"Evano?" ulang Kanaya, "Oh... dia tidak di sini, tapi di Adam Hospital.”
Jasmine akhirnya mengangguk mengerti.
"Di mana kakakku?" Kanaya penasaran.
"Dia lagi-" Kalimat Jasmine terinterupsi oleh pintu yang tiba-tiba terbuka. Muncul sosok Reiner di sana sambil menenteng bingkisan.
Reiner tidak begitu terkejut ketika melihat Kanaya. Karena cepat atau lambat Kanaya pasti mendengar informasi dari beberapa perawat.
Wajah Reiner sudah familiar di sini, sebagai kakak dari salah seorang dokter jantung terbaik di rumah sakit ini.
"Kak? Kenapa tidak memberitahuku kalau istrimu masuk rumah sakit? Aku malah tahu dari orang lain."
Kanaya menggerutu sembari memperhatikan Reiner yang meletakkan bingkisan di tangannya ke atas rak. Kanaya penasaran apa isi dari box makanan tersebut.
"Handphone-k
Jasmine terdiam.Evano yang melihat keraguan pada raut muka Jasmine pun akhirnya menganggguk mengerti."Tidak apa-apa. Tidak perlu diceritakan kalau kamu belum siap. Oh ya, dulu kamu tinggal di panti asuhan mana? Barangkali masuk dalam daftar panti asuhan yang akan kita kunjungi.”"Huh? lya juga, ya? Kenapa aku tidak ingat sampai ke sana." Rasanya, Jasmine mendadak jadi bodoh. "Panti Kasih Bunda namanya, Van. Apa kita akan berkunjung ke panti itu?""Sebentar.” Evano memanggil seorang petugas, lalu mengecek nama panti tersebut dalam selembar kertas yang dibawa oleh petugas itu."Ternyata ada, Jasmine. Tapi jadwalnya minggu depan. Apa kamu mau ikut lagi?"Jasmine mengangguk tanpa ragu. Ada binar bahagia di matanya. "Aku ikut ya, Van! Terakhir aku datang ke sana saat masih SMA. Lama banget, ya.”"Kalau begitu minggu depan ikut lagi denganku. Kamu pasti sangat merindukan tempat itu." Evano menyerahkan kembali kertas di t
Reiner yang baru selesai melakukan pembayaran pun menoleh pada seseorang yang memanggilnya."Oh? Hai, Nad. Sedang apa kamu di sini?"Nadira berbicara pada Sarah-sahabatnya, lantas menghampiri Reiner. "Aku baru selesai makan siang bareng Sarah. Sekalian mau hunting parfum baru," ujarnya tersenyum."Kamu sendiri, sedang apa di sini?"Reiner berdehem, dia tengah berpikir untuk mencari jawaban yang tepat. "Aku sedang—""Huh? Kamu beli Baccarat? Whoaa ... kebetulan banget, Reiner, ini parfum yang aku mau." Mata Nadira berbinar-binar setelah melihat barang yang ada di tangan Reiner."Biar kutebak, kamu pasti ingin memberi kejutan untukku, kan? Sayang sekali berarti aku datang di waktu yang tidak tepat." Bibir Nadira mengerucut gemas.Reiner menjadi serba salah. Dia mengusap wajahnya dengan kasar Melihat wajah Nadira yang berbinar dan penuh harap, Reiner merasa gamang. "Nad ini bu—""SKII? Reiner, kurasa kamu akan sia-sia
Sesampainya di rumah, Jasmine membersihkan tubuhnya dengan berendam di bathub. Otot-otot di tubuhnya terasa rileks begitu melebur dengan air hangat.Setengah jam kemudian Jasmine memakai piyama tidurnya dan mengeringkan rambut. Begitu keluar dari kamar mandi, Jasmine dikejutkan oleh kehadiran Reiner yang sudah terbaring di atas ranjang"Mau apa kamu di kamarku?!""Ini kamarku juga, terserah aku mau tidur di mana,” balas Reiner tanpa membuka kelopak matanya. Sebelah tangannya tertekuk di atas dahi"Aku tahu. Semua ruangan yang ada di rumah ini adalah milikmu. Tapi kita memiliki batasan untuk tidak satu kamar, bukan?" Jasmine berkata sambil menghampiri cermin dan menyisir rambutnya di sanaKelopak mata Reiner terbuka, dan bergerak menatap punggung Jasmine. Dia penasaran, kenapa Jasmine tidak repot-repot mengapli
