공유

Bab 3

작가: Vannisa
Maggie tidak tahu bagaimana caranya dia meninggalkan Keluarga Leandra pada hari itu. Dia tidak ingin lagi memikirkan urusan mereka, tetapi Aurel terus-menerus mengirimkan pesan dan memamerkan rencananya untuk menikah.

Maggie menemukan sebuah apartemen dekat kantor. Luasnya tidak besar dan hanya 40 meter persegi. Apartemen itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah kamar dan kamar mandi, tetapi furnitur di dalamnya cukup lengkap.

Maggie lalu membuka Instagram dan mulai melihat-lihat. Awalnya, dia berniat berhenti mengikuti teman-temannya, tetapi tanpa sengaja jarinya terlepas dan menekan profil Aurel.

Aurel masih suka pamer seperti biasa. Dia mengunggah sebuah foto di ruang tamu rumah Keluarga Leandra, di mana penuh dengan perhiasan berlian dan tumpukan sertifikat tanah berwarna merah. Dia juga menambahkan keterangan dalam unggahan tersebut.

[ Inilah kepercayaan diri yang diberikan orang tuaku. Di usia 23 tahun, aku berhasil mendapatkan harta sesan puluhan miliar tanpa usaha sendiri. Semuanya berkat orang tuaku. Hahaha. ]

Maggie kembali membuka unggahan lama Aurel di Instagram. Gaya hidup glamor, mobil sport mewah yang tak terhitung, tas dari berbagai merek, serta pakaian dan perhiasan yang memenuhi lemari. Sesekali, dia juga mengunggah tangkapan layar grup obrolan keluarga.

Di dalam obrolan tersebut, ayahnya, Gion, yang biasanya tidak banyak bicara, terlihat sangat responsif dan humoris. Sementara itu ibunya, Nancy, yang selalu tajam dan sinis, terlihat penuh kasih sayang dan kelembutan. Siapa pun yang melihatnya pasti akan merasa iri dengan keharmonisan keluarga mereka.

Maggie tersenyum pahit. Dalam grup obrolan keluarga, hanya ada tiga orang. Dia tidak diundang ke dalam sana. Obrolan dengan Gino dan Nancy terhenti sejak mereka memaksanya untuk menikah demi keuntungan keluarga. Mereka bahkan berpura-pura ingin memberikan harta sesan untuknya.

Kala itu, salah satu dari mereka berujar, "Maggie, Ayah dan Ibu sudah menerima maharmu. Mau kamu bawa pulang atau nggak, ujung-ujungnya tetap akan masuk ke kantong Keluarga Alvaro. Harta sesan dari kami juga nggak sedikit. Kami sengaja menyiapkan beberapa selimut sutra terbaik untukmu. Semuanya bisa kamu bawa."

Lucu sekali. Dulu, Maggie begitu bodoh dan bahkan merasa terharu. Sementara itu, adik angkat yang tidak ada hubungan darah dengan orang tuanya malah mendapatkan hadiah mewah untuk pernikahannya.

Ada mobil mewah dan perhiasan berlian yang memenuhi ruang tamu. Mereka seolah-olah khawatir Aurel akan ditindas setelah menjadi menantu Keluarga Alvaro yang kaya raya. Sebaliknya, dulu mereka hanya memberi Maggie beberapa selimut.

Maggie langsung memblokir dan menghapus nomor Gino, Nancy, dan adik angkatnya dari daftar kontak. Lagi pula, sekarang namanya sudah tercemar. Mereka pasti berharap dia segera keluar dari Keluarga Leandra dan tidak lagi mempermalukan mereka.

Maggie menenangkan diri dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Dia memilih mengenakan kaos turtleneck tipis di dalam seragam kerjanya untuk menutupi bekas ciuman yang tersebar di tubuhnya, terutama di leher yang menjadi area paling parah.

Maggie bekerja di sebuah bank swasta kelas atas yang memiliki cabang di semua kota besar. Dia bertanggung jawab untuk menangani bisnis kredit di kantor pusat Bank Maxi di Kota Jostam. Biasanya, dia mengelola dan mengevaluasi aplikasi kredit.

