"Gue dijodohin, kemungkinan bakal nikah dalam waktu dua sampai tiga bulan ke depan," ucap Kanara.
Perempuan di depannya melotot kaget, ia berusaha meneguk airnya di mulutnya dengan susah payah. Merasa tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya. "Jangan bohong lo! Masa tiba-tiba banget sih?"
Kanara menghela napasnya, "Gue gak bohong. Semuanya memang tiba-tiba, bahkan gue sama dia baru kenal semingguan ini."
"Dan lo mau aja?! Lo baru putus dari Randi lho, apa gak trauma buat menjalin hubungan sama orang baru? Apalagi ini pernikahan, bayangin lo harus hidup sama dia seumur hidup, Ra! Bayangin!" seru Alea kesal.
"Gue tau," jawab Kanara seadanya.
Alea makin tak habis pikir dibuatnya, ia memukul meja pelan, bermaksud menyadarkan Kanara tentang pilihannya. "Lo serius nerima perjodohan itu? Sama orang asing, Ra, bayangin lo nikah sama orang asing!"
"Dia bukan orang asing lagi di mata gue, Al. Namanya Mas Arayi, dia baik, ganteng, perhatian, dan gue rasa gue udah mulai naksir sama dia. Jadi, kenapa gue harus nolak?" balas Kanara anteng.
Alea menepuk jidatnya, ia menyandarkan badannya pada sandaran kursi seraya menatap Kanara aneh. "Cuma gara-gara itu? Cuma gara-gara itu lo nerima perjodohannya?"
Kanara mengangguk polos.
Alea mendengkus kasar. "Lo itu emang bodoh kalau udah menyangkut cowok ya, Ra? Ingat, lo pernah jatuh cinta sama Randi karna di mata lo dia baik, perhatian dan segalanya. Tapi apa? Ujung-ujungnya dia morotin dan selingkuhin lo kan? Lo gak mau belajar dari kesalahan apa gimana sih?!"
"Lo bandingin Randi sama orang yang mau dijodohin sama gue tuh gak apple to apple, Ra. Mas Arayi, orang yang mau dijodohin sama gue, dia beda jauh sama Randi. Dia lebih tua dari gue tujuh tahun, dia dewasa, udah bisa mimpin perusahaan sendiri, dan yang terpenting dia pilihan orang tua gue dan dia kaya. Jadi gue gak perlu khawatir."
Alea menutup matanya, ia menarik napas lalu mengeluarkannya. Matanya melotot memandang Kanara, seakan memberi perempuan itu sebuah pemahaman. "Oke dia kaya dan dia gak bakal morotin lo. Tapi, gimana sama perasaannya? Dia suka gak sama lo? Jangan sampai nanti lo nyesel gara-gara dia gak cinta sama lo. Kita sebagai perempuan tuh butuh dicintai lho, Ra."
Kanara berdecak sebal mendengar perkataan yang dilontarkan Alea padanya. Ia bersedekap, balas memandang Alea dengan kepala miring. "Kami memang sama-sama belum punya perasaan, tapi dia pernah bilang sama gue buat jatuh cinta bareng. Jadi gue gak perlu takut."
Alea diam mendengar itu, ia memainkan bibir bawahnya dengan gigi, lalu melayangkan tanya, "Lo udah cinta belum sama dia?"
Kanara menggeleng, "Cinta sih belum, kalau naksir udah."
"Kalau dia?"
Kanara mengendikkan bahunya, "Gak tau."
Alea kembali mendengkus, "Harus lo pastiin dong, Ra, tanya sama dia. Walaupun banyak kemungkinan baik yang akan datang, lo tetep harus waspada sama kemungkinan terburuknya."
Dahi Kanara berlipat mendengar itu, "Kemungkinan terburuk kaya gimana?"
"Semacam .... gimana kalau dia gak pernah bisa jatuh cinta sama lo?"
...
"Kanara gimana?" Pertanyaan Araya dari seberang sana menyambut indra pendengaran Arayi. Lelaki itu memarkirkan mobilnya ke dalam garasi, lalu keluar dari mobil seraya membawa tas laptop miliknya.
"Baik," jawab Arayi. Kakinya berjalan memasuki rumah yang ia huni selama kurang lebih tiga tahun. Rumah yang akan ia tinggali bersama Kanara setelah menikah nanti.
"Udah mulai suka belum sama dia?" tanya Araya kembali.
Ada jeda setelah pertanyaan yang dilontarkan sang kembaran selagi Arayi meletakkan tas laptopnya ke dalam ruang kerja pribadinya yang ada di rumah. Setelahnya ia berjalan menuju dapur untuk sekedar mengambil minum.
"Dia lumayan menarik. Orangnya cerewet dan manis, cantik juga. Gue gak bohong kalau gue cukup tertarik sama dia. Cuma kalau ditanya udah cinta atau belum, gue gak bisa jawab," kata Arayi setelah menandaskan segelas air.
"Lo gak bisa jawab karna lo memang belum mencintai dia, kan?" tebak Araya yang tepat sasaran.
Arayi bergumam sebagai jawaban, ia lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya untuk segera membersihkan diri. Namun, langkahnya terhenti di tengah jalan saat melihat pintu kamarnya sedikit terbuka. Kernyitan di keningnya muncul dengan rasa penasaran. Arayi ingat bahwa ia tidak menyewa pembantu untuk membersihkan kamarnya. Lalu, kalau begitu siapa yang masuk ke kamarnya sekarang?
"Udah dulu ya, gue mau mandi," ucap Arayi sebelum mematikan panggilannya.
Ia kemudian melanjutkan langkahnya. Pintu kamarnya ia buka dengan lebar tatkala menemukan sang ibu yang sedang membersihkan kamarnya.
"Ma? Kok di sini?" tanya Arayi keheranan.
Wina menoleh, lalu memberikan senyum pada sang putra. "Mama mau bersih-bersih doang kok, soalnya kamar kamu kelihatan kotor banget."
"Kotor? Padahal aku bersihin kamarku setiap hari," kata Arayi. Lelaki itu menatap sekeliling kamarnya yang tampak berbeda setelah dibersihkan oleh Wina.
"Ya, kotor banget di mata Mama," balas Wina dengan makna tersirat.
Arayi mengernyit heran, lalu perhatiannya jatuh pada atas nakas yang terlihat kosong. "Ma, foto yang ada di atas nakas Mama taruh di mana?"
"Udah Mama buang," jawab Wina enteng.
Arayi kontan membelalakkan matanya mendengar itu. "Kenapa dibuang?" tanya Arayi, terdengar seperti protes.
"Karna gak penting."
Helaan napas terdengar, Arayi mengusap wajahnya yang berubah frustasi. Ia berusaha mengatur emosinya agar tetap stabil meskipun rasanya ia sangat ingin marah. "Tapi itu foto aku sama-"
"Sama wanita itu, Mama tau." Sebelum Arayi menyelesaikan kalimatnya, Wina telah lebih dulu memotong.
"Terus kenapa Mama buang? Aku cuma punya satu foto itu aja, Ma, gak ada foto yang lain," ujar Arayi dengan napas berat.
"Terus kenapa? Foto itu bukan hal yang penting lagi buat kamu, Arayi. Beberapa bulan lagi kamu akan menikah, dan kamu akan membawa Kanara ke sini. Apa pantas buat kamu masih memajang foto kamu dengan wanita lain sedangkan ada Kanara di sini? Bagaimana nanti perasaan Kanara kalau tau? Kamu gak memikirkan itu?" balas Wina panjang.
"Tapi, Ma-"
"Kamu setuju dijodohin dengan Kanara, itu artinya kamu juga harus ikut aturan Mama." Tampak raut tak suka di wajahnya yang membuat Arayi tak bisa untuk melawan. Lelaki itu hanya bisa menghela napasnya dengan perasaan yang tak bisa diartikan.
Masalahnya, itu adalah satu-satunya kenangan Arayi bersama Andriana.
"Setelah menikah dengan Kanara, kamu tidak boleh membahas sesuatu yang berhubungan dengan wanita itu di depan Kanara. Jangan kasar dan jangan sampai kamu menyakiti hati Kanara. Kalau kamu melanggar ucapan Mama, kamu akan tau akibatnya, Arayi."
"Aku udah tiga puluh tahun, aku udah dewasa, Ma. Aku lebih dari tau harus bersikap seperti apa terlepas dari ada atau tidaknya aturan Mama," ucap Arayi. Ia meremas jari-jari tangannya untuk meluapkan emosi yang tertahan di dada.
"Mama tau kamu sudah cukup dewasa untuk itu. Tapi kamu juga harus tau kalau kamu bodoh jika itu menyangkut tentang masa lalu kamu, Arayi. Jangan sampai wanita itu menjadi bumerang untuk hubungan kamu dengan Kanara kedepannya. Cukup fokus pada Kanara, mengerti?"
Arayi menghembuskan napasnya berat, lalu mengangguk, "Ya."
"Sekarang, mulai lah melupakan wanita itu dan cintai lah Kanara. Karna sebentar lagi, Kanara lah yang akan menggantikan posisi wanita itu di hidup kamu," ucap Wina yang lagi-lagi dibalas anggukan oleh Arayi.
