"Tapi aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” tegas Reiner
"Reiner ...." Jasmine mengembuskan napas lelahnya. Dia balas menatap pria itu. "Kumohon, biarkan aku hidup dengan tenang di sini. Sebentar lagi aku akan melahirkan, jadi aku tidak mau terlibat masalah apapun."
Wajah Reiner yang semula sumringah, mendadak berubah sendu.
"Jadi, tinggal bersamaku membuatmu tidak tenang?"
"Ya." Jasmine mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sedangkan Reiner terdiam sesaat tanpa melepas tatapannya dari Jasmine. Dia mengubur perasaan kecewanya dalam-dalam. "Aku tahu, kamu mencintaiku, Jasmine."
"Jangan sok tahu," ucap Jasmine yang tengah menyembunyikan keterkejutannya. Dari mana Reiner tahu tentang perasaannya? Jasmine bertanya-tanya.
"Kamu sendiri yang bilang padaku, Jasmine. Kenapa kamu tidak jujur padaku tentang hadiah ulang tahunmu untukku, hm?"
Jasmine semakin terkejut. "Kenapa bisa kamu menemukannya?" tanya Jasmine sembari men
Jasmine menoleh ke arah Reiner yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya mengenakan celana selutut dan bertelanjang dada.Sekarang Jasmine tahu, kebiasaan Reiner ketika santai di rumah adalah cuma mamakai celana pendek atau panjang saja tanpa mengenakan apa-apa lagi di dalam celana tersebut."Nomor tidak dikenal. Tapi pas aku mau ngangkat, teleponnya tiba-tiba mati sendiri,” balas Jasmine."Oh. Ya sudah biarkan saja."Reiner meraih ponselnya, kemudian mengecek nomor si penelepon tadi. Keningnya berkerut saat dia merasa tidak mengenali nomor itu.Reiner lantas menggenggam tangan Jasmine, lalu membawanya duduk di sofa dan menyalakan televisi. Ditariknya kepala Jasmine agar rebah di atas pahanya.Dan Jasmine menurut. Rebah dengan posisi seperti ini terasa nyaman bagi Jasmine. Matanya terpe
Dia lantas menyendokkan sego gudeg miliknya dan membawa sendok itu ke depan mulut Jasmine untuk menyuapinya. "Coba makanan ini, Jasmine. Ini juga enak, kamu harus coba."Jasmine yang masih tercengang karena sikap Reiner yang cemburu pada Noah pun akhirnya membuka mulut. Kemudian mengunyah makanan tersebut dengan sumringah."Gimana?" tanya Reiner.Jasmine mengacungkan jempolnya sembari tersenyum. "Enak banget, Reiner," jawabnya. Karena bagi Jasmine cuma ada dua rasa makanan. Enak dan enak banget. Jasmine suka makan apa saja. Kecuali saat ngidam dia jadi pilih-pilih makanan.Reiner kembali menyuapi Jasmine tanpa memedulikan anggota keluarga lain yang nyaris tersedak makanan melihat kemesraan mereka.Bahkan Leica geleng-geleng kepala meski jauh di dalam hatinya dia merasa senang, karena Reiner akhirnya bisa bahagia dengan pernikahannya."Kamu tidak iri gitu, Nay, melihat kakakmu?" tanya Nicko menggoda Kanaya.Mata Kanaya sontak mendelik
Ketika Jasmine berhasil mengambil kunci, tanpa sengaja dia menjatuhkan es krim di tangannya dan menodai celana Reiner tepat di bagian bawah perutnya. Sedangkan es krim tersebut langsung terjatuh ke atas lantai."Astaga ... Reiner, maaf aku tidak sengaja." Jasmine menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan."Dasar ceroboh." Reiner terkekeh sendiri. "Tidak apa-apa, buka saja kunci mobilnya.""B-biarkan kubersihkan dulu.""Nanti saja di dalam, Jasmine. Sekarang tanganku sudah pegal ini." Ucapan Reiner mampu menghentikan aktifitas Jasmine yang akan mengambil tisu dari dalam tas."I-iya."Jasmine lantas menekan tombol yang ditunjuk oleh Reiner pada remote mobil. Reiner lebih dulu meletakkan barang belanjaan di bagasi. Kemudian mendudukan Jasmine di kursi penumpang, baru setelah itu Reiner duduk dengan nyaman di belakang kemudi."Biar kubersihkan celana kamu." Jasmine mengambil selembar tisu basah dari dalam tasnya. Tangannya terj
Lagi-lagi Reiner terkekeh. Dia tidak mengerti kenapa wanita selalu saja menerka-nerka sesuatu berdasarkan perasaannya.Mending kalau hal itu membuatnya jadi berpikiran positif. Kalau negatif? Bisa-bisa mereka terbakar oleh egonya sendiri padahal kenyataannya belum tentu begitu."Jasmine dengar." Reiner menyandarkan punggung Jasmine ke dadanya lalu memainkan busa sabun. "Perasaan cintaku padamu muncul sebelum aku tahu bahwa kamu adalah anak kecil itu. Aku mencintaimu jauh sebelum semuanya terbongkar, Jasmine.""Benarkah?""Kamu lupa kapan aku menyatakan perasaanku padamu, hm?"Jasmine kembali berpikir, kemudian menggeleng. "Aku tidak lupa.""Nah, itu. Jadi kamu tidak perlu meragukanku lagi." Reiner menumpukan dagunya pada pundak polos Jasmine."Kalau bukan karena mencintaimu, aku tidak mungkin s
"Kalau kamu merasa hatimu tidak baik-baik saja, tumpahkan semuanya, Jasmine Kamu tidak harus selalu menahannya."Reiner mengelus kepala Jasmine yang saat ini rebah di atas pahanya. Posisi Reiner saat ini duduk di sofa sambil menonton tayangan berita di televisi. Tapi Reiner tidak benar-benar menontonnya. Dia lebih sering menunduk menatap Jasmine.Sedangkan Jasmine sendiri malah sibuk mengunyah pizza seakan-akan tidak pernah ada yang terjadi sesuatu di restoran tadi. Mereka memang sempat mampir dulu untuk membeli pizza saat perjalanan pulang."Aku tidak apa-apa kok, Reiner. Serius. Walau aku sempat sakit hati saat pria hamil itu menyiram mukaku."Reiner menahan tawanya mendengar kata 'pria hamil'. Memang, perut buncitnya hampir menyaingi perut Jasmine."Tapi kamu tenang saja, Jasmine. Dia akan segera kehilangan perus
"Drew, lo mengerti maksud gue, bukan? Jadi please, jangan membahas tentang Nadira di depan istri gue seperti tadi," berang Reiner kesal sambil berkacak pinggang menatap Andrew."Oke, oke. Sorry." Andrew mengangkat kedua tangannya di udara. "Gue kelepasan ngomong karena saking penasaran sama cerita lo.""Dari dulu mulut lo memang selalu keceplosan, Drew,” cibir Reiner.Ada beberapa hal yang hanya diketahui oleh Andrew terkait hubungan Reiner dan Nadira palsu. Reiner sempat merasa beruntung karena Andrew tidak ada di dekatnya. Kalau ada, mungkin rahasianya sudah melebar ke mana-mana."Tapi lo yakin mau tetap merahasiakan hal itu dari istri lo?""Ya. Untuk saat ini." Reiner mengembuskan napas berat. "Dia belum terlalu mempercayai gue. Jadi kalau gue jujur sama dia sekarang, gue yakin keadaannya akan sangat kacau."Andrew manggut-manggut kemudian menepuk bahu Reiner. "Tapi saran gue, lebih baik cerita dari sekarang. Dari pada dinanti-nanti