Sore hari setelah Raynar selesai bertemu dengan perwakilan kolega bisnisnya, dia segera pulang karena sangat mencemaskan kondisi Arunika.Saat tiba di rumah, Raynar melihat rumah sepi dan hanya ada beberapa pelayan yang sedang membersihkan ruangan.“Apa Aru di kamar?” tanya Raynar saat bertemu dengan Sarah.Sarah menoleh ke lantai atas, lalu kembali menatap pada Raynar.“Iya, Tuan. Sejak pulang tadi, Nyonya hanya di kamar. Dia belum makan atau minum apa pun sejak tadi, padahal wajahnya pucat. Saya mencemaskan Nyonya,” jawab Sarah.Raynar segera pergi ke kamar setelah mendengar informasi dari Sarah. Sesampainya di kamar, Raynar melihat Arunika berbaring memunggungi pintu.Raynar mendekat, lalu dia duduk di tepian ranjang dan menyentuh lembut lengan Arunika.“Apa perutmu masih sakit? Kamu mau makan sesuatu, biar aku ambilkan?” tanya Raynar.Raynar tak mendapat jawaban dari Arunika meski istrinya itu tak tidur.“Apa aku membuat salah sampai kamu mendiamkanku?” tanya Raynar karena sudah bi
“Baiklah,” ucap Raynar mengiyakan keinginan istrinya. “Apa kamu bisa jalan?” tanya Raynar kemudian.Arunika tidak menjawab. Dia segera turun dari ranjang, tetapi tubuhnya limbung saat baru saja menginjakkan kaki di lantai.Raynar segera menopang tubuh Arunika dengan memegang kedua lengan istrinya itu.“Kondisi kesehatannya kurang baik, mungkin aku akan datang lain hari,” ucap Briella.Arunika diam dengan ekspresi kesal.“Ya,” balas Raynar lalu dia memapah istrinya keluar dari klinik.“Apa perutmu masih tidak nyaman?” tanya Raynar saat memapah menuju pintu keluar lobby.Arunika mengangguk kecil.“Yakin tidak mau ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisimu lebih lanjut?” tanya Raynar tak bisa menyembunyikan kecemasannya.Arunika menggeleng pelan.Raynar tak bisa memaksa Arunika, akhirnya dia mengikuti permintaan istrinya dahulu. Jika memang terdesak, baru dia akan memaksa Arunika untuk periksa ke rumah sakit agar tahu penyebab Arunika mendadak pingsan.Mobil Raynar siap di depan lobby. S
Arunika menatap Raynar yang hanya diam, lalu dia memandang ke arah wanita yang kini menghampiri mereka.Arunika mempererat genggaman tangan mereka saat melihat wanita itu semakin dekat, apalagi wanita itu tersenyum pada Raynar.“Hai, Ray. Bagaimana kabarmu?” tanya wanita bernama Briella yang berumur lebih tua dari Arunika itu.Arunika semakin mempererat genggaman, meningkatkan kewaspadaan karena wanita di depannya saat ini sedang menatap dalam pada suaminya sambil tersenyum manis yang entah apa artinya.“Baik,” jawab Raynar, “bagaimana kabarmu?” tanyanya kemudian.Arunika terkejut mendengar balasan sapaan dari Raynar. Dia kira Raynar akan mengabaikan wanita yang tak Arunika kenal itu, tetapi ternyata Raynar membalasnya bahkan menanyakan kabarnya?“Aku baru pulang kemarin, lalu hari ini sengaja ke sini untuk menemuimu. Dan ….” Briella menjeda ucapannya, lalu tatapannya beralih pada Arunika.Briella tersenyum tipis, lalu kembali berkata, “Sepertinya aku pulang terlambat. Bahkan aku tida
Raynar masih menatap datar pada sang paman, apalagi Hendry kini tersenyum tipis seperti mengejeknya.“Aku tidak tahu apa yang Paman katakan,” ucap Raynar.“Kakekmu sudah membuat janji, tapi kamu mengingkari janji itu dengan menikahi wanita luar yang tak jelas asal-usulnya. Apa kamu masih tidak berpikir untuk menjelaskannya,” kata Hendry dengan senyum mencibir.“Keluarganya mungkin saja bisa menerima, tapi bagaimana dengan anaknya?” tanya Hendry lagi.Hendry tahu kalau Raynar sudah dijodohkan dengan putri salah satu pengusaha sejak masih duduk di bangku SMA, apalagi keluarga itu adalah sahabat baik Hendry. Hanya saja Hendry tidak tahu kalau Yudha yang berubah pikiran lalu menjodohkan Raynar dengan Arunika.Dulu, setelah Raynar terjun ke dunia bisnis, Raynar memperlihatkan kalau dia gay, sehingga Hendry berpikir kalau tak perlu waspada apalagi gadis yang dijodohkan dengan Raynar akhirnya memilih mengurus bisnis di luar negeri dan menunda perjodohan karena rumor yang tersebar tentang Ray
