Rosalina berhenti berlawan. Dia tidak berani memegang Calvin, tangannya tampak tidak tahu harus diletakkan di mana.Sambil menggendong Rosalina, Calvin berjalan sambil bercanda, "Kamu kelihatannya mungil, ya. Aku kira kamu akan terasa ringan, tapi ternyata nggak se-ringan yang kupikir. Kalau kamu lari beberapa kilometer lagi dan aku harus menggendongmu, bisa-bisa aku kelelahan sampai nggak bisa ngangkat tangan lagi."Rosalina menjawab, “‘Kan aku nggak pernah minta digendong.”Dia sudah katakan bisa berjalan sendiri.Namun, karena Calvin merasa Rosalina akan berjalan terlalu pelan karena tak memakai sepatu, Calvin pun lantas memutuskan untuk menggendongnya."Gimana kalau aku turunin, terus kita jalan sambil gandengan saja?""Oke."Lebih nyaman berpegangan tangan daripada digendong. Calvin segera menurunkan Rosalina. Dia mungkin bisa menggendong dengan mudah untuk beberapa menit, tapi tentu saja tak bisa terlalu lama. Sejujurnya, Rosalina memang bukan tipe yang ringan.Rosalina menggeru
"Jangan khawatir, suatu hari nanti pasti Dokter Dharma akan datang membantu nyembuhin matamu," kata Calvin sambil mencoba menghibur Rosalina."Nggak perlu berharap pada sang tabib tua, usianya sudah lanjut. Meski kita menemukannya, dia mungkin sudah nggak mau melayani pasien lagi. Kudengar sekarang hanya Dokter Dharma yang melayani pasien. Dokter Dharma mewarisi ilmu sang tabib dan memiliki kemampuan medis dan racun yang tak tertandingi," tambah Calvin. Baginya, jika bisa mendatangkan Dokter Dharma untuk menyembuhkan Rosalina, itu sudah sangat baik. Tidak berani berharap bisa mendapatkan jasa dari sang tabib tua.Kakaknya pernah bercerita bahwa Dokter Dharma adalah seorang wanita yang sangat hebat. Selain kemampuannya dalam bidang medis, dia juga ahli dalam menggunakan racun. Namun tentu saja, Dokter Dharma tidak akan menggunakan racunnya untuk merugikan orang. Dia hanya menggunakannya agar orang-orang menghormatinya. Selain itu, Dokter Dharma juga memiliki kemampuan bela diri yang he
Melihat Rosalina dengan kondisi yang sangat mengenaskan, Johan pun menoleh ke arah istrinya dan berkata, “Sayang, kamu bawa Rosalina masuk dulu.”Kemudian Johan mempersilakan Calvin untuk masuk ke dalam rumahnya. Awalnya Calvin ingin langsung pergi setelah mengantar Rosalina, tapi setelah dipikir lagi, tidak ada salahnya dia memberikan sedikit kehormatan kepada Johan dengan menerima tawarannya.Setelah mendengar seluruh kejadiannya dari Calvin, Johan mengumpat dengan raut wajah yang tampak amat muram, “Kurang ajar. Padahal aku cuma negur dia sedikit, tapi dia malah balas dendam ke keponakanku. Calvin, terima kasih banyak, ya. Tanpa kamu, Rosalina pasti sudah celaka di tangan pengawal itu.”Tak lama Sinta keluar dari kamar yang ditempati oleh Rosalina dengan penuh perasaan kecewa yang tak bisa dia utarakan. Untungnya selain kehilangan sepasang sepatu, Rosalina tidak mengalami kerugian apa-apa. Di tubuhnya tidak ditemukan bekas luka memar, dan keperawanannya juga masih aman. Kalau tahu a
“Kamu kira masuk ke keluarga besar Adhitama segampang itu? Aku juga nggak rela Rosalina jadi bagian dari keluarga mereka. Biarpun Rosalina itu darah daging adikku satu-satunya, aku tetap lebih sayang sama anak kandung kita sendiri. Mana mungkin aku biarin Rosalina menikah sama keluarga Adhitama. Kamu juga jangan harap Giselle bisa menikah sama keluarga Adhitama, mustahil. Anak-anak keluarga Adhitama yang lain juga nggak mungkin tertarik sama Giselle. Giselle baru umur 20 tahun, buat apa buru-buru menikah. Yang harus kita pikiran sekarang adalah gimana caranya kita bisa nolong Giselle,” kata Johan.“Tapi gimana caranya? Dengan tunduk dan mohon-mohon minta maaf ke mereka? Sudah kucoba, nggak ada gunanya. Padahal tadinya kita bisa cari orang buat jadi penengah, tapi lagi-lagi rencana kita dirusak sama Calvin. Sayang, apa mungkin Calvin tahu si Novi datang? Dia bukan bagian dari keluarga inti Kusuma. Kalau sampai ketahuan, keluarga inti pasti bakal langsung turun tangan buat beresin dia.”
