Rika segera menggenggam ponselnya, berniat untuk menghubungi Ricky. Namun, setelah berpikir sejenak, Rika membatalkan niatnya dan meletakkan ponsel tersebut kembali di atas meja. Sudah lama dia tidak meluangkan waktu untuk bersantai. Mungkin pergi berkuda bersama seseorang bisa menjadi ide yang baik. Setelah merenung sejenak, Rika mengambil kembali ponselnya dan menelepon Ronald, saudara kembarnya. Saat Ronald menjawab, Rika langsung berkata, "Ronald, bisa kamu cari tahu nggak apa sebenarnya alasan Ricky datang ke Cianter kali ini?”Refleks Ronald bertanya, "Apa lagi alasan dia datang ke Cianter? Keluarganya memang punya bisnis di sini, bukannya wajar saja jika dia datang?""Tampak wajar, memang," Rika merenung. "Tapi, aku punya firasat ada yang nggak beres."Rika curiga Ricky sengaja mendekatinya."Ada yang nggak beres gimana? Kak, jangan-jangan dia punya niat tertentu sama kita?" Ronald mempercayai sepenuhnya kata-kata kakaknya. Meski hanya terpaut sepuluh menit usianya dari Ro
"Kakak itu terlihat sangat menawan bahkan saat berpakaian sebagai laki-laki. Banyak ‘kan wanita muda di Cianter yang terpesona sama kamu. Mungkin Ricky gay. Dia mengira kakak adalah seorang pria, terus jadi tertarik sama kamu," Ronald berteori.Wajah Rika langsung muram mendengarnya."Ronald, kamu cari tahu deh niat Ricky sebenarnya. Dan, cek juga kehidupan pribadinya, apa benar dia memang gay atau nggak.""Oke, kak. Aku cari tahu. Nggak usah terlalu dipikirkan. Mungkin Ricky hanya ingin menjalin hubungan baik dengan keluarga kita. Sebagai kepala Aurora Group, jika dia bisa dekat dengan Kakak, bukannya itu berarti semua masalah akan jadi mudah terselesaikan?"Rika berdiam sejenak, lalu berkata, "Kita dengan keluarga mereka nggak punya konflik besar. Sedikit persaingan bisnis itu hal yang wajar. Ricky nggak mungkin mendekatiku hanya karena itu.""Tapi bagaimana pun, Ricky nggak mungkin meragukan gendermu, Kak. Tenang saja. Aku akan segera mencari tahu."Tanpa bukti, Rika akan terus mera
"Di mana Daniel sekarang?" tanya Stefan khawatir, "Aku ingin menemuinya.""Pak Daniel ada di halaman belakang, sendirian. Dia nggak mengizinkan siapa pun ke sana, dia bilang dia ingin sendiri dan nggak ingin diganggu oleh siapa pun," jawab pelayan tersebut.Langkah Stefan terhenti sejenak, tapi dia tetap mengikuti pelayan masuk ke dalam rumah lalu bertemu dengan ayah dan ibu Daniel. Stefan memberi salam. Setelah berbasa-basi sebentar, Stefan berdiri dan berkata kepada mereka, "Om, Tante, aku mau ketemu Daniel, ya."Kepala keluarga Lumanto mengangguk, "Silakan, kalian berdua sahabat baik. Mungkin Daniel mau bertemu denganmu.""Stefan, tolong beri dia pengertian, ya. Bilang jangan terburu-buru. Dia baru saja keluar dari rumah sakit, tapi sudah ingin berdiri dan berjalan sendiri. Padahal Daniel bahkan belum boleh melakukan rehabilitas," ujar Yanti dengan wajah penuh kecemasan. "Tante khawatir, dengan terburu-buru begini, malah akan berakibat sebaliknya."Stefan mengangguk, "Iya, Tante,
Stefan dengan hati-hati mendorong Daniel ke tempat yang lebih teduh, mengingatkannya, "Daniel, kamu nggak bisa sendirian di sini. Matahari semakin terik, kamu bisa kepanasan."Daniel mengangkat tangan, mengusap keringat di wajahnya, dan berkata, "Pas aku datang ke sini, tempat ini masih teduh." Memang, seiring berjalannya waktu, matahari bergerak ke tengah langit. Tempat itu terpapar sinar matahari langsung."Di belakang kursi rodaku ada air dan tisu," ujar Daniel.Mendengar hal itu, Stefan segera mengambil tas yang tergantung di belakang kursi roda Daniel, mengeluarkan sebotol air dan memberikannya kepada Daniel, serta mengambil beberapa lembar tisu untuk Daniel gunakan mengelap keringatnya. "Kalau kamu ingin latihan jalan, pilih waktu yang pas. Pagi atau sore, pas matahari nggak terlalu panas dan suasananya lebih sejuk," saran Stefan.Halaman belakang rumah keluarga Lumanto dipenuhi dengan pepohonan yang rindang, cukup sejuk."Dan lagi, kamu nggak boleh sendirian. Kalau sampai terj
Daniel bertanya, “Nenek Sarah?"Dengan keposesifan Stefan yang begitu kuat, siapa pun yang berani “mencuri” istrinya pasti sudah dia hajar habis-habisan. Tentu, selain Nenek Sarah. Jika tidak, mana mungkin Stefan ada waktu menjenguk Daniel? Stefan tersenyum pahit, "Selain nenek, siapa lagi yang berani berbuat seperti itu sama aku?"Orang tua Stefan pun tidak akan berani berbuat seperti itu.Daniel tertawa keras, "Pasti kamu habis berbuat salah. Makanya nenekmu bertindak seperti itu. Nenek selalu tahu gimana cara menemukan titik lemah kita."Bagi Daniel, titik lemahnya adalah Odelina.Nenek Sarah bahkan pernah berkata kepada Daniel bahwa jika Daniel benar-benar ingin melepaskan Odelina, maka Nenek Sarah akan segera mencarikan pasangan baru untuk Odelina. Laki-laki yang terbaik untuk Odelina. Nenek Sarah akan membuat Daniel iri dan menyesal. Setelah Nenek Sarah mengatakan hal itu, Daniel tak berani berkata apa-apa lagi. Karena Daniel sangat tahu bahwa dirinya tidak pernah benar-benar
Daniel berkata, "Nanti aku ke sana pas restorannya buka.”Meskipun tak bisa berjalan, hal itu tetap tak menghentikan Daniel untuk mengirimkan karangan bunga untuk Odelina."Kak Odel pasti akan traktir kamu makan," ujar Stefan.Daniel hanya bisa menghela nafas berat, "Tapi, kakakmu nggak punya perasaan lebih sama aku. Dia cuma menganggapku sebagai teman. Dia merawatku di rumah sakit karena merasa berhutang budi. Mamaku bahkan ngasih dia dua puluh juta per hari sebagai imbalan.""Iya memang, Tante ngasih Kak Odel dua puluh juta sehari. Tapi, kakak nggak mengambilnya sama sekali. Dia cuma bilang begitu di depanmu, agar punya alasan untuk menolakmu," jawab Stefan.Daniel tak terkejut mendengarnya, "Dia nggak mau berhutang budi sama aku. Odelina menganggap ini sebagai kesempatan untuk balas budi. Kalau dia menerima uang itu, dia akan merasa selalu berhutang budi sama aku. Aku juga sudah menduga dia nggak akan mengambil uang itu. Dia cuma pengin aku menganggap dia melalukan itu semua demi ua
Calvin bertanya spontan, "Kak Oliv pergi ke mana?"Rosalina langsung menyambung, "Kayaknya dia lagi dinas. Aku dengar dari Olivia dia harus pergi ke luar kota beberapa hari ini." Seandainya penglihatan Rosalina tidak bermasalah, mungkin dia juga akan sering pergi dinas ke luar kota. Kini, semuanya ditangani oleh Doni, jadi dia tidak perlu repot-repot dinas juga. Rosalina sebenarnya sangat ingin pergi ke kantor perusahaan. Akan tetapi, mengingat kondisinya yang tidak bisa melihat, perjalanan jauh menjadi sangat merepotkan kecuali jika menggunakan pesawat pribadi. Keluarga Rosalina tidak memiliki pesawat pribadi. Meskipun keluarga Calvin punya, Rosalina tidak ingin menggunakannya.Stefan memilih untuk tidak menjelaskan lebih jauh. Biarkan saja mereka beranggapan istrinya memang sedang perjalanan bisnis. Tanpa kehadiran Olivia, hari-hari Stefan terasa begitu berat, waktu berjalan begitu lambat. Sehari bisa terasa amat sangat panjang.“Satu hari tak bertemu, serasa setahun." Stefan
Rosa menimpali, "Aku bisa memahami perasaan Pak Daniel. Tiba-tiba mengalami kecelakaan mobil, kedua kakinya terluka sampai nggak bisa berdiri. Wajar dia butuh waktu untuk menerima keadaannya. Dia masih termasuk yang beruntung, banyak orang yang situasinya lebih buruk dari dia, nggak bisa menerima kenyataan bahwa mereka menjadi cacat.""Waktu itu aku juga sama. Aku seperti berjalan keluar dari pintu kematian. Pas bangun, semua terasa gelap. Aku dengar suara tanteku. Aku tanya apa sudah malam, kenapa nggak menyalakan lampu."Mengingat masa-masa ketika dia baru kehilangan penglihatannya, Rosalina tampak tenang, seolah-olah dia sedang menceritakan kisah orang lain."Tanteku bilang masih siang, matahari sedang terik, nggak perlu menyalakan lampu. Nggak lama kemudian, tanteku sadar. Dia terkejut. Tante tanya berulang kali apa aku benar-benar nggak bisa melihat. Aku bilang aku nggak bisa lihat, semuanya gelap. Tanteku segera memanggil dokter ... Aku jadi buta. Tante memelukku sambil menangis.
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu
Risa sedikit banyak juga sudah mendengar tentang asal-usul keluarga Brata. Dia pun berkata, “Keluarga konglomerat kebanyakan cuma kelihatan damai di luar saja, padahal di dalamnya banyak ribut dan saling bermusuhan. Paling cuma sebagian kecil saja keluarga konglomerat yang nggak punya konflik internal. Bahkan keluarga dekat saja bisa jadi musuh cuma demi mendapat keuntungan pribadi.” “Waktu aku pergi untuk perjalanan bisnis, aku dengar keluarga Gatara yang ada di Cianter juga akhir-akhir ini lagi ribut parah. Ada perebutan kekuasaan antara keturunan kepala keluarga yang sebelumnya dengan kepala keluarga yang lagi menjabat sekarang. Bahkan ada rumor yang bilang kalau kepala keluarga yang sekarang itu membunuh pendahulunya. Nggak ada yang tahu kebenarannya, tapi yang jelas konfliknya dalam banget dan terjadi banyak pertikaian,” Yohanna menambahi. “Nggak usahlah urusin keluarga orang lani. Yang penting keluarga kita sendiri aman sentosa, nggak perlu ribut sampai berselisih kayak keluarg
“Aku sudah kenyang makan. Sekarang aku mau tidur sebentar, nanti sebelum jam tiga sore aku harus balik ke kantor. Jam setengah empat sore ada rapat, minta Dira untuk cepat pulang malam ini, biar Tante Afika nggak marah-marah lagi.” “Tante kamu itu dari dulu memang suka mengomel, kayak hidupku sendiri sudah sempurna saja. Sebagai yang tertua, aku juga punya banyak tanggung jawab,” ujar Risa cemberut. “Kita yang tinggal di satu atap rumah saja juga jarang ketemu. Kalau begitu, aku harus ngomel ke siapa?” Pagi-pagi saat Risa baru bangun tidur, Yohanna sudah berangkat ke kantor. Ketika Yohanna baru pulang ke rumah larut malam, Risa sudah tertidur lelap. Makanya Yohanna dan Risa juga sebenarnya jarang bertemu meski tinggal di satu rumah yang sama. Dengan kondisi seperti itu, Risa mau mengadu ke siapa? Risa menikah ke keluarga Pangestu, tetapi suaminya tidak begitu bisa diandalkan. Untung saja putri sulungnya memiliki masa depan yang cukup cerah, jadi sebagai ibu, dia harus lebih banyak b
“Nggak gemuk, kok. Tapi cuma agak berisi sedikit saja, nggak kayak dulu yang kurus banget. Justru sekarang kamu lebih berisi jadi kelihatan lebih menarik. Terlalu kurus malah jelek,” ucap Risa tersenyum. “... aku nggak makan sembarangan. Sehari-hari juga rutin latihan dan sibuk sama kerjaan, tapi masih saja gemukan.” “Itu artinya masakannya Ronny enak. Asal sehari makan tiga kali seperti biasa dan nutrisinya seimbang, badan kamu pasti bisa menyerap dengan baik dan bikin warna muka kamu kelihatan lebih segar.” Ronny adalah sosok koki pribadi idaman yang terbaik di antara semua koki pribadi yang pernah bekerja untuk keluarga Pangestu. Tidak hanya masakannya yang enak untuk disantap, tetapi penampilan luarnya juga sangat enak untuk dilihat, dan sifatnya juga sangat baik. Ronny sama sekali tidak terlihat seperti koki, dia lebih terlihat seperti seorang tuan muda dari keluarga kaya raya yang terampil dalam segala hal. Tutur katanya sopan dan hangat, dan ketika dia menanggalkan seragam ke
“Iya, Ma,” jawab Tommy. Dua anak nakal itu memang tidak bisa diam. Baru sebentar saja, mereka langsung berdiri dan berkata kepada Yohanna, “Kak Yohanna, aku dan Christian tadi habis bikin boneka salju berbentuk kura-kura. Christian bisa bikin bentuknya mirip banget. Aku mau bisa bikin yang lebih bagus dari dia punya.” “Ya sudah, main saja sana. Tapi kalau kamu merasa kedinginan, langsung pulang, ya,” kata Yohanna dengan lembut. Tommy dan Christian mendengar itu pun langsung berlarian ke luar sambil tertawa riang. Begitu sudah asyik bermain, mereka tidak akan merasa kedinginan. Sesaat Tommy baru saja menginjakkan kakinya di luar, dia kembali sebentar ke dapur untuk menyampaikan apa yang dia inginkan untuk makan siang nanti kepada Ronny. Setelah mendapatkan balasan yang memuaskan dari Ronny, barulah dia keluar lagi dengan gembira. Christian tidak seperti Tommy yang menyampaikan apa yang mereka inginkan untuk makan siang. Dia sadar sepenuhnya bahwa Ronny adalah koki pribadinya Yohanna
Andaikan bisnis keluarga Pangestu selalu dipegang oleh generasi sebelumnya dan tidak terbantu oleh kehebatan Yohanna, mungkin perusahaan itu sudah gulung tidak sejak lama. Kakeknya Yohanna sudah menyadari bahwa anak-anaknya tidak bisa diandalkan, maka dari itu dia sudah dari awal mendidik cucu-cucunya agar kelak bisa mengambil alih bisnis keluarga sedini mungkin, dan anak-anaknya bisa segera pensiun. Meski ini adalah tanggung jawab yang sangat berat, dia percaya cucu-cucunya pasti bisa berdiri dengan kedua kaki mereka sendiri. Apa boleh buat, keluarga Pangestu memang didominasi oleh perempuan, bukan laki-laki. Risa merasa beban berat yang dia tanggung langsung terangkat ketika akhirnya dia melahirkan Tommy. “Mama bukannya suka melukis, coba melukis saja. Kalau tahun baru sudah lewat dan udara mulai makin hangat, nanti aku bantu Mama buka pameran seni,” kata Yohanna. Sorot mata Risa langsung bercahaya mendengar saran dari anaknya. Dia hobi melukis dan memiliki prestasi yang cukup gemi
“Kamu juga sering bantu kakak iparmu jagain keponakannya?” tanya Yohanna terkejut. Meski Ronny saat ini bekerja sebagai koki pribadinya Yohanna, dia juga memiliki usahanya sendiri di Mambera. Yohanna kira setiap hari Ronny sibuk dengan usahanya, tetapi siapa sangka di tengah kesibukannya itu, dia masih meluangkan waktu untuk mengajak anak-anak bermain. Kalau keponakan yang dimaksud itu adalah keponakannya sendiri, wajah. Tetapi yang Ronny bicarakan ini adalah keponakan kakak iparnya. “Nggak sering juga. Di keluargaku kan banyak orang. Kalau Russel lagi datang main, pasti yang lebih tua pada berebut mau main sama dia. Aku cuma kadang-kadang saja ngajak dia main. Seperti yang pernah aku ceritakan. Aku punya banyak saudara kandung. Saudaranya papaku juga tinggalnya pisah-pisah, tapi rumah mereka nggak jauh, jadi mereka sering kumpul bareng untuk makan-makan atau cuma sekadar meramaikan suasana. Kurang lebih sama seperti keluarga kamu.” Suasana di keluarga Pangestu juga cukup meriah. Ke