"Nadira... kumohon maafkan aku... sepertinya aku sudah melanggar janjiku.”Igauan Reiner semalam kembali terngiang di telinga Jasmine. Dia masih penasaran janji apa yang dibuat Reiner pada Nadira."Melamun saja kamu, Jasmine. Hati-hati kesambet setan."Jasmine tersentak dari lamunannya saat Dea menyenggol lengannya "Setannya juga takut kali, De, sama aku," imbuh Jasmine terkekeh. "Eh, apa Pak Gun marah-marah saat aku cuti kemarin?""Yeah, kamu sudah bisa menebak. Dia tidak berhenti mengomel, tapi akhirnya dia kasih kamu cuti sehari lagi, "kan?""Iya sih. Tapi aku jadi tidak enak hati karena sering bolos." Jasmine menghela napas pelan.Gunawan-manajer di cafe ini, memang terkesan bawel. Tetapi dia sebenarnya baik dan perhatian. Alasan itulah yang membuat Jasmine betah bekerja di sini"Kesehatanmu jauh lebih penting, Jasmine. Pak Gun menger-Waahh. apa aku sedang bermimpi? Jasmine tolong cubit pipiku.”Jasmine mengerutkan kening melihat Dea yang tiba-tiba temganga. "Kamu kenapa sih, De?
Wajah Jasmine memerah, menahan malu dan marah yang melebur menjadi satu. Reiner benar-benar berengsek."Lihat tubuhmu di cermin itu baik-baik, Jasmine," tegas Reiner sekali lagi.Berdiri di belakang Jasmine, sebelah tangannya mendarat di perut gadis itu "Lihat perutmu ini. Kamu hamil. Di sini sedang tumbuh calon dua anak kembar.”"Tanpa kamu beritahu pun aku sudah tahu," ketus Jasmine."Lalu kenapa tadi kamu berkata, seolah-olah aku tidak akan mengakui kamu sebagai ibu mereka?" Selain berat dan serak, suara Reiner terdengar penuh penekanan.Jasmine terdiam sesaat. Ditatapnya replika dirinya di dalam cermin dengan tatapan nanar. Jasmine terharu menatap perutnya. Ya, dia ibu mereka. Jasmine tidak mau namanya hilang dari ingatan mereka kelak."Kukira karena kamu membenciku dan terlihat murahan di matamu, makanya kamu akan malu mengakuiku sebagai ibu mereka nanti.""Kamu ibu mereka, Jasmine,” sela Reiner tegas. "Tidak ada yang
Reiner bangkit hendak meninggalkan Jasmine. Tetapi gadis itu menghentikan Reiner dengan menarik ujung kaosnyaJasmine ikut berdiri di belakang Reiner. Dia berusaha menekan hatinya agar tidak sakit hati dengan ucapan Reiner barusan."Beri aku kesempatan untuk bicara. Kamu suka seenaknya pergi setelah membuatku terluka karena ucapan atau sikapmu."Reiner terhenyak. Ucapan Jasmine bagai tamparan keras baginya. Entah kenapa. Rasanya, sebagian sudut hati Reiner terasa nyeri saat tahu sikap dan ucapannya selalu melukai hati Jasmine."Kamu selalu bilang anak ini adalah milikmu. Apakah itu berarti kamu sudah mempercayaiku dan menerima mereka?" tanya Jasmine memastikan"Kamu tidak perlu bertanya," jawab Reiner datar."Aku bertanya karena aku tidak mengerti."Keduanya diam beberapa saat seakan disibukkan