Khawatir Olivia memberikannya nomor palsu, Stella langsung menghubungi nomor tersebut di depan Olivia. Olivia mengeluarkan ponselnya agar Stella bisa melihat kalau panggilan itu benar-benar tersambung.“Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi.”“Iya, sampai ketemu,” sahut Olivia. Setelah Stella masuk ke mobilnya dan melambaikan tangannya, Olivia menambahkan, “Stella, lain kali tolong parkir di depan parkir yang benar, jangan di depan pintu. Tadi kamu nutupin mobilku. Untung saja aku ini orangnya baik hati dan toleransi tinggi. Kalau sampai Stefan yang terganggu, siap-siapa saja mobil kamu dirusak.”“... iya, tadi itu salahku. Maaf, ya.”“Aku ngomong begitu bukan berarti aku marah cuma gara-gara kamu parkir sembarangan sekali. Hati-hati di jalan, ya. Aku antar sampai di sini saja.”Setelah mobil Stella pergi menjauh, Olivia pun menyimpan kembali senyuman di wajahnya, lalu menatap Arif yang baru saja keluar dari rumah.“Bu Olivia, tadi ada apa?” tanyanya.Arif baru keluar untuk m
“Didin, kira-kira Bu Olivia marah, nggak, sama Pak Stefan?” tanya si sopir.Didin menjawab, “Aku sudah beberapa bulan jagain Bu Olivia, jadi bisa dibilang aku cukup paham karakternya. Menurutku, Bu Olivia nggak mungkin marah sama Pak Stefan. Kan Non Stella sendiri yang mau nempel, tapi nggak berhasil. Jadi nggak ada alasan bagi Bu Olivia untuk marah.”“Baguslah kalau begitu. Aku paling takut kalau sampai Bu Olivia marah dan cuekkin Pak Stefan. Nanti kita juga yang kena getahnya,” kata si sopir.Begitu Stefan sudah marah, tidak ada yang akan bisa lolos dari api amarahnya. Namun, yang paling sering kena omelannya sudah pasti adalah orang-orang yang paling sering berinteraksi dengan Stefan. Si sopir sering mengantar Olivia bepergian, jadi dia termasuk salah satu orang yang juga otomatis sering tatap muka dengan Stefan. Wajar saja jika dia khawatir.Olivia langsung bersandar di sofa begitu dia masuk ke rumah, dan beberapa menit kemudian, dia mendengar Stefan juga baru saja pulang. Stefan l
Selagi suasana hati Olivia masih cukup baik, Stefan pun memberanikan diri untuk bertanya, “Sayang, tadi sebelum aku pulang ada apa?”“Kamu kenapa mikir begitu?” tanya Olivia balik.“Biasanya pas aku pulang, kamu langsung keluar nunggu aku turun dari mobil. Atau kalau kamu belum pulang, biasanya Pak Arif yang keluar. Tapi hari ini kamu dan Pak Arif sama-sama nggak keluar. Pasti terjadi sesuatu sebelum aku sampai di rumah, dan itu berpengaruh sama hubungan kita berdua. Kamu … mungkin lagi marah sama aku, ya? Liv, coba kasih tahu, aku ada salah apa?”Olivia tidak menyangka Stefan bisa menebak ada sesuatu hanya karena dia tidak menyambutnya pulang. Melihat Stefan yang begitu berhati-hati karena takut akan membuatnya marah, Olivia jadi merasa dirinya kurang baik terhadap Stefan dalam keseharian mereka. Mungkin itu membuat Stefan jadi tidak merasa tenang dan selalu khawatir Olivia akan marah dan pergi meninggalkannya.Maka itu, Olivia segera meletakkan baju yang ada di tangannya dan mencium
“Apa yang terjadi sama Roni dan Yenny itu pasti nggak cuma salah satu pihak saja yang salah. Tapi setelah kejadian itu, semua orang nyalahin Yenny dan ngatain dia pelakor, sementara Roni jarang dapat tuduhan dari orang lain. Padahal, sebenarnya yang harusnya disalahin itu Roni. Dia sudah beristri dan punya anak, tapi masih saja ngejar cewek yang lebih muda. Memang dia saja yang nggak bisa setia. Jelas Yenny juga punya salah. Dia bisa saja menolak Roni atau menjauh darinya, tapi dia nggak begitu. Dia sendiri juga menikmati semua yang Roni kasih ke dia, bahkan sampai kepikiran untuk gantiin kakakku sebagai istrinya. Dia dan Roni sama-sama nggak pantas dikasihani. Kalau bukan karena Roni itu papanya Russel, dia pasti sudah mati. Yenny cuma ngerasa atas dasar apa semua orang nyalahin dia. Dia merasa ini nggak adil, dan mungkin juga dia dapat tekanan dari Pamungkas sampai akhirnya dia kehilangan rasa percaya diri. Di saat-saat putus asa, akhirnya dia ngayunin pisau ke arah Roni yang seharu
Olivia tersenyum dan mendekat ke telinga Stefan untuk membisikkan sesuatu. Kemudian, sorot mata Stefan langsung berbinar dan menggendong Olivia ke atas. Sesampainya di kamar, Olivia menutup pintu dan berkata, “Sayang, malam ini biar aku yang tuntun kamu.”“Silakan,” sahut Stefan dengan senang hati. Dia paling suka dengan respons antusias dari Olivia, yang membuat Stefan jadi makin sayang padanya. Rasa itulah yang membuat Stefan hanya mencintai Olivia seorang sampai akhir hayatnya.Sementara itu, Stella yang baru saja tiba di vila milik keluarganya di Mambera melihat kakak sepupunya sedang menunggunya.“Sudah malam begini kamu kenapa masih datang ke Mambera?” tanya Stella.“Stella, Om Petrus sempat bilang sebelum dia berangkat untuk jagain kamu selagi dia nggak ada. Om Petrus sudah ngelarang kamu untuk datang ke Mambera, tapi kamu masih saja pergi diam-diam. Kalau sampai Om tahu ….”“Aku mau pergi ke mana itu kebebasanku, kamu nggak perlu ikut campur. Dan juga nggak usah bawa-bawa papak
Krama Group harus diambil alih oleh orang yang masih memiliki marga Krama, sementara Stella cukup diberikan mahar yang mahal saja ketika dia menikah nanti. Tanpa adanya pengaruh dari generasi yang lebih tua, Kenny dan saudara-saudara lainnya memiliki pemikiran yang sama. Mereka menganggap Petrus tidak seharusnya mendidik Stella menjadi penerus. Akan lebih baik jika perusahaan diserahkan kepada Kenny saja. Kelak apabila Stella mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari keluarga suaminya, Kenny sebagai kakak sepupu juga pasti akan membelanya.“Aku mau pergi ke mana suka-suka aku, kamu nggak perlu tahu. Aku cuma mau ketemu teman sama jalan-jalan doang masa nggak boleh? Kalau Kak Kenny datang ke sini cuma untuk jemput aku, aku saranin lebih baik nggak usah terlalu ikut campur urusan pribadiku.”Stella lalu duduk di sofa dan berkata kepada pelayan rumah yang dari tadi menyimak perdebatan mereka, “Ambilin aku air. Aku haus banget.”“Stella, terserah kamu mikir apa tentang aku, tapi aku perca
Setelah terdiam sejenak, Stella kembali berkata kepada kakak sepupunya, “Besok malam aku ikut kamu pulang, tapi aku ada janji makan bareng dulu sebelum itu.”“Janji makan sama siapa? Biar aku temani, habis itu malamnya kita langsung pulang.”“Kamu nggak kenal. Kalau ikut yang ada malah jadi canggung nanti.”“Kalau nggak kenal, ya tinggal kenalan. Pokoknya kalau malam ini kamu nggak ikut aku pulang, bakal aku pantau terus setiap kegiatan kamu di sini.”“Sekarang sudah malam, mau beli tiket juga susah.”“Aku pinjam jet pribadi temanku. Pesawatnya sudah dalam perjalanan kemari dan sebentar lagi bakal sampai. Kita pulang naik itu.”“Kamu sudah siapin semuanya? Terus, kamu ada kasih tahu papaku?”Stella tidak suka dengan apa yang Kenny lakukan padanya, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Stella juga cukup kecewa karena ayahnya lebih percaya Kenny daripada dirinya sendiri.“Aku cuma menuhin tugas dari Om Petrus,” kata Kenny.Pada akhirnya, Stella pun mau tidak mau harus ikut Kenny perg
Ketika wanita itu hampir saja mengejar Rika, dia pura-pura tersandung dan terjatuh ke dalam pelukannya. Mengingat Rika mengenalinya dan juga pernah memuji aktingnya yang cukup bagus, wanita itu berpikir Rika pasti tidak akan menolaknya.Wanita itu adalah artis yang baru naik daun di Cianter. Ronald, saudara kembarnya Rika, sangat menyukai wanita ini. Sewaktu dia sedang shooting, Ronald sempat ingin mengunjunginya, tapi sayang dia tidak punya waktu untuk itu dan meminta Rika pergi menggantikannya.Rika selalu bersikap dingin di hadapan orang yang tidak dia kenal, tapi dia cukup menyayangi adiknya. Di tengah pekerjaannya yang sibuk, dia masih menyempatkan waktu untuk memenuhi permintaan sang adik untuk melihat wanita itu shooting dan memberikan pujian kepadanya.Tak disangka, kunjungan itu malah menjadi gosip panas. Para wartawan mengatakan bahwa Riko menyukai wanita tersebut. Yang membuat situasi makin runyam, wanita itu juga jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Riko. Dia jelas tah
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu