"Kalau kamu lihat gimana kondisi suamimu saat kamu belum ditemukan, aku yakin kamu tidak akan mengenali dia," ujar Kanaya terkekeh."Sekacau itukah?" Jasmine menatap riak air kolam sambil menghela napas pelan. Malam ini mereka duduk di teras yang berhadapan dengan kolam renang.Jasmine baru tahu kondisi Reiner selama dua bulan terakhir saat Kanaya menceritakannya barusan.Entah Jasmine harus merasa senang atau sedih. Senang karena ternyata Reiner tidak mau kehilangannya. Tapi juga perih sebab suaminya harus tersiksa akibat Jasmine pula."Iya, kacau banget," jawab Kanaya, "ya kamu bayangkan saja, Kak Reiner yang suka seenaknya, angkuh dan sombong, jadi seperti mayat hidup gara-gara kehilangan seorang wanita."Kanaya menyilangkan kaki kanan di atas kaki kiri. Kemudian menoleh ke arah Jasmine. "Kamu sukses bikin dia tergila-gila sama kamu, Jasmine." Kali ini Kanaya tertawa, yang ditanggapi senyuman kecil oleh Jasmine.Jasmine meneguk jus mix buahnya sedikit, lantas diletakkannya lagi gel
Jasmine tidak melanjutkan lagi ucapannya sebab bibirnya kembali dibungkam Reiner, tapi Jasmine kembali mendorong bahu Reiner dengan pelan."Jasmine...," protes Reiner."Anak-anak sepertinya tidak mau berhenti nangisnya, Reiner. Mama juga sedang tidak ada, "kan?" Lagipula mereka tidak akan tenang melakukannya di saat anak-anak menangis. Jasmine tahu betul, waktu yang dibutuhkan Reiner bukan cuma sepuluh atau dua puluh menit.Reiner mengusap wajahnya dengan kasar dan frustasi. Mau tidak mau akhirnya dia menjauhkan diri dari Jasmine."Kita masih punya banyak waktu. Ya, Sayang?" Jasmine mengecup bibir Reiner sebagai penutup kegiatan mereka yang sangat-sangat tanggung itu.Awalnya Reiner luar biasa kesal. Tapi mendengar panggilan 'sayang' dan kecupan dari Jasmine, membuat hati Reiner akhirnya luluh."Sabar sabar," gumam Reiner sembari mengelus dadanya sendiri.**"Gimana kondisinya? Dia tidak apa-apa, "kan?" tanya Reiner tidak sabar.Kanaya mendecakkan lidahnya kesal sambil meletakkan stet
"Errgh "Jasmine mengerang sembari menggeliatkan tubuhnya. Kelopak matanya perlahan-lahan terbuka saat aroma woody memenuhi indra penciumannya. Jasmine tersenyum, Pemandangan pertama yang dia lihat saat bangun tidur adalah Reiner yang tengah memeluknya sambil menatapnya dengan lekat"Selamat siang, Honey," bisik Reiner. Napas hangatnya terasa menerpa wajah Jasmine."Siang? Memangnya jam berapa sekarang?" Suara Jasmine terdengar serak, sambil mencari-cari letak jam dinding. Tapi ruang geraknya yang sempit-akibat pelukan Reiner yang erat, membuat Jasmine sulit melihat jam yang ada di belakangnya."Jam sepuluh.""Ha?!" Jasmine terperanjat dengan mata membelalak. "Jam sepuluh?"Reiner mengangguk sebelum mengecup bibir Jasmine. Tangan Reiner yang semula melingkari pinggang, kini menyibak rambut Jasmine yang jatuh ke dahi."Iya, Honey, sekarang sudah jam sepuluh.""Kok kamu tidak membangunkan aku?"protes Jasmine. Sebab dia tidak biasa bangun sesiang ini."Tubuh kamu butuh recovery, Jasmine
Hingga dua puluh menit kemudian.Jasmine mengerjapkan matanya yang terasa lengket. Hal pertama yang Jasmine dengar saat bangun ialah detak jantung Reiner. Dia mendongak, dan mendapati Reiner pun sedang tidur.Jasmine melepaskan diri dari Reiner untuk menegakkan punggungnya. Sayang, pergerakan Jasmine itu membuat Reiner terkejut hingga terbangun seketika."Mau ke mana?" Reiner menahan pergelangan tangan Jasmine dengan erat.Kening Jasmine mengkerut. Dia merasa bingung dengan sikap Reiner yang seperti ini. "Aku tidak akan ke mana-mana, Reiner. Cuma mau membetulkan posisi duduk saja.""Ooh ...." Reiner menghela napas lega. Perlahan-lahan dia melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan perempuan itu. "Honey, mau keluar sekarang?"Jasmine mengangguk. Mereka pun keluar dari mobil. Tangan Reiner tidak lepas dari pinggang Jasmine seakan-akan takut Jasmine akan pergi lagi.Jasmine sempat memandangi rumah mertuanya dengan perasaan haru. Dia tidak menyangka akan kembali lagi ke Jakarta dalam
Setelah cukup lama mereka berciuman, Reiner melepaskan kembali tautan bibir mereka. Bibir Reiner lantas mengulas senyum lebar. Senyuman pertama yang tanpa beban di dalamnya setelah dua bulan terakhir."Reiner, banyak orang di sini. Kamu berani cium-cium aku di tempat seperti ini?" Jasmine merasa malu, rasanya dia tidak berani melihat ke sekitar."Kamu malu, hm? Tapi kenapa membalasku sampai bersemangat begitu?" tanya Reiner dengan senyum menggoda.Pipi Jasmine seketika terasa memanas usai mendengar ucapan Reiner. Malunya jadi dua kali lipat. Dia sangat merindukan pria ini, maka dari itu Jasmine jadi lupa diri saat membalas ciumannya."Ehemm!" Nicko berdehem keras sambil berjalan ke arah mereka. "Bung, bisa sabar sedikit? Kalau tidak bisa, mending masuk saja ke dalam mobil."Reiner mendecakkan lidahnya kesal. Sedangkan Jasmine malunya bertambah jadi tiga kali lipat. Ayah mertuanya pasti menyaksikan momen pertemuan mereka barusan. Jasmine lantas menghampiri Nicko, menyalaminya dengan so
“Terima kasih ya, Li," ucap Jasmine pada Ali yang telah mengantarnya sampai memasuki kendaraan bernama Elf."Sami-sami, Neng. Hati-hati di jalan ya. Semoga salamet sampai Jakarta."Jasmine mengangguk. Dia tersenyum sebelum Ali kembali menjalankan motornya. Kini Jasmine duduk di kursi paling depan. Katanya, transportasi ini akan jalan kalau penumpangnya sudah penuh.Jasmine ingin buang air kecil. Dia akhirnya turun dulu untuk mencari toilet. Terminal ini tidak seramai di terminal Pulo Gadung. Di sini cukup sepi.Saat Jasmine sedang berjalan menuju toilet setelah sebelumnya bertanya pada seseorang, Jasmine dikejutkan oleh tiga pria yang wajahnya nampak tidak asing.Itu ... anak buahnya Alvin yang dulu mengejar Jasmine sampai ke hutan! Jasmine terkesiap saat mereka pun melihat dirinya.Jasmine bergegas lari menjauhi mereka. Di tempat yang banyak orang seperti ini Jasmine yakin mereka tidak akan menculiknya lagi. Tapi tetap saja Jasmine tidak boleh lengah. Apalagi, sekarang mereka mengeja