"Kok gak ada foto Andriana lagi di sini? Lo pindahin apa gimana?" tanya Araya. Hari ini lelaki itu memang sedang berkunjung ke rumah kembarannya untuk sekedar memberitahukan pesan ayahnya pada Arayi.Arayi yang baru saja keluar dari kamar mandi menoleh, ia menghela napasnya pelan. "Dibuang sama Mama," jawabnya lesu.Araya mengangkat sebelah alisnya, "Mama ke sini kemarin?"Sang kembaran mengangguk. "Bersihin kamar gue, katanya kamar gue kotor banget."Terdengar kekehan dari mulut Araya, ia menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa yang ada di kamar Arayi. "Mama tuh lagi sarkas, dia tau anak pertamanya belum move on sama masa lalu, makanya sengaja buang foto kalian biar lo gak terus-terusan ingat sama dia.""Tapi itu foto terakhir gue sama Andriana.""Ya terus kenapa? Lo mau terus-terusan gagal move on sama orang yang udah ninggalin lo itu? Sadar aja sih, lo ditinggalin sama dia. Ah, lebih tepatnya, lo dicampakkan," ujar Araya. Ada nada geram kala ia mengucapkan itu, teringat kembali a
Setelah saling mengenal dalam kurun waktu yang lumayan singkat, Arayi dan Kanara akhirnya menikah. Akad nikah sudah diselenggarakan, begitupun dengan resepsi yang mengundang banyak kenalan baik dari pihak orang tua Arayi maupun orang tua Kanara.Kini, Kanara tengah beristirahat sambil menghapus make up di wajahnya dengan dibantu oleh MUA. Badannya terasa pegal karena seharian harus menghabiskan waktu untuk menghadapi para tamu yang kelewat banyak itu."Gue gak nyangka lo sekarang udah jadi bini orang, Ra!" Ucapan Alea berhasil membuat Kanara terkekeh geli, ia memandang sang sahabat dari cermin dengan senyum simpul."Gue juga gak nyangka kali," balas Kanara."Yah, jadi gak bisa sering-sering ngajak main lagi dong gue?" Alea berucap sembari memasang raut sedih. Mengingat temannya selama ini hanyalah Kanara."Makanya nikah juga dong, biar punya temen hidup, biar nanti kita bisa double date juga." "Gue masih lama kali, masih dua tiga ini, masih mau nikmatin hidup. Lagian apaan banget lo,
"Mas?" Panggilan Kanara yang baru saja terbangun dari tidurnya setelah pergelutan panas mereka berhasil membuat Arayi menoleh. Lelaki itu menatap Kanara yang berada di pelukannya. Keduanya masih berada di balik selimut dengan badan yang tak memakai sehelai kain apapun."Ya?" respon Arayi dengan suara serak khas bangun tidurnya. Jam telah menunjukkan pukul 5 subuh ketika keduanya bangun.Kanara tampak berdehem sesaat sebelum mengatakan, "Aku .... suka yang kemarin."Arayi mengerutkan keningnya dengan senyum samar yang menghiasi wajah tampannya. "Walaupun kamu nangis-nangis sampe minta berhenti?" Kanara mendengkus kasar, ia menutup wajahnya yang memerah akibat malu. "Jangan dibahas yang itu .... intinya setelah itu aku suka," ujarnya.Arayi tersenyum, ia semakin mengeratkan pelukannya pada sang istri. Tangannya mengusap punggung polos Kanara, lalu memberikan kecupan pada pucuk kepala sang wanita. "Mau lagi?"Kanara kontan memukul lengan atas Arayi pelan, "Mas! Jangan terlalu terang-ter
"Pagi Mas Arayiiiii," sapa Kanara dengan mata berbinar. Ia menyengir pada Arayi yang membuat suaminya kontan terkekeh geli.Sebuah cubitan mendarat di pipi mulus Kanara, "Pagi juga Kanara cantik."Senyum Kanara semakin mengembang. Ia membalik telur ceplok yang ia buat, lalu mengangkatnya setelah matang.Sementara Arayi duduk di meja makan seraya menikmati teh yang dibuat oleh asisten rumah tangga mereka.Kanara meletakkan piring berisi toast dengan telur ceplok serta alpukat ke depan Arayi. "Ini sarapannya ya, Mas.""Kamu seharusnya gak perlu repot-repot begini, biar Bi Ani yang ngurus urusan rumah," kata Arayi.Kanara duduk di depan Arayi, "Terus aku ngapain dong kalau Bi Ani yang ngurus?" tanya Kanara balik."Rebahan, mungkin?" balas Arayi yang kontan mengundang tawa dari Kanara."Rebahan kadang juga bikin capek lho, Mas. Aku gak mau badanku jompo di usia yang masih muda gara-gara jarang gerak," ujar Kanara.
