dia membalikkan badan pelan lalu memandang Arunika.Raynar melihat istrinya itu berdiri di sisi ranjang. Belum juga Raynar menjawab, Arunika sudah kembali berbicara.“Kamu mau ke ruang kerja?” tanya Arunika lagi ragu-ragu karena Raynar hanya diam.Apa Raynar akan menganggap Arunika cerewet karena banyak bertanya? “Tidurlah dulu.” Hanya kalimat itu yang keluar dari bibi Raynar.Setelah mengatakan itu, Raynar pergi meninggalkan Arunika di kamar.Arunika menggelembungkan kedua pipi seraya memainkan telunjuknya. Raynar meninggalkannya lagi di kamar, seperti saat di hotel waktu itu.“Apa dia menghindariku agar tidak tidur bersamaan?” Pikiran itu melintas di kepala Arunika.“Kalau dia terus menghindar, bagaimana caranya aku menggod
Jantung Arunika seakan berhenti berdetak. Tubuhnya membeku, menatap lekat pada pria yang kini menahan bobot tubuhnya agar tak menimpanya.“Kamu baik-baik saja? Sepertinya aku sangat mengejutkanmu, hm?” Suara itu, suara yang pernah mengisi hari-harinya di masa lalu.“Kak Nathan.” Hanya itu yang mampu terucap dari bibir Arunika.Dengan sigap, Arunika menegakkan tubuh, menciptakan jarak. Gerakan itu membuat tangan Nathan yang tadi bertengger di pinggangnya, kini menggantung di udara.Senyum Nathan mengembang. Namun, ada yang berbeda. Ada sesuatu yang tak terbaca di balik tatapan matanya. “Iya, aku kaget karena tiba-tiba Kak Nathan sudah di sampingku,” jelas Arunika gugup. “Aku tidak mendengar suara lonceng pintunya.”Senyum Nathan tak luntur. “Kamu terlalu fokus sampai tidak mendengar loncengnya.”Arunika mengangguk-angguk, kikuk. Pipinya merona, bukan hanya karena insiden tadi, tetapi juga karena beberapa pasang mata pelanggan kini tertuju padanya.Lagi-lagi dia membuat kegaduhan.Rasa
Di ruang rapat, seorang staf sedang melaporkan perencanaan proyek yang akan diambil oleh perusahaan. Raynar duduk di kursi pimpinan, tatapannya tajam memerhatikan presentasi laporan di hadapan. Di saat yang sama, Raynar melihat ponselnya di atas meja berkedip. Sebuah pesan masuk. Raynar mengambil ponselnya dan memeriksa pesan itu. [Anda meminta saya melaporkan apa pun yang Nona lakukan, jadi saya rasa perlu melaporkan ini.] Raynar telah menyuruh seseorang untuk mengikuti Arunika. Ibu jari Raynar bergerak membuka foto-foto yang dikirimkan orang suruhannya. Detik berikutnya, cengkeraman Raynar di ponsel menguat. Pria yang kemarin ada di kafe kini menemui istrinya lagi! Erik, asisten pribadi Raynar, duduk di sisi kanan Raynar tetapi langsung bisa merasakan aura gelap yang menguar dari atasannya. Dia melirik Raynar dan sudut matanya menangkap wajah Raynar yang terpaku pada layar ponsel, ekspresinya berubah dari datar menjadi sedingin es. “Pak.” Erik menyentuh lengan Raynar dengan
Nathan masih berada di kafe. Dia menghabiskan makanan yang dipesannya, seraya sesekali memperhatikan Arunika yang sedang melayani tamu.Tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan, tetapi tatapan matanya intens pada juniornya saat di kampus dulu.Nathan mengingat, dulu Arunika selalu tersenyum malu ketika bertemu dengannya. Saat ini, Arunika tetap masih sama, tetapi Nathan merasa sedikit berbeda. Bagaimana pun mereka sudah tidak berhubungan dan putus kontak sejak ia lulus dari universitas.Saat Nathan masih memperhatikan Arunika. Ada senyum tipis di bibirnya, namun raut wajahnya menunjukkan ketertarikan ketika melihat wanita itu memandang telepon lalu menempelkan di telinga dan pergi menuju pintu samping kafe.Tidak ingin kentara mengamati, Nathan menyesap minumannya. Namun, detik berikutnya Nathan berdiri dan berjalan ke arah Arunika pergi.“Bagaimana kabar Mama?” tanya Arunika setelah sang bibi di seberang panggilan membalas sapaannya.Sejak menikah Arunika belum bisa menghubungi bib
Raynar melihat titik koordinat Arunika yang berhenti. Dia mencoba menghubungi Arunika, tetapi alangkah terkejutnya dia saat mendengar suara otomatis yang memberitahukan kalau nomor Arunika tidak aktif.Kecemasan Raynar memuncak berkali-kali lipat, sampai Raynar melihat status yang dibuat Arunika terakhir kali, bunga mawar dengan caption sebuah keinginan.Rasa bersalah merayap di hatinya, andai Raynar tak menyuruh Arunika pulang lebih dulu, saat ini sang istri pasti masih di sampingnya.Raynar mengepalkan telapak tangan erat saat menyadari kalau titik koordinat itu berhenti di tengah jalan raya.“Pacu mobilnya lebih cepat!” perintah Raynar.Erik menginjak pedal gas semakin dalam, membuat mobil yang mereka tumpangi melesat lebih cepat.“Apa mungkin Arunika dibawa Nathan, Pak?” tanya Erik sambil melirik ke kaca spion tengah untuk melihat ekspresi wajah Raynar.“Aku tidak akan memberi ampun padanya jika terjadi sesuatu pada Aru!” geram Raynar dengan emosi yang meledak.**Di mobil Nathan.
“Cari dan tangkap dia!” perintah Raynar sambil memberikan foto yang Raynar pegang pada Tommy–orang kepercayaannya.Tatapannya begitu tajam penuh amarah karena semua kecurigaan tentang Nathan terbukti. Bahkan Raynar semakin emosi setelah mengetahui kalau wartawan yang menyebar berita buruk tentangnya, terbukti pernah bertemu dengan Nathan.Setelah Tommy menerima foto Nathan, ponsel Raynar berdering dan membuatnya langsung mengecek siapa yang menghubungi.Raynar melihat nama sopirnya terpampang di layar. Dia segera menjawab panggilan itu.“Ada apa?” tanya Raynar begitu ponsek menempel di telinga.“Tu-Tuan.” Raynar mengerutkan kening mendengar suara Pak Dodi terbata.“Ada apa? Kenapa ada suara sirine?” tanya Raynar dengan ekspresi wajah begitu tegang.“Tu-Tuan, kami menga-lami kece-lakaan. Saya bera-da di ambulans menuju rumah sa-kit, tapi saya ti-dak tahu Nyonya ada di ma-na. Saya ti-dak me-lihatnya saat pe-rawat menge-vakuasi saya,” ucap Pak Dodi terbata-bata dari seberang panggilan.
Arunika menyentuh kepalanya yang berdenyut perih. Saat merasakan sesuatu yang basah di keningnya, dia baru menyadari kalau keningnya berdarah.“Pak … Pak Dodi,” panggil Arunika mencoba membangunkan sopirnya yang tak sadarkan diri.Arunika semakin menekan kepalanya yang sakit. Dia menoleh ke luar, melihat banyak orang berkerumun menyaksikan kecelakaan yang terjadi.Arunika sangat lemas dan pusing karena masih syok dengan yang terjadi. Saat dia ingin sekali memejamkan mata, tiba-tiba ada yang membuka pintu mobilnya.“Aru.”Arunika menoleh, dia melihat Nathan membungkuk lalu meraih tangannya agar Arunika keluar dari mobil.“Kak Nathan,” lirih Arunika.Nathan membantu Arunika keluar dari mobil, sedangkan yang lainnya membuka pintu bagian depan untuk melihat kondisi Pak Dodi tetapi tidak ada yang berani mengeluarkannya karena satu kaki Pak Dodi terjepit bagian mobil yang ringsek.“Apa kamu baik-baik saja? Mana yang terluka?” tanya Nathan sambil mengeluarkan sapu tangan lalu menyeka darah d
Saat sore hari. Arunika merapikan meja dan siap untuk pulang. “Aru, aku pulang lebih dulu,” kata Nichole. “Iya, Pak. Hati-hati di jalan,” balas Arunika dengan senyum lebarnya. Setelah Nichole pergi. Arunika mengemas tasnya, saat akan memasukkan ponsel ke tas, Arunika mendapat pesan dari Raynar. [Pulanglah lebih dulu bersama Pak Dodi.] Arunika mengerutkan alis. Dia mendial nomor Raynar untuk bicara langsung dengan suaminya itu. “Ada apa, Ray? Kenapa aku disuruh pulang bersama Pak Dodi? Kamu tidak pulang, atau mau lembur?” tanya Arunika. “Aku harus mengurus sesuatu, jadi pulanglah lebih dulu,” ucap Raynar dari seberang panggilan. Dahi Arunika berkerut halus. “Apa ada masalah lagi?” tanya Arunika cemas. Dia heran kenapa banyak sekali masalah akhir-akhir ini. “Pelayan yang memberimu obat sudah tertangkap, aku mau menemuinya langsung untuk menginterogasinya.” Arunika sangat terkejut, tetapi juga lega karena akhirnya pelaku tertangkap. “Pulang bersama Pak Dodi dan jangan mampir
Keesokan harinya. Arunika sudah berpakaian rapi dan siap berangkat ke perusahaan.Arunika melihat suaminya yang sedang mengancingkan kemeja, lalu dia mendekat dan mengambil dasi untuk suaminya dari laci penyimpanan.“Menghadap ke sini,” kata Arunika.Raynar mengikuti ucapan istrinya. Dia membalikkan badan dan berdiri berhadapan dengan Arunika lalu membiarkan istrinya yang menyelesaikan mengancing semua manik kemeja.Setelah selesai, Arunika memakaikan dasi di kerah kemeja Raynar seperti biasa.“Hari ini jadwalku banyak keluar kantor, selama aku tidak ada di kantor, jangan pernah keluar tanpa izinku apalagi pergi menemui orang,” ucap Raynar memperingatkan, mengingat betapa cerobohnya Arunika.“Iya,” balas Arunika dengan senyum lebar, tak tersinggung sama sekali dengan larangan suaminya. “Aku akan terus di perusahaan, kamu jangan cemas.”Raynar mengecup lembut kening Arunika yang baru saja selesai mengikat dasi, membuat senyum di wajah istrinya kini mengembang sempurna.Mereka segera sa
Arunika menggigit bibir bawahnya setelah memberi izin pada suaminya. Dia melihat senyum lepas Raynar, sebelum suaminya itu merengkuh pinggangnya. Raynar menyentuhkan bibir mereka. Dia mulai melumat perlahan bibir ranum Arunika dengan penuh gairah. Arunika berpegangan pada kedua bahu Raynar dan matanya terpejam saat Raynar terus melumat bibirnya. Ciuman itu memanas, bahkan Raynar mengangkat tubuh Arunika untuk duduk berpindah ke atas pangkuannya dan posisi saling berhadapan. Kedua tangan Raynar mengusap lembut punggung Arunika saat bibir mereka saling memagut. Mereka berbalas lumatan untuk memuaskan satu sama lain. Raynar melepas pagutan bibir mereka, menjeda untuk mengambil napas sambil menatap wajah Arunika yang sudah memerah. Napas mereka memburu, saat saling tatap, keduanya tersenyum penuh arti. “Mau diranjang atau di sini?” tanya Raynar dengan isengnya. Arunika benar-benar malu. Meski ini bukan yang pertama kali, tetapi ini pertamanya dia melakukannya dengan sadar. “Ranjang
Arunika benar-benar di rumah beristirahat karena tubuhnya sangat lelah. Raynar pergi ke perusahaan karena ada urusan yang harus dikerjakan.Saat sore hari, Raynar pulang dan tak mendapati Arunika di lantai bawah.“Di mana Aru?” tanya Raynar.“Nyonya tidur seharian, Tuan. Dia masih di kamar,” jawab Sarah.Raynar pergi ke kamar, sesampainya di sana melihat Arunika yang masih tidur dengan sangat pulas.Dia tersenyum kecil, lalu mendekat ke ranjang dan duduk di tepian ranjang sambil memandang wajah sang istri. Raynar mengulurkan tangan, lalu mengusap lembut pipi istrinya itu.“Euh ….” Arunika melenguh, menggeliat karena sentuhan yang diberikan Raynar.“Ini sudah sore, kamu tidak bangun dan mandi?” tanya Raynar sambil menunggu Arunika membuka mata.Arunika mengerjap-ngerjapkan kelopak mata untuk mengembalikan kesadarannya. Dia menutup permukaan bibir saat menguap, lalu menatap pada Raynar yang ada di sampingnya.“Sudah sore, ya?” Arunika bicara dengan suara parau. Dia bangun perlahan, lalu
Arunika duduk di tepian ranjang sambil memainkan jari. Dia memakai baju yang disiapkan oleh Raynar, wajahnya masih terlihat merona, malu-malu karena akhirnya melakukan malam pertama dengan suaminya.“Apa kamu bertemu seseorang sebelum minum jus?” tanya Raynar yang baru saja keluar dari kamar mandi.“Apa?” Arunika terkejut karena sedang melamun.Saat mengangkat pandangan, Arunika melihat Raynar yang berdiri di depannya, dengan wajah begitu segar dan rambut basah berantakan yang sangat … menggoda.Arunika memejamkan mata sejenak dan mencoba menetralkan jantungnya yang mendadak berdegup dengan sangat cepat lagi.“Ada apa?” tanya Raynar karena Arunika terlihat aneh.Raynar sampai duduk di samping ranjang, lalu menyentuhkan punggung tangan di kening Arunika untuk memastikan apakah istrinya sakit atau tidak.“Tidak panas,” ucap Raynar.“Aku baik-baik saja,” balas Arunika.“Jadi, semalam kamu bertemu dengan seseorang atau tidak? Aku tidak yakin kalau pelayan itu melakukannya begitu saja tanp
Erik menunggu di luar kamar hotel. Dia berdiri bersandar dinding sambil memasukkan kedua tangan di saku celana, sedangkan satu kakinya menapak di dinding.Erik menunggu Raynar untuk memberikan informasi dan mengambil langkah selanjutnya.Tak beberapa lama, Erik melihat pintu kamar terbuka dan dia melihat Raynar keluar dari kamar dan masih memakai bathrobe.Ekspresi wajah atasannya itu begitu datar dan terlihat tak senang.“Bagaimana dengan Arunika, Pak?” tanya Erik langsung berdiri tegap dan menghampiri Raynar.“Menurutmu?”Erik langsung mengulum bibir sesaat, tidak mau salah ucap.“Oh ya, saya sudah mengecek Cctv hotel. Pelayan itu ternyata bukan pegawai hotel, Pak. Bisa jadi dia menyamar. Ini sudah saya konfirmasi langsung dengan manager hotel,” ujar Erik mulai menjelaskan.Ekspresi wajah Raynar berubah dingin. Seperti dugaannya, apa yang terjadi pada Arunika memang sudah direncanakan.“Saya juga sudah menyuruh orang untuk mengejar dan menangkapnya,” ucap Erik lagi.Raynar menganggu