Arunika mengajak Raynar makan malam setelah suaminya selesai mandi.Raynar sudah duduk di kursi utama, sedangkan Arunika sedang membuatkan jus lemon untuk suaminya.“Minumlah ini dulu sebelum makan,” kata Arunika agar bau alkohol di mulut suaminya sedikit tersamarkan.Raynar melakukan apa yang Arunika minta. Dia meminum jusnya sambil memerhatikan Arunika yang sedang mengambilkan makanan untuknya.“Makanlah yang banyak,” kata Arunika sambil meletakkan piring berisi makanan di meja, kemudian dia duduk di kursinya dan mulai mengambil makanan untuknya.“Entah kenapa, sejak kejadian di kapal, aku sering sekali berpikiran buruk jika tak segera mendapat kabar darimu. Aku harap kamu tidak marah,” kata Arunika sambil menggenggam erat sendok.Meskipun Arunika sempat marah, tetapi dia takut jika menyinggung karena suaminya pergi untuk urusan pekerjaan.“Aku tidak marah,” balas Raynar yang baru saja selesai minum jus. “Aku malah senang melihatmu cemburu.”Arunika melotot.“Mana ada cemburu? Siapa
“Kamu ada di mana sekarang? Kenapa tidak menjawab?” tanya Arunika waswas saat mendengar suara wanita dari seberang panggilan.“Aku sedang bertemu klien, Aru.”“Apa kliennya banyak dan semuanya wanita? Kenapa terdengar suara wanita tak hanya satu?” tanya Arunika sambil meremas bantal yang ada di pangkuannya.Di klub, Raynar memijat kening. Panik karena suara Arunika terdengar sangat marah. Apalagi dia melihat para wanita tadi melewatinya dan masuk ke ruangan kliennya.Jika Arunika tahu, bisa menjadi masalah besar.“Ray, apa kamu sedang bermain wanita di sana? Terdengar jelas para wanita itu tertawa, Ray.”Sekarang Raynar mendengar suara Arunika yang sedikit bergetar.“Tidak,” jawab Raynar, “aku akan pulang sekarang, kamu ….” Apa yang hendak dikatakan Raynar terjeda karena Arunika sudah mengakhiri panggilan itu lebih dulu.Erik keluar dari ruangan. Dia terlihat cemas sampai menoleh ke dalam lagi, lalu menatap pada Raynar.“Pak, Tuan Hanz malah memanggil wanita penghibur,” kata Erik sambi
Setelah beberapa hari berlayar, akhirnya Arunika dan Raynar mengakhiri liburan mereka dengan menyenangkan meski sempat ada tragedi kecil.Arunika dan Raynar baru saja sampai rumah. Arunika langsung masuk kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk dan sangat dia rindukan.“Istirahatlah, aku harus ke kantor,” kata Raynar sambil melepas pakaiannya lalu pergi ke kamar ganti untuk mengambil pakaian bersih.Arunika terkejut. Dia langsung bangun dari tidurnya, kemudian turun dari ranjang dan berjalan menghampiri suaminya.“Kita baru saja tiba di rumah, kenapa kamu langsung ke kantor?” tanya Arunika keheranan.“Ada rapat penting siang ini, aku tidak bisa meninggalkannya,” jawab Raynar.Arunika berdiri diam di ambang pintu memerhatikan suaminya yang sedang berganti pakaian.Arunika mendekat, lalu dia mengambil dasi dan mengikatkannya di kerah kemeja suaminya.“Apa kamu tidak capek?” tanya Arunika sambil fokus mengikat.“Tentu saja,” jawab Raynar sambil memerhatikan ekspresi wajah A
Raynar mengajak Arunika sarapan di restoran setelah Arunika agak tenang.Ketika mereka makan, Arunika melihat beberapa penumpang lain yang sedang sarapan, sesekali menatap ke arahnya.“Kejadian tadi pagi sepertinya sangat memalukan,” ucap Arunika.Raynar berhenti menyuapkan makanan ke mulut, lalu bertanya, “Kenapa kamu berpikir begitu, kamu tidak salah.”Arunika memasukkan suapan ke mulut lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan Raynar.“Iya memang, tapi Tania bicara sangat keras menyebutku sugar baby, lalu semua orang mulai menatapku. Dan, sekarang juga sepertinya masih,” ujar Arunika lalu melirik ke arah beberapa orang yang mencuri pandang ke arahnya.Raynar menoleh ke arah Arunika memandang. Dia melihat orang-orang itu langsung mengalihkan pandangan darinya.“Abaikan saja,” balas Raynar lalu meminta Arunika untuk melanjutkan makan.Saat mereka kembali makan, Tania tiba-tiba datang dan sekarang berdiri di samping meja sambil menatap pada Arunika.Raynar mengabaikan keberadaan Tania di
Raynar membawa Arunika ke kamar lalu menurunkan di atas sofa dengan perlahan. “Mana yang sakit?” tanya Raynar lalu mengecek pipi yang merah. “Ini juga sakit,” jawab Arunika sambil menarik sedikit roknya. Tatapan Raynar langsung beralih ke lutut, dia melihat kulit lutut istrinya lecet. Raynar segera berdiri, lalu dia mengambil kotak obat yang tersedia di kamar, kemudian mengoleskan salep di pipi Arunika, juga mengobati luka lecet di kaki istrinya. “Akan kuberi pelajaran mereka yang menyakitimu,” kata Raynar. “Tidak usah,” balas Arunika. Raynar menatap pada istrinya yang sedang kesal bahkan air mata menetes dari pelupuk mata. “Kenapa tidak usah?” tanya Raynar. “Malas saja,” jawab Arunika, “meski gitu aku nggak akan maafin dia. Dia sudah keterlaluan,” ucap Arunika lagi. “Aku tidak masalah dia mengataiku sugar baby, sugar baby, padahal aku sudah bilang istri sah tapi dia nggak percaya. Aku emosi saat dia bilang kalau dia bisa lebih memuaskanmu seolah-olah aku ini tak sanggup mela