"Siapa sih Jessica itu? Gue sih gak masalah ya kalau dia biasa aja sama gue. Tapi, Al, masalahnya tuh dia natap gue kaya seakan menilai gitu. Kaya lo ngerti gak sih? Dia mungkin ngerasa gue gak cocok kali ya sama Mas Arayi?" gerutu Kanina sembari memeriksa pesan yang masuk melalui emailnya."Pernah pacaran kali sama Mas Arayi. Siapa tahu dia belom move on, makanya natap lo kaya gak suka gitu," balas Alea di seberang sana. Perempuan itu tengah berada di kubikelnya sembari mengerjakan kerjaan kantor.Kanara menghela napasnya, merasa tak sepemikiran dengan Alea. "Masa sih? Kok gue ragu ya?""Ragu kenapa? Menurut gue sih begitu, kan Mas Arayi juga bilang kalau mereka temen kuliah kan? Itu artinya mereka udah kenal lama," ujar Alea."Ya iya sih." Kanara menggigiti jari-jari tangannya seraya berpikir. "Gue ngerasanya dia tuh cuma gak suka karna gue gak sesuai ekspektasi dia? Tatapan dia ke Mas Arayi juga bukan yang tatapan cinta gitu. Mungkin
Arayi menghela napasnya kasar. Ia mengacak-acak rambutnya yang telah berantakan. Ucapan Jessica siang tadi masih memenuhi isi kepalanya, yang membuat dirinya sekarang jadi sedikit kacau.Mobil yang dikendarai Arayi perlahan memasuki garasi rumah. Kanara telah pulang sejak sore tadi, sementara Arayi masih ada kerjaan yang mengharuskannya pulang larut malam.Lampu rumah sudah padam. Tampaknya Kanara telah tidur. Arayi memasuki rumahnya tatkala menemukan Kanara yang terduduk di atas sofa ruang tengah sembari menyemil keripik kentang. Televisi di depannya menyala, menayangkan sebuah kartun pinguin kecil.Perhatian Kanara beralih, ia melempar senyum pada Arayi seraya beranjak dari posisinya. Wanita itu berjalan menghampiri sang suami yang masih terdiam di tempat."Hai, Mas," sapa Kanara sambil mengecup singkat bibir Arayi. Ia mengambil jas serta tas kerja Arayi untuk dibawa ke kamar.Arayi mengekor dengan alis yang masih menyatu keheranan. "Ka
Jam makan siang ini Kanara pergi makan di luar sekaligus bertemu dengan Alea. Mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah rumah makan yang berada di tengah-tengah antara kantor Kanara dan Alea."Gue heran, kenapa Mas Arayi tuh manis banget ya, Al?" Kanara berucap dengan wajah cengengesan.Alea berdecak mendengar pertanyaan itu. Ia menyandarkan badannya pada sandaran kursi sembari memandang Kanara sebal. "Yeuu, dasar pengantin baru! Udah bucin aja lo," cibir Alea."Mas Arayi tuh ya, Al, orangnya tuh perhatian banget. Dia juga sering muji gue, selalu mengapresiasi apa yang gue lakuin. Duh, gue jadi klepek-klepek sama dia." Kanara mesem-mesem sendiri mengucapkan hal itu.Alea menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, ia mengelus dadanya agar tak kaget melihat sahabatnya yang berubah drastis setelah menikah."Lo ngomong gitu kaya udah cinta aja."Mendengar hal itu, Kanara jadi berpikir. Kunyahannya terhenti, sendok dan garpu yang ia gengga
Hari ini Wina pergi ke rumah Arayi dan Kanara untuk berkunjung. Bermaksud memastikan bahwa hubungan Arayi dan Kanara baik-baik saja. Kanara yang kala itu baru saja pulang bekerja menyambut Wina dengan ramah. Ia izin mandi sebentar dan meminta Bi Ani selaku asisten rumah tangga untuk menemani Wina. Setelah selesai mandi, Kanara turun menghampiri Wina yang tengah mengobrol dengan Bi Ani sembari menonton film. Kanara duduk di samping Wina yang kini telah mengalihkan perhatiannya pada sang menantu. Bi Ani setelahnya pamit untuk melanjutkan pekerjaannya memasak makan malam. “Gimana?” tanya Wina antusias, tontonan televisi di depannya sudah tak lagi ia pedulikan. Kanara mengernyit, “Gimana apanya, Ma?” tanya Kanara keheranan. “Itu lho, Arayi gimana sikapnya? Baik aja kan sama kamu? Kamu gak dimacam-macamin kan sama dia?” tanya Wina penasaran. Mengingat bahwa Arayi dan Kanara menikah karena perjodohan. Ia merasa khawatir jika saja