Rasa sakit di kepalanya itu diakibatkan oleh terlalubanyak minum alkohol semalam. Seraya menahan rasa sakit itu, Olivia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh siang.“Bangun-bangun main pergi saja ninggalin aku sendirian di kamar. Giliran aku yang bangun duluan, dia bilang aku ninggalin dia. Ah, sudahlah,” gumam Olivia.“Tok, tok, tok.”Seketika itu pintu kamar diketuk. Olivia mengira itu adalah pelayannya, maka itu dia berkata, “Masuk.”Namun ketika pintu terbuka, ternyata yang masuk adalah Odelina dan Russel.“Eh, Kakak?”Olivia terkejut melihat kakaknya datang. Di jam seperti ini seharusnya kedai milik kakaknya masih belum tutup.“Kenapa, Kak?” tanya Olivia sekali lagi. Dia membalikkan badan bermaksud untuk turun dari ranjang, tapi gerakannya yang tiba-tiba itu membuat rasa sakit di kepalanya makin menjadi. Mengapa setelah tidur semalaman, kepalanya masih terasa sakit? Padahal kemarin Olivia hanya minum beberapa gelas saja.Odelina menghampiri sang adik dan duduk di dekatn
Sebenarnya Odelina hanya menjewernya dengan sangat pelan, tapi Olivia sengaja berteriak kencang agar Odelina merasa kasihan padanya.“Russel, tolongin Tante,” ujar Olivia meminta pertolongan.Russel langsung naik ke ranjang dan melepaskan tangan ibunya yang menjewer telinga Olivia. “Mama, Tante kesakitan.”Olivia langsung memeluk Russel dan mencium wajahnya, “Nggak sia-sia Tante sayang sama kamu.”“Cepat mandi sana. Habis itu turun, kita makan,” kata Odelina.“Iya, iya. Kakak cerewet banget kayak tante-tante.”“Aku setua itu?”“Nggak, nggak. Kakak masih muda banget, kok. Masih kelihatan kayak anak umur 18 tahun.”“Aku juga maunya begitu, tapi sayangnya aku nggak seawet muda itu. Nanti siang aku mau ambil mobil, kamu ada waktu menemani aku? Oh ya, guru yang Stefan cariin buat Russel datang nanti siang. Nanti dia mau kemari untuk makan siang sekalian.”“Guru bela diri?”“Iya.”“Kalau begitu aku mau mandi dulu sekarang. Nanti aku temani Kakak ambil mobil.”“Ya sudah, cepat sedikit. Aku tu
“Aku malah takut Stefan bilang aku pelit gara-gara nggak mau beliin barang yang mahal buat Russel. Russel, kamu suka, nggak, sama sepeda yang Om beliin buat kamu? Kamu mau main?”Mengingat ketika dia sedang jalan-jalan bersama ibunya pada malam hari dan melihat anak-anak lain memiliki sepeda, Russel pun mengangguk, “Iya, aku suka sepeda.”“Kalau begitu Om bantu kamu pasangin, ya. Habis itu Om ajak kamu main di luar, gimana? Om juga ada beli kincir angin, nanti bisa dipasang di depan sepeda. Waktu kamu gowes nanti, kincir anginnya bakal ikut mutar. Bagus, deh.”Berhubung Daniel bilang sepeda itu hanya beberapa ratus ribu saja harganya, dan lagi dia juga membawa-bawa nama Stefan, jadi Odelina pun tidak membahas tentang itu lagi. Asalkan mulai besok Daniel makan di restorannya, biaya makannya selama setengah bulan sudah tercukupi. Karena itu Daniel langsung membuka kota dan merakit sepedanya.Ketika Olivia baru saja turun dan melihat kesibukan mereka di bawah, dia langsung menghampiri dan
