Yuna masih tidak luluh dan berkata, “Samuel, kamu bisa tanya Ricky. Jadikan situasinya sebagai referensi.” Samuel berkata, “Nek, aku benar-benar bukan mau melarikan diri. Nenek sudah dengan sepenuh hati memikirkan kami. Bagaimana mungkin aku melarikan diri? Aku benar-benar sudah memimpikan hal itu untuk beberapa waktu, dan setiap malam selalu nggak bisa lepas dari wanita itu.”Dia berani bersumpah dia mengatakan yang sebenarnya. Dia memang bermimpi, dan dia memang ingin neneknya melepaskannya.“Pemikiran Nenek masih sama. Sebelum memutuskan calon istri untukmu, Nenek sudah melakukan banyak penyelidikan. Wanita itu cocok untukmu, makanya Nenek memilihnya. Kamu bahkan belum pernah bertemu langsung dengan orangnya, nggak pernah mengenalnya. Bagaimana kamu bisa tahu dia nggak cocok denganmu?”“Begini saja, kalau kamu bisa menemukan wanita yang ada dalam mimpimu, kamu boleh melepaskan wanita yang Nenek pilihkan untukmu. Nenek nggak akan menyalahkanmu.”Samuel berkata, “Di dunia ini ada ban
Beberapa saat kemudian, Samuel berkata, “Nek, Nenek pasti lapar, ‘kan? Kita masuk untuk sarapan, yuk. Kak Stefan sedang memasak dan menyiapkan sarapan sendiri.”“Kak Stefan sangat baik pada Kak Oliv. Kita jarang-jarang bisa memiliki kesempatan untuk memakan masakan Kak Stefan, tapi Kak Oliv bisa memakannya setiap hari.”Samuel terdengar sangat iri pada kakak iparnya. Stefan sangat peduli pada Olivia.Yuna berdiri dengan bantuan Samuel. Dia memberi isyarat kepada Samuel untuk membantunya membawa speaker kembali masuk ke dalam rumah.Dia berkata, “Kamu iri dengan hubungan antara Stefan dan Olivia, ‘kan? Kamu juga bisa membuat orang lain iri.”Samuel membantu neneknya membawa speaker dan mengikuti neneknya kembali ke rumah. Dia berkata, “Aku bahkan belum pernah bertemu orang yang nenek pilih. Siapa yang bisa tahu aku cocok atau nggak dengannya? Terlebih lagi, masih ada wanita lain di mimpiku.”“Sekarang aku nggak tahu siapa yang akan kunikahi pada akhirnya. Kalau aku menikahi wanita yang
Namun, ibu-ibu dari keluarga lain tidak sesehat nenek mereka. Nenek mereka sudah tua, tapi masih sering terbang naik pesawat ke sana kemari demi mencarikan calon istri untuk mereka beberapa bersaudara ini. Mereka yang tidak berbakti, masih suka mengeluh.Samuel menggerutu dalam hati. Kalau bukan karena Nenek sudah memberinya tugas, dia tidak akan mau menikah cepat. Dia kalau mau menikah juga tidak akan menikah di umur 28 tahun, mungkin akan menunggu sampai dirinya berumur 35 tahun.Meskipun dia merasa iri saat melihat kakak dan kakak iparnya memiliki kehidupan pernikahan yang bahagia, dia lebih memilih untuk bebas, tidak ada yang mengatur hidupnya.Nenek mungkin tahu apa yang mereka pikirkan, tahu bahwa kalau dibiarkan memilih sendiri, mereka baru akan menikah di umur 35 tahun. Makanya nenek mereka memberikan tugas pada mereka.“Nenek juga bisa berolahraga dengan menari. Menari di rumah nggak akan mempengaruhi orang lain.”Stefan sudah tahu neneknya pergi keluar untuk belajar menari da
“Nenek bilang seperti itu?” tanya Stefan.“Nenek bilang, aku saja yang memastikannya sendiri. Pokoknya Nenek nggak peduli.”Samuel bergumam, “Nggak tahu aku cucu kandung Nenek atau bukan. Dia ingin aku menjadi lelaki pertama yang cerai di keluarga Adhitama.”“Nenek pasti lagi ingin memukul orang. Kita terlalu dewasa dan berbakti. Sehingga dia nggak ada alasan untuk memukul kita. Makanya Nenek sengaja membuat aku terkesan seperti lelaki nggak bertanggung jawab. Dengan begitu, dia sudah ada alasan untuk menghajarku.”Stefan menyemburkan tawanya dan berkata, “Kalau sampai Nenek dengar ucapanmu, dia bisa menghajarmu sekarang juga.”“Memang benar.”“Kamu nggak bisa menggabungkan target yang Nenek tentukan untukmu dan juga gadis impianmu itu?”“Bagaimana cara menggabungkannya? Mereka juga nggak mirip. Bukan di zaman dahulu kala yang bisa disamarkan,” cicit Samuel.“Juga bukan nggak mungkin. Kamu bisa menjadikan kemampuannya Nyonya Kedua di keluarga Junaidi sebagai referensi. Kamu juga bisa c
Stefan naik ke lantai dua. Dia membuka pintu kamar dan langsung mendengar suara mual milik Olivia dari kamar mandi. Setiap harinya setiap terbangung, perempuan itu pasti akan berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan muntahannya.“Olivia.”Stefan mempercepat langkah kakinya ke arah kamar mandi. Dia melangkah ke belakang punggung perempuan itu dan menepuknya dengan perlahan sembari berkata, “Setiap hari selalu muntah setiap bangun. Bocah ini suka sekali menyiksa orang.”Mungkin dia anak yang bandel.“Reaksi dari ibu hamil itu berbeda-beda. Belum tentu ibu hamil tersiksa karena anaknya.”Stefan menarik selembar tisu dan dan mengusap bagian mulut Olivia yang tengah membela bayi di perutnya.“Aku ingin sekali menggantikanmu merasa mual.”“Kalau kamu bisa menggantikanku, berarti kamu sudah bisa hamil dan melahirkan anak. Kamu bisa menolong kaum perempuan seperti kami dari kehamilan.”Stefan terdiam. Dia menggandeng Olivia keluar dari kamar mandi dan duduk sejenak di sofa. Setelah itu, dia men
Sepuluh menit kemudian, Olivia sudah selesai mengganti pakaian dan digandeng turun oleh Stefan. Samuel dan Nenek tengah menikmati sarapan mereka di ruang makan. Ketika melihat pasangan suami istri tersebut, Samuel langsung menghentikan makannya dan berdiri sambil menyapanya, “Kak.”Olivia berdeham merespons. Dia sudah terbiasa pada sikap santun yang ditunjukkan para adik iparnya. Dia juga tahu jika semuanya menghormatinya karena Stefan. Olivia meminta Samuel untuk duduk kembali.“Nenek,” panggil Olivia.Nenek Sarah bertanya dengan penuh sayang, “Hari ini lebih mendingan?”“Masih sama. Nggak tahu sebulan lagi akan membaik atau nggak.”“Pasti akan lebih membaik.”Sarah melirik Stefan sekilas. Jika Olivia terus mual, cucunya ini pasti akan tidak tega.“Olivia, Stefan bangun pagi-pagi sekali dan menyiapkan sarapan untukmu. Nenek kebagian keberuntunganmu sedikit,” ujar Sarah sambil tersenyum lebar.“Nenek bilang seakan-akan aku nggak berbakti. Asal Nenek ingin makan, aku mana berani nggak t
Pak Arif tersadar dan langsung menjawab, "Bu, sekarang juga akan saya siapkan mobil.""Cepat, cepat. Hari ini saya nggak pulang makan. Besok baru kembali lagi. Nanti bilang sama Stefan waktu dia pulang," pesan Sarah."Baik, Ibu."Sarah memang senang sekali berpindah-pindah dan Pak Arif juga sudah terbiasa dengan hal itu. Perempuan tua itu pulang ke rumahnya sendiri sehingga tidak perlu membawa apa pun. Dia mengambil ponselnya dan langsung berjalan ke arah luar rumah.Pak Arif sudah mempersiapkan mobil. Sarah ingin mengendarai sendiri, tetapi langsung ditolak mentah-mentah oleh Pak Arif. Meski kondisi tubuh majikannya itu masih sangat kuat, bagaimanapun dia tetap orang tua. Bagaimana jika terjadi sesuatu di tengah jalan? Pak Arif tidak akan sanggup mengemban tanggung jawab tersebut. Apalagi Sarah sangat suka balap.Baik Stefan atau kedua orang tua lelaki itu, mereka menitipkan pesan bahwa jangan pernah mengizinkan Sarah untuk menyetir sendiri."Baik, baik. Saya buru-buru pulang dan ngga
Bram tersenyum menjawab sapaan mereka semua. Setelah itu, dia mengajak semuanya untuk sarapan. Anak-anak yang sudah tinggal di Mambera Hotel selama beberapa hari sudah tahu tempat-tempat di hotel tersebut. Mereka bergegas ke arah restoran ketika mendengar Bram mengajak mereka sarapan.Bram dan Chintya otomatis mengikuti dari belakang para anak-anak. Melihat ekspresi bahagia para bocah itu membuat Chintya terkekeh dan berkata,"Iri sekali dengan mereka yang jauh lebih bahagia dari aku kecil dulu. Waktu aku seusia mereka, aku sering mengikuti lomba. Tapi papaku nggak akan membawaku bermain.""Setelah selesai lomba, aku hanya akan dibawa keliling ke taman yang gratis. Kemudian beli dua es krim dan setelah itu pulang."Tidak seperti dia yang mengeluarkan uang sendiri agar anak-anak itu makan dan minum enak. Tentu saja dia sendiri juga menikmatinya."Kamu seorang guru yang sangat baik. Muridmu sangat menghormatimu."Bram kembali melontarkan pujiannya dengan berkata, "Ada yang dikorbankan pa
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu
Risa sedikit banyak juga sudah mendengar tentang asal-usul keluarga Brata. Dia pun berkata, “Keluarga konglomerat kebanyakan cuma kelihatan damai di luar saja, padahal di dalamnya banyak ribut dan saling bermusuhan. Paling cuma sebagian kecil saja keluarga konglomerat yang nggak punya konflik internal. Bahkan keluarga dekat saja bisa jadi musuh cuma demi mendapat keuntungan pribadi.” “Waktu aku pergi untuk perjalanan bisnis, aku dengar keluarga Gatara yang ada di Cianter juga akhir-akhir ini lagi ribut parah. Ada perebutan kekuasaan antara keturunan kepala keluarga yang sebelumnya dengan kepala keluarga yang lagi menjabat sekarang. Bahkan ada rumor yang bilang kalau kepala keluarga yang sekarang itu membunuh pendahulunya. Nggak ada yang tahu kebenarannya, tapi yang jelas konfliknya dalam banget dan terjadi banyak pertikaian,” Yohanna menambahi. “Nggak usahlah urusin keluarga orang lani. Yang penting keluarga kita sendiri aman sentosa, nggak perlu ribut sampai berselisih kayak keluarg
“Aku sudah kenyang makan. Sekarang aku mau tidur sebentar, nanti sebelum jam tiga sore aku harus balik ke kantor. Jam setengah empat sore ada rapat, minta Dira untuk cepat pulang malam ini, biar Tante Afika nggak marah-marah lagi.” “Tante kamu itu dari dulu memang suka mengomel, kayak hidupku sendiri sudah sempurna saja. Sebagai yang tertua, aku juga punya banyak tanggung jawab,” ujar Risa cemberut. “Kita yang tinggal di satu atap rumah saja juga jarang ketemu. Kalau begitu, aku harus ngomel ke siapa?” Pagi-pagi saat Risa baru bangun tidur, Yohanna sudah berangkat ke kantor. Ketika Yohanna baru pulang ke rumah larut malam, Risa sudah tertidur lelap. Makanya Yohanna dan Risa juga sebenarnya jarang bertemu meski tinggal di satu rumah yang sama. Dengan kondisi seperti itu, Risa mau mengadu ke siapa? Risa menikah ke keluarga Pangestu, tetapi suaminya tidak begitu bisa diandalkan. Untung saja putri sulungnya memiliki masa depan yang cukup cerah, jadi sebagai ibu, dia harus lebih banyak b
“Nggak gemuk, kok. Tapi cuma agak berisi sedikit saja, nggak kayak dulu yang kurus banget. Justru sekarang kamu lebih berisi jadi kelihatan lebih menarik. Terlalu kurus malah jelek,” ucap Risa tersenyum. “... aku nggak makan sembarangan. Sehari-hari juga rutin latihan dan sibuk sama kerjaan, tapi masih saja gemukan.” “Itu artinya masakannya Ronny enak. Asal sehari makan tiga kali seperti biasa dan nutrisinya seimbang, badan kamu pasti bisa menyerap dengan baik dan bikin warna muka kamu kelihatan lebih segar.” Ronny adalah sosok koki pribadi idaman yang terbaik di antara semua koki pribadi yang pernah bekerja untuk keluarga Pangestu. Tidak hanya masakannya yang enak untuk disantap, tetapi penampilan luarnya juga sangat enak untuk dilihat, dan sifatnya juga sangat baik. Ronny sama sekali tidak terlihat seperti koki, dia lebih terlihat seperti seorang tuan muda dari keluarga kaya raya yang terampil dalam segala hal. Tutur katanya sopan dan hangat, dan ketika dia menanggalkan seragam ke
“Iya, Ma,” jawab Tommy. Dua anak nakal itu memang tidak bisa diam. Baru sebentar saja, mereka langsung berdiri dan berkata kepada Yohanna, “Kak Yohanna, aku dan Christian tadi habis bikin boneka salju berbentuk kura-kura. Christian bisa bikin bentuknya mirip banget. Aku mau bisa bikin yang lebih bagus dari dia punya.” “Ya sudah, main saja sana. Tapi kalau kamu merasa kedinginan, langsung pulang, ya,” kata Yohanna dengan lembut. Tommy dan Christian mendengar itu pun langsung berlarian ke luar sambil tertawa riang. Begitu sudah asyik bermain, mereka tidak akan merasa kedinginan. Sesaat Tommy baru saja menginjakkan kakinya di luar, dia kembali sebentar ke dapur untuk menyampaikan apa yang dia inginkan untuk makan siang nanti kepada Ronny. Setelah mendapatkan balasan yang memuaskan dari Ronny, barulah dia keluar lagi dengan gembira. Christian tidak seperti Tommy yang menyampaikan apa yang mereka inginkan untuk makan siang. Dia sadar sepenuhnya bahwa Ronny adalah koki pribadinya Yohanna