Kemampuan Maggie dalam pekerjaan sangat hebat. Semua kasus kredit dan dokumen di divisinya harus disetujui oleh dia terlebih dahulu sebelum akhirnya diserahkan kepada seorang direktur divisi bernama Owen.

Gangguan berbicara memang membawa banyak kesulitan dalam hidup Maggie. Saat melakukan kunjungan ke klien, dia tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Sebab, orang lain tidak bisa memahaminya.

Maggie lulus dari universitas dengan gelar ganda di bidang Keuangan dan Manajemen Bisnis. Itulah salah satu alasan bank tersebut menerimanya meskipun dia memiliki kekurangan. Yang paling penting, dia bisa bekerja di bank ini berkat rekomendasi dari kakak kelasnya, Owen.

Saat ini, Owen berujar, "Maggie, ini adalah dokumen kredit untuk lelang konstruksi dari Grup Devantara. Kamu segera pelajari. Atasan berharap kita bisa bekerja sama dengan Grup Devantara, mengingat setiap tahun aliran dana mereka mencapai angka triliunan."

"Atasan bilang, kalau kita berhasil menjalin kerja sama jangka panjang, bonus divisi kita akan meningkat sepuluh kali lipat," ucap Owen sambil tersenyum memikat. Senyumannya itu bisa membuat banyak wanita muda di bank terpikat padanya.

Di sisi lain, Maggie pun mengangguk. Dia sudah sangat familier dengan bisnis ini.

"Pada tanggal 3 bulan depan, aku akan dinas ke Jermas. Kamu gantikan aku untuk menghadiri pesta ulang tahun Pak Hamdan," lanjut Owen sambil mengeluarkan sebuah undangan bertuliskan emas dan menyerahkannya pada Maggie. Namun, wanita itu malah terlihat bingung.

"Aku sudah pesan gaunnya untukmu. Kamu cuma perlu membawa hadiah dariku dan hadir di sana," tambah Owen. Dia sudah mengatur segala sesuatunya untuk Maggie. Saat ini, telapak tangannya menghadap ke bawah dan mengusap bagian atas kepalanya dengan lembut.

Tindakan itu terasa agak intim bagi Maggie, tetapi sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal itu. Ekspresinya penuh kebingungan ketika bertanya menggunakan bahasa isyarat.

[ Aku? ]

Owen mengerti kekhawatiran adik kelasnya dan juga sedikit merasa kasihan. Dia menimpali, "Cukup bawa undanganku dan serahkan hadiahnya saja. Kamu nggak perlu berbicara dengan siapa pun."

Maggie masih merasa ragu-ragu dan hendak menolak. Dia khawatir akan membuat kesalahan dan mempermalukan kakak kelasnya. Owen akhirnya menggunakan kata-kata untuk meyakinkannya. "Untuk mendapatkan proyek kredit dari Grup Devantara, kita harus menjalin hubungan dengan mereka. Aku bisa mendapatkan undangan ini berkat bantuan ayahku."

Owen telah banyak membantu Maggie, jadi dia merasa berutang budi padanya. Jangankan hanya sekadar mengantarkan hadiah, dia bahkan bersedia melakukan hal lain.

Terlebih lagi, ada banyak orang yang ingin menjalin hubungan dengan Keluarga Devantara tetapi tidak memiliki akses. Ini benar-benar sebuah kesempatan bagus. Akhirnya, Maggie membalas dengan bahasa isyarat sambil tersenyum penuh rasa syukur.

[ Oke. Aku akan pergi! ]

Satu bulan kemudian, bagian depan rumah lama Keluarga Devantara sudah dipenuhi kendaraan. Deretan mobil mewah terparkir di tepi jalan.

Maggie membawa sebuah kotak kayu cendana. Saat ini, dia memberi isyarat pada sopir taksi untuk berhenti di tepi jalan. Dia lebih memilih berjalan jauh daripada terjebak di tengah-tengah mobil-mobil mewah yang menarik perhatian banyak orang.

Tubuh Maggie yang langsing dan postur tubuhnya yang sempurna membuatnya terlihat menonjol di antara kerumunan. Bahkan jika mencoba berbaur, dia tetap akan menjadi pusat perhatian.

Di tengah kemacetan, banyak mata dari dalam mobil-mobil mewah yang menatapnya. Maggie mengenakan gaun berwarna aprikot yang disiapkan oleh Owen, dengan desain rumit yang menonjolkan lekuk leher dan pinggangnya yang sempurna. Rambut panjangnya diikat sederhana. Tanpa perhiasan mencolok, kulitnya yang putih membuat orang sulit untuk tidak menatapnya.

Maggie berjalan dengan cepat. Dengan undangan di tangan, dia mengikuti pembantu untuk memasuki rumah besar Keluarga Devantara.

Saat Maggie baru saja masuk, sebuah mobil Bentley hitam yang terlihat gagah dan mencolok melaju dengan tenang menuju jalan utama, lalu mengambil tempat parkir terbaik.

Di dalam mobil, ada seorang pria dalam balutan jas. Jasnya itu dipesan khusus dan terbuat dari bahan berkualitas tinggi. Easton yang terlihat malas duduk dengan kaki disilangkan. Jelas, dia tidak tertarik dengan acara bergengsi seperti ini.

Easton mengangkat sedikit kelopak matanya, lalu menatap ke arah pengurus rumah yang ada di sampingnya, Edgar. Dia bertanya, "Nenek akhirnya rela kembali dari tempat sembahyang?"

Edgar membalas, "Dua bulan yang lalu, Nyonya Hana suruh seseorang untuk menyampaikan pesan. Dia meminta Tuan Easton untuk memahami urusan perusahaan dulu. Nyonya Hana baru akan kembali setelah selesai sembahyang. Kebetulan, itu juga bertepatan dengan perayaan ulang tahun Tuan Hamdan, jadi seluruh keluarga bisa berkumpul."

Edgar membuka pintu mobil untuk Easton, tanpa memedulikan kemacetan panjang yang terjadi di belakangnya. Semua orang datang untuk merayakan ulang tahun ke-80 Hamdan Devantara, sementara Easton hanya kembali ke rumahnya. Setelah lima tahun, dia akhirnya kembali ke rumah lama yang terasa asing tapi tetap akrab baginya ini.

Saat ini, beberapa pembantu sedang sibuk dengan berbagai persiapan. Meja makanan dan minuman sudah siap di halaman. Suara percakapan para tamu terdengar bercampur dengan suara air mancur.

Easton berjalan masuk dengan ekspresi dingin. Wajah mudanya yang memancarkan aura tak terbantahkan itu menarik perhatian banyak orang. Dia mengenakan jas yang sangat rapi dan mencolok. Wajahnya yang tampan dengan tatapan yang tajam dan dingin memancarkan pesona yang sulit diabaikan.

Para wanita muda dari keluarga kaya kesulitan mengalihkan pandangan mereka. Hanya saja karena merasakan aura dominan yang dipancarkan Easton, tidak ada yang berani mendekat untuk menyapanya.

Maggie sangat tidak suka dengan jenis acara seperti ini. Setelah menyerahkan hadiah dari kakak kelasnya, dia merasa tidak tertarik dan menghindar di sudut. Ketika memandang hidangan dan makanan penutup yang tersaji, dia pun merasa sedikit pusing dan mual. Mungkin karena baru-baru ini perutnya tidak nyaman, dia sering merasa ingin muntah.

"Kak Maggie, kenapa kamu ada di sini?" tanya Aurel.

Entah bagaimana Aurel mendapatkan undangan. Dia mengenakan pakaian mencolok bak burung merak, lalu berkeliling di seluruh halaman untuk berkenalan dengan tamu-tamu. Dia juga sengaja memegang gelas dengan gaya yang sok. Cincin berlian di jari manis kanannya terlihat sangat mencolok. Setiap gerakannya terlihat sangat dibuat-buat.

Maggie mengenali cincin itu. Itu adalah cincin pertunangan yang disiapkan Keluarga Alvaro untuknya. Hanya dalam dua bulan, cincin itu sudah berpindah ke tangan Aurel.

Maggie tidak ingin berlama-lama terlibat dengan Aurel. Dengan pikiran "lebih baik menghindar daripada terlibat masalah", dia berbalik dan hendak pergi. Sayangnya, dia malah diadang.