“Russel sudah umur tiga tahun. Dia anakku juga, memangnya kenapa? Kamu sama Russel ada di mana sekarang? Aku sudah di depan rumah kontrakanmu. Aku ketuk dari tadi nggak ada yang jawab. Kamu ada di dalam?” tanya Roni.Yenny saat itu berada di samping Roni dan ikut mendengar percakapannya dengan Odelina. Luka lebam yang ada di wajahnya akibat bertengkar hari itu sudah menghilang setelah beristirahat selama beberapa hari. Roni sampai harus membelikan produk perawatan kulit dan juga sebuah perhiasan guna membujuknya. Roni juga sudah berbincang dengan orang tuanya sendiri. Dia bilang sudah mendaftarkan pernikahannya dengan Yenny dan sudah tidak sabar untuk melewati hari-hari bersamanya. Karena hari resepsi pernikahan sudah dekat, Roni juga meminta agar keluarganya tidak melulu memojokkan Yenny. Selain itu, Roni juga menyalahkan orang tuanya yang memiliki tanggung jawab besar dalam perceraian dia dengan Odelina.“Papa ama mau aku cerai lagi? Coba ingat-ingat lagi berapa biaya yang harus kita
“Terima kasih banyak atas perhatiannya, Non Yohanna. Nenekku sudah berumur 80 tahun lebih, tapi badannya masih segar bugar dan nggak masalah bepergian naik pesawat. Tapi masalahnya anggota keluargaku terlalu banyak, rasanya nggak enak kalau kami semua datang,” kata Ronny. “Atau begini saja, aku coba bilang ke mereka kalau tahun ini aku nggak pulang. Kurasa mereka pasti bisa mengerti.” Sebelum menginjakkan kaki di Aldimo, Ronny sudah memikirkan soal ini. Begitu pun dengan para senior di keluarga Adhitama yang juga sudah mempersiapkan diri andaikan Ronny tidak bisa pulang untuk melewati tahun baru bersama. Di tahun depan, Ronny berniat untuk membawa Yohanna ke pulang ke Mambera untuk mengurus pernikahan mereka. Nenek Sarah memberi waktu satu tahun kepada Rony dan saudara-saudaranya. selama mereka memperlakukan calon istri mereka dengan baik, satu tahun sudah cukup untuk meluluhkan hati seorang wanita. “Soal gaji kerja di libur tahun baru, Non Yohanna sesuaikan saja dengan hari kerjaku
Christian tidak bersuara saat dia ditendang oleh Tommy, tetapi raut wajahnya tidak bisa menutupi rasa sakitnya. Christian mengira Tommy memang ingin belajar,bukan karena paksaan dari kakaknya. Yohanna sangat tegas dalam mendidik mereka, bahkan lebih tegas dari guru-guru mereka di sekolah. Para senior di keluarga saja sampai tidak berani ikut campur ataupun berkomentar di hadapan Yohanna. Tommy melampiaskan kekecewaannya ke nafsu makan. Dia makan banyak sekali, sampai-sampai Yohanna harus menghentikannya karena khawatir akan sakit perut. Tommy sengaja ingin membuat diri sendiri kekenyangan sampai sakit perut, karena dengan begitu dia punya alasan untuk kabur dari tugasnya. Setelah makan, Yohanna berkata kepada Ronny, “Ronny, habis istirahat siang, kamu bikinin dessert untuk bocah-bocah, ya. Oh ya, sisain sedikit untuk Dira juga. Dia paling suka sama dessert buatan kamu. Nanti malam aku nggak makan di rumah, kamu bebas mau pulang atau tetap di sini. Oh ya, aku mau diskusi tentang jadw
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu