“Bu Amelia.”Suara Bram yang familiar datang dari depan. Amelia dan Jonas yang sedang dalam suasana hati baik seketika berharap memiliki ilmu sihir. Hanya dengan berkata “berubah”, mereka langsung berubah jadi berada di rumah tanpa harus menghadapi wajah arogan Bram yang selalu tersenyum.Bram benar-benar arogan. Dia melihat Jonas di samping Amelia, keduanya bahkan bergandengan tangan dengan erat, terlihat sangat mesra. Namun, Bram tetap saja mengganggu kemesraan mereka.Wajah Jonas seketika menjadi muram. Dia bersyukur tetap ikut Amelia pulang lebih dulu meskipun ibunya memintanya untuk tinggal lebih lama. Kalau dia membiarkan Amelia pulang sendirian, pasti Amelia dijemput oleh Bram. Padahal Bram jelas-jelas tidak tulus pada Amelia, tapi dia terus mengganggu Amelia. Dia terus memberikan hadiah kepada Amelia setiap hari. Tidak hanya itu, setiap kali Amelia keluar kota, dia akan mengantar Amelia ke bandara, menjemput Amelia di bandara ketika Amelia pulang. Rasanya dia lebih rajin antar
“Nggak masalah kalau Pak Jonas nggak mau ikut mobilku, aku mengerti. Aku datang ke sini untuk jemput Bu Amelia, Pak Jonas sekalian saja. Tapi kalau Pak Jonas nggak mau sekalian dijemput, silakan cari cara lain untuk pulang.”Bram selalu bicara sambil tersenyum. Namun di telinga Jonas, setiap kata yang dia ucapkan seakan penuh dengan duri, membuat hati Jonas terasa sesak.“Koper di tangan Pak Jonas punya kamu, kan? Yang warna pink, seharusnya punya kamu. Hanya perempuan yang suka warna pink,” tanya Bram kepada Amelia.Usai berkata, Bram berjalan ke depan Jonas dan mengambil koper dari Amelia dari tangan pria itu. Kemudian, dia membawa koper ke bagian belakang mobil. Dia mengangkat koper itu dengan mudah, lalu memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Setelah menutup pintu bagasi, dia tersenyum dan berkata kepada Amelia, “Aku sudah buat reservasi di Mambera Hotel, juga sudah pesankan makanan untuk kamu. Sampai di sana tinggal makan. Selesai makan, kamu mau pulang juga boleh. Mau jalan-jalan
Setelah berpikir sejenak, Bram tersenyum lagi dan berkata, “Tapi bisa dimaklumi. Olivia sudah menikah dengan Stefan selama setahun. Banyak orang di luar bilang kalau Olivia nggak bisa punya anak. Sekarang dia sudah hamil, semua orang jadi lega. Wajar saja semua orang merasa senang.”Jonas menimpali, “Kalau suatu saat Pak Bram jadi papa, juga akan ada banyak orang yang turut berbahagia.”Bram memiliki penyakit aneh yang biasa disebut apatis. Jika dia tidak bisa bertemu dengan perempuan yang bisa membangkitkan hasratnya, dia tidak akan pernah bisa menjadi pria sejati, seperti seorang kasim, apalagi jadi seorang ayah.Kata-kata Jonas sebenarnya sangat menusuk hati. Untung saja, Bram orang yang toleran dan berpikiran terbuka. Meskipun dia benar-benar sakit, dia tidak peduli. Lagi pula penyakit itu tidak membuatnya mati. Paling buruk dia akan melajang seumur hidup. Bram merasa melajang juga cukup nyaman.Bram tertawa pelan, “Kalau aku ada kesempatan jadi papa, aku nggak tahu orang lain sena
“Itu karena seleranya yang nggak bagus. Punya mata tapi nggak tahu barang mana yang bagus.”Jonas membawa Amelia ke dalam vila keluarga Sanjaya dan berkata sambil berjalan, “Aku bersyukur mereka nggak tahu barang bagus. Kalau nggak, lama-kelamaan aku yang mati dulu karena cemburu.”Amelia spontan cekikikan. Di depan Jonas, Amelia merasa santai dan leluasa, bisa menjadi dirinya sendiri. Jonas sendiri juga memang suka Amelia yang apa adanya.Setelah mengantar Amelia dan Jonas, Bram meninggalkan rumah keluarga Sanjaya dan langsung kembali ke rumahnya sendiri. Kebetulan dia bertemu dengan Junia yang disuruh pulang oleh ibu mertuanya.Begitu pengawal Junia melihat mobil Bram, dia segera menepi dan membiarkan mobil Bram lewat lebih dulu. Bram dan Junia membuka jendela mobil pada saat yang bersamaan.“Kak Bram,” sapa Junia.Bram bergumam pelan dan bertanya padanya, “Kenapa kamu pulang jam segini?”Setelah Junia kembali menjaga toko buku, dia selalu pulang pada malam hari. Jadi Bram heran meli
Ahli gizi itu tidak akan mengganggu kebebasan setiap orang untuk makan di luar. Dia direkrut bibinya untuk bertanggung jawab atas kesehatan makanan keluarga. Dia hanya mengurus makanan mereka yang makan di rumah. Dia tidak bisa mengurus mereka yang makan di luar.Sekarang, fokus utamanya adalah istri adik sepupunya. Di generasi Reiki, Reiki pertama yang menikah. Bayi dalam perut Junia adalah anak pertama generasi berikutnya. Jangankan Gloria, semua keluarga Ardaba sangat memperhatikan kandungan Junia.Agar Junia bisa melahirkan bayi yang sehat dan cerdas, ahli gizi itu menyiapkan makanan khusus ibu hamil untuk Junia. Makanannya kaya nutrisi, yang tentu saja rasanya juga enak. Setiap hari resepnya diganti-ganti. Tidak peduli Junia suka atau tidak, makanannya tidak akan diganti. Untung saja Junia pemakan segalanya, tidak pilih-pilih makanan. Jadi selama ini selalu baik-baik saja.Mendengar suara langkah kaki mendekat, Gloria dan si ahli gizi spontan menoleh dan melihat ke arah pintu.“Ju
Si ahli gizi melirik bibinya sebentar. Setelah mendapati bibinya tidak berkata apa-apa, dia pun berhenti bicara. Bagaimanapun juga, Junia adalah menantu bibinya. Bayi dalam perut Junia juga merupakan generasi penerus keluarga Ardaba. Dia hanya memberi saran tentang nutrisi.Sebenarnya Gloria merasa tidak enak terlalu banyak berkomentar. Sayur asin yang dimakan menantunya adalah buatan besannya sendiri. Selain itu, menantunya juga tidak sering makan di sana, sesekali saja. Seharusnya tidak apa-apa.“Aku ke kamar mandi sebentar.” Usai berkata, Junia bergegas pergi ke kamar mandi.Setelah Junia pergi, si ahli gizi berkata dengan suara pelan, “Tante, Junia bakal merasa aku terlalu cerewet dan terlalu ketat, nggak? Tapi makanan seperti sayur asin memang nggak boleh dikonsumsi terlalu banyak. Orang biasa saja harus dibatasi. Makanan seperti itu nggak pernah muncul di meja makan keluarga kita, tapi Junia malah sangat suka.”“Dia bahkan pulang ke rumah orang tuanya untuk makan itu. Apa mungkin
Hanya saja, Junia sama sekali tidak menyangka si ahli gizi punya banyak pendapat tentangnya. Untung saja, dia hanyalah kakak sepupu Reiki. Meskipun dia ahli gizi keluarga Ardaba, biasanya dia tidak tinggal di rumah keluarga Ardaba. Hanya sejak Junia hamil, dia sering datang ke sini. Meskipun si ahli gizi memiliki pendapat tentang Junia, hal itu tidak akan memengaruhi Junia.Ibu mertuanya bahkan mengungkit soal Olivia. Ibu mertuanya beranggapan kalau keluarga Adhitama juga akan mendatangkan ahli gizi untuk menyiapkan resep makanan tiga kali sehari untuk Olivia. Mungkin saja iya, tapi keluarga Adhitama tidak akan atur-atur kehidupan Olivia.Setelah Gloria dan si ahli gizi berhenti mengobrol selama beberapa menit, Junia baru keluar dari kamar mandi.“Junia, kamu lagi diare?” tanya Gloria dengan wajah khawatir.“Nggak, kok.” Junia spontan berkata dengan malu-malu, “Setiap kali ke kamar mandi aku pasti bawa ponsel.”Junia tidak perlu berkata apa-apa lagi, toh ibu mertuanya pasti mengerti. B
Bram Abraham memiliki penampilan yang tampak sangat baik di antara banyak laki-laki seusianya di samping status dan latar belakang keluarganya yang luar biasa. Bahkan dia bisa disetarakan dengan Reiki ataupun Stefan. Bram memandang foto seorang gadis sambil menyeringai. Kemudian dia menundukkan kepalanya untuk mencium foto itu. Ini adalah suatu bentuk reaksi normal dari seorang laki-laki. Akhirnya, Bram bisa merasakan perasaan seperti ini untuk pertama kalinya setelah melajang selama lebih dari 30 tahun lamanya. Sebelumnya, Bram tidak pernah bereaksi apa pun setiap melihat perempuan. Dia berpikir karena dia memiliki selera yang sangat tinggi sampai tidak bisa menyukai semua perempuan itu. Bahkan, dia juga pernah pergi ke tempat-tempat dewasa ketika sudah cukup umur. Namun, tetap saja dia tidak bisa merasakan apa pun di sana. Saat itu, barulah dia menyadari kalau puncak masalahnya bukan berada di penglihatannya, melainkan tubuhnya sendiri yang sama sekali tidak bereaksi dengan peremp
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu
Risa sedikit banyak juga sudah mendengar tentang asal-usul keluarga Brata. Dia pun berkata, “Keluarga konglomerat kebanyakan cuma kelihatan damai di luar saja, padahal di dalamnya banyak ribut dan saling bermusuhan. Paling cuma sebagian kecil saja keluarga konglomerat yang nggak punya konflik internal. Bahkan keluarga dekat saja bisa jadi musuh cuma demi mendapat keuntungan pribadi.” “Waktu aku pergi untuk perjalanan bisnis, aku dengar keluarga Gatara yang ada di Cianter juga akhir-akhir ini lagi ribut parah. Ada perebutan kekuasaan antara keturunan kepala keluarga yang sebelumnya dengan kepala keluarga yang lagi menjabat sekarang. Bahkan ada rumor yang bilang kalau kepala keluarga yang sekarang itu membunuh pendahulunya. Nggak ada yang tahu kebenarannya, tapi yang jelas konfliknya dalam banget dan terjadi banyak pertikaian,” Yohanna menambahi. “Nggak usahlah urusin keluarga orang lani. Yang penting keluarga kita sendiri aman sentosa, nggak perlu ribut sampai berselisih kayak keluarg
“Aku sudah kenyang makan. Sekarang aku mau tidur sebentar, nanti sebelum jam tiga sore aku harus balik ke kantor. Jam setengah empat sore ada rapat, minta Dira untuk cepat pulang malam ini, biar Tante Afika nggak marah-marah lagi.” “Tante kamu itu dari dulu memang suka mengomel, kayak hidupku sendiri sudah sempurna saja. Sebagai yang tertua, aku juga punya banyak tanggung jawab,” ujar Risa cemberut. “Kita yang tinggal di satu atap rumah saja juga jarang ketemu. Kalau begitu, aku harus ngomel ke siapa?” Pagi-pagi saat Risa baru bangun tidur, Yohanna sudah berangkat ke kantor. Ketika Yohanna baru pulang ke rumah larut malam, Risa sudah tertidur lelap. Makanya Yohanna dan Risa juga sebenarnya jarang bertemu meski tinggal di satu rumah yang sama. Dengan kondisi seperti itu, Risa mau mengadu ke siapa? Risa menikah ke keluarga Pangestu, tetapi suaminya tidak begitu bisa diandalkan. Untung saja putri sulungnya memiliki masa depan yang cukup cerah, jadi sebagai ibu, dia harus lebih banyak b
“Nggak gemuk, kok. Tapi cuma agak berisi sedikit saja, nggak kayak dulu yang kurus banget. Justru sekarang kamu lebih berisi jadi kelihatan lebih menarik. Terlalu kurus malah jelek,” ucap Risa tersenyum. “... aku nggak makan sembarangan. Sehari-hari juga rutin latihan dan sibuk sama kerjaan, tapi masih saja gemukan.” “Itu artinya masakannya Ronny enak. Asal sehari makan tiga kali seperti biasa dan nutrisinya seimbang, badan kamu pasti bisa menyerap dengan baik dan bikin warna muka kamu kelihatan lebih segar.” Ronny adalah sosok koki pribadi idaman yang terbaik di antara semua koki pribadi yang pernah bekerja untuk keluarga Pangestu. Tidak hanya masakannya yang enak untuk disantap, tetapi penampilan luarnya juga sangat enak untuk dilihat, dan sifatnya juga sangat baik. Ronny sama sekali tidak terlihat seperti koki, dia lebih terlihat seperti seorang tuan muda dari keluarga kaya raya yang terampil dalam segala hal. Tutur katanya sopan dan hangat, dan ketika dia menanggalkan seragam ke
“Iya, Ma,” jawab Tommy. Dua anak nakal itu memang tidak bisa diam. Baru sebentar saja, mereka langsung berdiri dan berkata kepada Yohanna, “Kak Yohanna, aku dan Christian tadi habis bikin boneka salju berbentuk kura-kura. Christian bisa bikin bentuknya mirip banget. Aku mau bisa bikin yang lebih bagus dari dia punya.” “Ya sudah, main saja sana. Tapi kalau kamu merasa kedinginan, langsung pulang, ya,” kata Yohanna dengan lembut. Tommy dan Christian mendengar itu pun langsung berlarian ke luar sambil tertawa riang. Begitu sudah asyik bermain, mereka tidak akan merasa kedinginan. Sesaat Tommy baru saja menginjakkan kakinya di luar, dia kembali sebentar ke dapur untuk menyampaikan apa yang dia inginkan untuk makan siang nanti kepada Ronny. Setelah mendapatkan balasan yang memuaskan dari Ronny, barulah dia keluar lagi dengan gembira. Christian tidak seperti Tommy yang menyampaikan apa yang mereka inginkan untuk makan siang. Dia sadar sepenuhnya bahwa Ronny adalah koki pribadinya Yohanna
Andaikan bisnis keluarga Pangestu selalu dipegang oleh generasi sebelumnya dan tidak terbantu oleh kehebatan Yohanna, mungkin perusahaan itu sudah gulung tidak sejak lama. Kakeknya Yohanna sudah menyadari bahwa anak-anaknya tidak bisa diandalkan, maka dari itu dia sudah dari awal mendidik cucu-cucunya agar kelak bisa mengambil alih bisnis keluarga sedini mungkin, dan anak-anaknya bisa segera pensiun. Meski ini adalah tanggung jawab yang sangat berat, dia percaya cucu-cucunya pasti bisa berdiri dengan kedua kaki mereka sendiri. Apa boleh buat, keluarga Pangestu memang didominasi oleh perempuan, bukan laki-laki. Risa merasa beban berat yang dia tanggung langsung terangkat ketika akhirnya dia melahirkan Tommy. “Mama bukannya suka melukis, coba melukis saja. Kalau tahun baru sudah lewat dan udara mulai makin hangat, nanti aku bantu Mama buka pameran seni,” kata Yohanna. Sorot mata Risa langsung bercahaya mendengar saran dari anaknya. Dia hobi melukis dan memiliki prestasi yang cukup gemi
“Kamu juga sering bantu kakak iparmu jagain keponakannya?” tanya Yohanna terkejut. Meski Ronny saat ini bekerja sebagai koki pribadinya Yohanna, dia juga memiliki usahanya sendiri di Mambera. Yohanna kira setiap hari Ronny sibuk dengan usahanya, tetapi siapa sangka di tengah kesibukannya itu, dia masih meluangkan waktu untuk mengajak anak-anak bermain. Kalau keponakan yang dimaksud itu adalah keponakannya sendiri, wajah. Tetapi yang Ronny bicarakan ini adalah keponakan kakak iparnya. “Nggak sering juga. Di keluargaku kan banyak orang. Kalau Russel lagi datang main, pasti yang lebih tua pada berebut mau main sama dia. Aku cuma kadang-kadang saja ngajak dia main. Seperti yang pernah aku ceritakan. Aku punya banyak saudara kandung. Saudaranya papaku juga tinggalnya pisah-pisah, tapi rumah mereka nggak jauh, jadi mereka sering kumpul bareng untuk makan-makan atau cuma sekadar meramaikan suasana. Kurang lebih sama seperti keluarga kamu.” Suasana di keluarga Pangestu juga cukup meriah. Ke
Yohanna mencubit gemas pipi adiknya dan berkata, “Kamu kangen sama aku atau kangen sama Ronny? Aku baru turun dari mobil tapi kamu langsung tanya di mana Ronny.” Saat itu Ronny baru saja turun dari mobil yang ada di paling belakang. Kebetulan sekali dia juga mendengar Tommy yang bertanya di mana dia kepada kakaknya. Seketika Ronny pun tersenyum dan memanggil Tommy, “Hey, Tommy, aku di sini.” Tommy dan Christian spontan langsung menoleh ke asal suara itu. Saat mereka memastikan itu benar adalah suaranya Ronny, mereka langsung meninggalkan Yohanna dan berlari ke mendatangi Ronny. Hanya saja karena masih belum terlalu dekat, mereka masih tidak enak hati meminta Ronny memeluk. Namun Ronny seakan bisa membaca pikiran, tanpa berlama-lama langsung menggendong Tommy dan berputar-putar. Setelah Ronny menurunkan Tommy, kini giliran Christian yang digendong dan diajak berputar juga. Mereka berdua sangat senang bisa bertemu lagi dan bermain dengan Ronny. Dari kejauhan Yohanna menyaksikan intera
Namun Olivia justru malah bertanya, “Russel, kamu mau menemani Liam kerjain tugasnya? Anggap saja ini sebagai latihan menulis. Ingatan kalian berdua kan bagus, kalau kamu nulis banyak dan bisa ingat apa yang kamu tulis, di masa depan bakal berguna juga buat kamu, lho.” Tidak pernah ada salahnya mengerti sedikit tentang kesehatan dan ilmu kedokteran. Karena ditatap oleh tante dan teman baiknya, Russel secara tak terduga menerima tantangan itu. Biarlah, dia pikir, tidak ada ruginya juga menemani teman baiknya mengerjakan tugas. ***Sementara itu di Aldimo ….Kemarin malam baru saja turun salju yang sangat deras, maka dari itu hari ini di mana-mana dipenuhi dengan pemandangan jalan yang putih pekat. Di halaman rumah keluarga Pangestu, terlihat dua orang anak dengan pakaian tebal sedang asyik bermain dan membuat boneka salju. Mereka adalah dua anak penerus keluarga Pangestu. Tommy membuat boneka salju dengan ukuran yang sangat besar. Setelah boneka salju itu jadi, dia mundur beberapa l