Aurel menyindir, "Kak Maggie, masalah memalukan yang kamu alami beberapa waktu lalu sudah tersebar ke seluruh kota. Acara hari ini begitu penting. Kalau jadi kamu, aku akan memilih diam di rumah daripada mempermalukan orang tua!"

Maggie melirik dengan pandangan sinis. Matanya yang cantik dan menggoda mengandung ketidakpedulian dan penghinaan. Dia memandang adik angkatnya yang sedang bersandiwara itu.

Maggie menyadari apa yang sedang Aurel rencanakan. Wanita itu hanya ingin memprovokasinya agar merusak acara ulang tahun Keluarga Devantara hari ini. Nantinya, Aurel akan langsung menyalahkannya atas segala sesuatu.

Trik seperti itu sebenarnya sangat sederhana. Maggie sama sekali tidak berniat mengikuti keinginan Aurel. Dia segera berbalik dan hendak pergi.

Namun, gaun Maggie yang rumit dengan bagian rok panjangnya terinjak seseorang. Itu membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke depan. Seketika, tumpukan gelas sampanye yang tinggi jatuh berantakan ke atas rumput dengan suara keras yang menarik perhatian para tamu di sekitar.
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 108

    Owen sengaja mengarahkan balik sindirannya pada pria yang tadi mencoba memecah belah. "Aku bahkan hampir lupa memberi selamat pada Pak Ollie barusan."Kalau pria itu berani menyahut, bukankah sama saja dengan mengakui di depan umum bahwa promosi yang dia dapat adalah hasil "merebut"?Di dalam lift banyak karyawan dari berbagai departemen, tetapi semua memilih bungkam. Mereka hanya saling melempar kode lewat tatapan mata. Pria itu akhirnya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya nyengir dengan canggung sebelum kembali terdiam.Maggie baru sadar, pria itu ternyata adalah Ollie, Manager Departemen Pemasaran. Secara teori, memang pesaing langsungnya dalam promosi.Lift turun ke lantai bawah tanah. Mayoritas karyawan sudah keluar di lantai dasar, tersisa hanya beberapa orang saja.Maggie berjalan langsung ke tempat parkirnya dan menekan tombol unlock. Namun, Ollie tiba-tiba mengadang di depan mobilnya dan berkata dengan sinis, "Wah, mobilnya bagus juga ya. Lihat dari fiturnya ini pasti k

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 107

    Keduanya menunggu di depan lift. Di samping mereka ada beberapa rekan kerja dari departemen lain. Setelah saling menyapa singkat, suasana kembali canggung.Ding ....Lift turun ke lantai 15.Jam pulang kantor, lift penuh sesak oleh pegawai bank berseragam. Meski dari departemen berbeda, semua saling menyapa dengan akrab. Maggie menganggukkan kepala satu per satu dengan ramah, hingga akhirnya pandangannya jatuh pada seorang pria yang sedang menatapnya.Karyawan di kantor pusat bank mencapai seribu orang. Maggie jarang sekali ikut kegiatan gathering atau makan malam departemen. Lima tahun ini, dia selalu pintar menghindari berbagai acara sosial.Ada untung ruginya. Untungnya, dia tidak perlu berpura-pura ramah dan tidak perlu menguras energi untuk menjaga hubungan yang tak penting. Dia memiliki banyak ruang pribadi, bisa memakai waktunya untuk mengembangkan diri, bersantai, atau sekadar hiburan.Namun sisi buruknya juga fatal. Masuk tahun kelima bekerja, dia nyaris tidak mengenal siapa p

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 106

    Easton terluka parah, kemungkinan besar acara itu akan ditunda atau bahkan dibatalkan. Bagaimanapun, pesta akhir tahun perusahaan hanyalah acara internal. Yang paling dipedulikan karyawan hanyalah bonus dan tunjangan, ada atau tidaknya seremoni tampaknya tidak sepenting itu.Ternyata Maggie berpikir terlalu jauh. Kamis sore, tepat sebelum jam pulang, Owen tiba-tiba mendorong pintu kantornya. "Kamu nggak lupa, 'kan?"Maggie menoleh padanya dengan wajah penuh tanda tanya. Dia membuka kedua telapak tangan, lalu membaliknya.[ Apa? ]"Gala tahunan Grup Devantara. Aku tahu kamu lagi sibuk menyiapkan sidang promosi, jadi sengaja mengingatkan. Besok pagi kamu nggak perlu ke kantor. Sorenya aku jemput kamu," ujar Owen dengan ramah.Ekspresi Maggie langsung berubah dan buru-buru menggeleng keras.[ Aku sudah pindah rumah, nggak usah repot. Lagi pula aku baru beli mobil kecil buat keperluan sehari-hari, aku bisa datang sendiri. ]Gerakan tangannya cepat. Ekspresinya agak gugup dan bahkan menolak

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 105

    Easton duduk di kursi roda dengan dahi berkerut. Dia menengadahkan kedua tangan dan berkata dengan penuh keluhan, "Apa ini nggak berlebihan? Aku cuma patah tangan, bukan nggak bisa jalan."Kaeso yang mendorong kursi roda itu pun berbisik, "Tadi Bu Intan malah sempat mau minta orang pakai tandu untuk bawa Bapak turun, untung Pak Julian mencegah."Easton menghela napas, "Itu memang gayanya Bu Intan." Dia menoleh ke sekitar untuk mencari sosok Maggie. Wanita itu berjalan sendirian di belakang rombongan. Melihat pemandangan ini membuat dadanya terasa sedikit sesak."Antarkan dia pulang," ucap Easton kemudian dengan nada tidak semangat.Kaeso mengangguk. Dalam hati, dia sangat paham bahwa di keluarga sebesar ini, Maggie tidak akan bisa hidup tenang jika tidak memiliki latar belakang yang sepadan.Sebuah mobil van putih sudah menunggu di depan gedung rawat inap. Easton bangkit dengan wajah menahan sakit. Maggie spontan melangkah maju untuk membantunya, tetapi Devina mengangkat tangan dan men

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 104

    Maggie mengetik di ponselnya.[ Beli makan dan beres-beres itu nggak berat. Sarapan harus dimakan selagi hangat. ]Maggie terlihat sangat terbiasa merawat orang sakit. Easton pun teringat, dia memang punya seorang ayah angkat yang sudah lama sakit. Dari hasil penyelidikan latar belakang, tercatat bahwa setelah umur 17 tahun, Maggie kembali ke orang tua kandungnya, lalu berganti nama menjadi Maggie seperti sekarang.Namun ... bagaimana dengan sebelum 17 tahun itu? Dengan orang tua angkatnya yang berjualan ikan di pasar, kehidupan macam apa yang mereka berikan padanya? Meski hidup penuh kekurangan, Maggie jelas tumbuh dalam kasih sayang.Easton terpaku dalam pikirannya. Sorot matanya saat memandang Maggie pun dipenuhi rasa iba. Tepat saat itu, Kaeso berlari masuk dengan terengah-engah."Gawat, Pak Easton! Berita kecelakaan Bapak nggak bisa ditutupi ... barusan saya lihat di lobi lantai satu ...." Sebelum Kaeso selesai bicara, Hana sudah bergegas masuk dengan bertumpu pada tongkatnya.Eas

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 103

    Sinar matahari yang menyilaukan menembus ke dalam kamar rawat. Easton refleks mengangkat lengan kiri untuk menutupi wajahnya agar tidak terlalu silau.Rasa nyeri dan pegal di bagian bawah tubuh memaksanya tersadar sepenuhnya. Dia menoleh ke samping, lalu mendapati bahwa ranjang pendamping itu terlihat kosong. Bahkan selimutnya pun sudah dilipat rapi.Dia mencoba bangun, tapi luka di perut membuatnya sama sekali tak bisa bergerak.Easton merasa tidak terima. Nama baiknya tidak boleh sampai tercoreng hanya gara-gara aib "mengompol di ranjang rumah sakit". Dengan tekad itu, dia menggertakkan gigi menahan sakit, lalu menggunakan lengan kirinya untuk menopang tubuh dan berusaha duduk perlahan-lahan.Rasa sakit yang hebat menyerangnya dan membuat keringat dingin bercucuran di dahinya. Urat-urat di lengannya menonjol dengan jelas, menandakan betapa berat perjuangannya.Tiba-tiba Maggie berlari masuk dengan panik. Bubur yang dibawanya tumpah berceceran, tetapi dia tidak sempat memedulikannya.

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status