Orang yang berada di ujung telepon lainnya langsung menutup telepon Giselle. Giselle sangat marah hingga dia ingin membanting ponselnya. Dia sudah mengangkat tangannya, tapi dia menurunkan tangannya kembali sambil berkata pada dirinya tidak boleh merusak ponselnya hanya karena Rosalina. Terserah mereka mau datang atau tidak. Akan ada saatnya mereka menyesalinya.Giselle berlari ke depan pintu vila. Dia hendak berteriak, tapi dia melihat Rosalina keluar. Rosalina tidak sendiri, ada Calvin yang menemaninya. Sejak awal Giselle sudah jatuh cinta pada pria itu. Sebelum kejadian yang menimpa keluarganya, Sinta, ibunya Giselle, bahkan sempat membuat rencana untuk menjodohkan Giselle dan Calvin.Pada akhirnya, Calvin menjadi milik Rosalina. Giselle sangat iri dan cemburu. Terutama setiap kali dia memikirkan nasibnya yang sangat bertolak belakang dengan Rosalina, dia hanya bisa menjadi simpanan Lota. Giselle pun menjadi semakin cemburu pada Rosalina.“Rosalina, akhirnya kamu keluar juga. Aku ki
Giselle memperkirakan jumlah semua uang di depan matanya itu kurang dari dua juta. Giselle sangat marah. Dia pun langsung menelepon Rosalina dan memarahinya.“Rosalina, apa maksudmu? Aku suruh kamu beri uang. Kamu juga nggak bisa hina orang dengan cara seperti ini. Kamu kira kamu usir pengemis? Sekalipun kamu usir pengemis, pengemis pun nggak mau uang yang kamu berikan ini.”“Bukannya kamu suruh aku beri kamu uang makan? Ya itu uang makan. Uang pecahan seribu juga tetap uang. Kamu coba hitung. Setelah ditotalkan, seharusnya ada dua juta lebih. Kamu makan makanan siap saji di luar paling hanya dua puluh ribu. Cukuplah untuk kamu makan,” kata Rosalina dengan dingin.“Kalau kamu beli sayur dan masak sendiri, uang makanmu itu bisa tahan lebih lama lagi. Mama mertuaku yang suruh semua orang di vila keluarkan semua uang di dompet mereka, baru bisa terkumpul uang sebanyak itu untuk kamu. Kamu harus berterima kasih pada mama mertuaku. Kalau aku, aku nggak akan peduli kamu punya uang untuk maka
“Kalau aku jadi kamu, aku nggak akan beri dia sepeser pun,” kata Calvin.“Dia nggak kerja, tapi pakai uang boros sekali. Mungkin, dia benar-benar nggak punya uang lagi. Kasih dia beberapa ratus ribu saja sudah cukup. Yang penting dia nggak mati kelaparan. Jangan biarkan dia langsung mati kelaparan. Biarkan dia tetap hidup dan lihat kehidupanku yang semakin baik dan bahagia,” ujar Rosalina.“Giselle iri dan benci padaku, karena dia pernah ingin menikah denganmu. Sebelum aku kenal kamu, aku pernah dia diskusi sama mamaku, putra keluarga Adhitama mana yang paling cocok dengannya. Setelah diskusi lama, kamu yang jadi targetnya. Dia masih muda, energik dan manja. Mamaku sudah tetapkan kamu yang akan jadi suami Giselle. Giselle pun kira dia pasti bisa menikah denganmu dan menjadi menantu keluarga Adhitama. Semua perhatiannya pun tertuju padamu. Jadi sekarang dia sangat benci padaku.”Rosalina tertawa pelan. “Semakin dia benci aku, semakin aku ingin dia tetap hidup. Biarkan dia kesal setengah
“Papa dan Mama baik banget sama aku. Aku benar-benar ingin cepat punya anak. Kelihatan jelas, mereka sangat suka anak-anak. Mereka ingin segera punya cucu.”Rosalina berkata sambil mengelus perutnya yang datar. Karena dia tahu dia tidak akan mudah hamil, Calvin sangat ganas di malam hari. Jika Rosalina seperti perempuan lainnya, dengan kerja keras Calvin, dia mungkin akan hamil dalam waktu sebulan setelah menikah. Sama seperti Junia.“Nggak perlu terburu-buru. Lagi pula, kita masih muda. Kita juga belum adakan resepsi pernikahan. Jaga kesehatan dulu. Kita hidup berdua dulu selama beberapa tahun. Biar yang lain pada iri sama kita.”Calvin sungguh tidak terburu-buru untuk punya anak. Sekalipun tidak ada masalah dengan kesehatan Rosalina, dia juga tidak berencana punya anak terlalu cepat. Paling cepat, setahun setelah menikah dia baru akan mempertimbangkan untuk punya anak.“Sayang, aku nggak takut apa yang akan kamu katakan setelah dengar omonganku. Sebenarnya, anak-anak itu nggak menyen
“Sandy sebentar lagi libur musim dingin. Kalau dia sudah libur, kalian ajak dia pergi jalan-jalan, biar dia santai sejenak. Anak sekolahan sekarang banyak tekanan juga, loh.”Sejauh yang Rosalina tahu, nilai Sandy sangat bagus. Selama Sandy ujian masuk perguruan tingginya lancar, Sandy bebas memilih banyak universitas-universitas ternama.“Dia masih harus les. Setelah dia pulang untuk liburan, beberapa hari lagi Tahun Baru. Ya sudah, ada kakak iparnya yang bela dia. Tunggu dia pulang, kita bawa dia pergi jalan-jalan sepuasnya.”Saat membicarakan soal jalan-jalan, Calvin pun bertanya dengan antusias, “Sayang, kamu mau pergi ke daerah bagian utara untuk lihat salju nggak? Kamu pernah lihat salju sungguhan, nggak?”“Nggak pernah, tapi pernah rasakan dinginnya cuaca di utara. Dulu Tante pernah bawa aku ke mana-mana untuk berobat. Aku pernah pergi ke beberapa kota di utara. Tapi saat itu aku nggak bisa lihat, jadi nggak pernah lihat salju.”Sebelum Rosalina kehilangan penglihatannya, tempat
Lukas pindah tempat duduk. Dia bahkan menepuk tempat kosong di sampingnya, sebagai isyarat agar Calvin duduk di sebelahnya.Calvin duduk dan melihat kotak besar di depan ibunya, lalu dia bertanya kepada ayahnya dengan suara pelan, “Pa, mamaku mau kasih apa lagi ke istriku?”“Satu set perhiasan dari harta sesannya. Perhiasan bergaya retro. Mamamu pernah pakai saat dia masih muda. Habis itu dia simpan terus sampai sekarang. Malam ini dia baru teringat. Dia langsung ambil perhiasan itu. Perhiasan itu cocok untuk istrimu. Rosalina tinggi dan punya aura seorang bangsawan. Cocok untuk pakai perhiasan itu.”Calvin tertawa pelan. “Mama sudah kasih beberapa set perhiasan dari harta sesannya ke Rosalina. Masih saja kasih. Aku masih punya dua adik. Kelak Mama masih akan punya dua menantu lagi.”Setiap kali ada barang bagus, Fenny akan memberikannya kepada Rosalina. Tentu saja Calvin sangat senang ibunya sayang pada istrinya. Namun, tetap harus disisakan untuk kedua adik iparnya kelak. Kalau tidak
Fenny tertawa sambil menatap putranya. “Itu pesta kumpulan ibu-ibu. Kalau kamu nggak takut digoda mereka, ikut saja. Biasanya Mama suruh kamu temani ke pesta, kamu selalu bilang sibuk, nggak sempat. Sekarang Mama ingin bawa istrimu keluar, kamu bilang kamu sempat. Kamu takut istrimu kena Mama jual?”Fenny menggoda putranya. “Tenang saja. Mama akan jaga istrimu baik-baik, sehelai rambut pun nggak akan berkurang.”Wajah Calvin memerah. “Aku nggak khawatir. Sekalipun Mama jual aku, Mama juga nggak akan jual menantu Mama. Aku benar-benar lagi sempat. Dulu aku benar-benar sibuk. Sekarang adik-adik sudah bisa bantu. Kita yang jadi kakak sudah capek bertahun-tahun. Sesekali bolehlah libur sebentar.”Ronny dan Jordy juga sudah bisa bantu pekerjaan kakak-kakaknya. Calvin pun meyakinkan ibunya, “Mama paling sayang Rosalina, pasti akan selalu bela Rosalina. Siapa pun yang berani sentuh Rosalina dan Mama tahu siapa orang itu, nggak mungkin tangan orang itu nggak patah. Aku benar-benar nggak khawat
“Papa bakal jemput mama kamu, nggak perlu kamu yang jemput,” kata Lukas.“Oke, oke. Kita jemput istri masing-masing,” jawab Calvin.Setelah Rosalina pergi ke pesta bersama ibunya, Calvin akan membawa istrinya kembali ke rumah keluarga Siahaan dan menjauh dari ibunya. Kalau tidak, ibunya akan memonopoli istrinya.Calvin dan Rosalina belum lama menikah, masih pengantin baru. Dia tidak sanggup berpisah dengan istrinya meski hanya beberapa menit. Dia ingin bisa bersama istrinya 24 jam sehari. Bahkan sekretaris Calvin juga bilang. Sejak menjadi pria beristri, Calvin jadi sangat jarang menghadiri acara atau pesta di malam hari.Tentu saja, karena pria yang beristri lebih mementingkan keluarganya. Setelah pulang kerja, dia langsung pulang ke rumah untuk menemani sang istri. Stefan juga sudah mengurangi banyak kegiatannya.“Rosalina, sini. Mama bantu kamu pakai perhiasan ini. Mama mau lihat gimana dengan selera Mama.”Fenny malas untuk memperhatikan suami dan putranya. Dia mengambil kalung dan
Dewi tidak pernah memerhatikan perusahaan menantunya sebesar apa. Dia hanya tahu usaha sayuran dan buah-buahan menantunya sudah stabil. Banyak bekerja sama dengan banyak hotel besar, sekolah dan juga perusahaan.Dia juga tahu Olivia sangat mementingkan kualitas dari sayurannya. Sebisa mungkin dia menggunakan pupuk organik. Dia mengumpulkan pupuk organik dari mana pun. Penggunaan pestisida juga diusahakan seminimal mungkin. Kalau bisa tidak menggunakan pestisida, maka dia tidak akan menggunakannya.Orang yang bertanggung jawab mengelola sayurannya juga memiliki pengalaman lebih dari sepuluh tahun dalam bertani.Olivia berkata bahwa sayuran di perusahaannya harus memasok kantin di berbagai universitas. Mahasiswa adalah tunas bangsa dari masa depan negara. Dia tidak bisa merugikan mereka hanya demi uang sehingga harus memastikan mahasiswa yang memakannya akan makan dengan tenang.Jika dia pergi ke kebun, dia juga akan memetik beberapa sayur untuk dibawa pulang dan dimakan. Sebagai pemili
"Tentu saja akan mirip dengan mereka berdua, itu anak mereka. Lagipula, jangan sering-sering bilang soal cucu laki-laki di rumah. Kalau mamamu dengar, bisa dimarahi habis-habisan. Dia itu inginnya punya cicit perempuan," ujar Dewi.Handi menanggapi, "Memangnya itu bisa terjadi seperti yang dia inginkan? Aku berani jamin, bayi di perut Olivia pasti laki-laki, cucu pertama kita. Aku nggak masalah apakah cucu itu laki-laki atau perempuan, tapi cucu pertama, itu adalah permata hatiku." "Nanti kita tinggal menikmati masa tua sambil bermain dengan cucu-cucu." "Bagaimanapun, katanya Stefan dan Olivia punya nasib memiliki anak lelaki dan perempuan. Apa yang memang sudah digariskan, pasti akan terjadi. Kita pasti akan punya cucu perempuan juga nantinya. Kalau anak pertama mereka laki-laki, beberapa tahun lagi mereka bisa mencoba lagi untuk anak kedua. Siapa tahu nanti mereka punya anak laki-laki dan perempuan," tambah Handi. Dewi sendiri tidak terlalu peduli apakah cucu pertama mereka laki-l
Ronny terdiam sejenak dan berkata, “Pekerja biasa nggak punya pilihan. Mungkin tahun ini aku nggak bisa pulang untuk merayakan Tahun Baru." Wajah Dewi seketika menggelap. Putranya merupakan seorang tuan muda malah menjadi pekerja biasa."Kalau kamu nggak pulang untuk Tahun Baru, kamu sendiri yang harus bicara dengan nenekmu, ya," ujar Dewi sambil mengomel, "Mama benar-benar nggak tahu apa yang ada di pikiranmu. Tahun Baru sudah dekat, tapi kamu malah pergi sejauh itu. Bahkan nggak tahu kapan bisa kembali." Sesuai apa yang dikatakan anaknya, sekarang pemuda sudah menjadi pekerja biasa, tidak punya pilihan. bukan lagi bisa datang dan pergi semaunya. "Oh iya, apakah di keluarga Pangestu hanya ada satu koki? Kalau ada beberapa, kalian bisa bergiliran libur. Waktu Tahun Baru, ambil saja cuti tahunan. Meski pekerja biasa, tetap ada cuti tahunan, ‘kan? Lihat saja pekerja kita di rumah. Kalau mereka ingin pulang untuk Tahun Baru, cukup bilang ke Pak Joni lebih awal, dia pasti mengatur semua
Olivia juga merasa percaya diri dan tidak merasa rendah hanya karena latar belakang keluarganya.Dengan pandangan sebagai nyonya rumah saat ini, Dewi merasa bahwa Olivia kelak juga akan menjadi nyonya rumah yang layak. Tentu saja, dia tidak ingin penerus yang dia bimbing dengan susah payah ini nantinya ditindas oleh menantu kedua.Entah sudah berapa kali Dewi mengeluhkan ibunya dalam hati. Selain Olivia, semua calon menantu yang dipilih oleh mertuanya itu masing-masing lebih hebat daripada yang lainnya. Hal ini memberikan tekanan besar bagi Olivia.Sebagai seorang ibu, Dewi tentu merasa kasihan kepada menantunya yang menghadapi tekanan besar seperti itu."Belum, besok sore baru uji coba kedua. Pak Jaka khawatir kalau aku tinggal di luar, mungkin ada yang berniat jahat, jadi dia menjemputku untuk tinggal semalam di dalam area rumah keluarga Pangestu. Kalau nanti aku diterima, tempat ini juga akan menjadi tempat tinggalku," jelas Ronny."Ibu, meskipun tempat tinggalnya sedikit kecil, tet
“Ingat buat daftar bahan-bahan yang kamu butuhkan untuk masakanmu besok dan kirimkan ke saya,” ujar Pak Jaka sebelum pergi.“Baik.”Ronny berdiri di pintu dan menatap kepergian Pak Jaka. Setelah sosok lelaki itu menghilang dari pandangan, pemuda itu baru masuk ke dalam kamar. Tempat tinggal yang disediakan untuknya berupa apartemen satu kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur, satu kamar mandi, dan satu balkon. Luasnya sekitar 70 meter persegi. Bagi Ronny yang terbiasa tinggal di rumah besar, apartemen ini terasa tidak terlalu luas, tetapi bagi orang biasa, kondisi tempat tinggal ini sudah sangat baik. Di dalamnya, semua perlengkapan hidup sudah tersedia, dan semuanya dalam kondisi baru. Ronny mengeluarkan ponselnya dan merekam video dari pintu masuk apartemen hingga ke balkon, lalu mengirimkan video itu ke grup keluarga. Dia juga menulis pesan di grup, "Ini adalah apartemen yang disediakan keluarga Pangestu untuk para koki mereka. Kondisinya cukup bagus." Bahkan bisa dibandingkan
“Lumayan, karena nggak ada aktivitas di luar jadi nggak merasa dingin.”Di hotel ada penghangat jadi tidak membuatnya kedinginan. Begitu pula di kediaman keluarga Pangestu. Pekerjaan yang dia lamar adalah seorang koki. Tentu saja tempat kerjanya adalah di dapur. Semua ruangan yang ada di dalam rumah juga pasti akan terasa hangat. Kemungkinan dia akan berkeringat ketika sibuk.“Musim dingin di Mambera sama sekali nggak dingin, ya? Saya nggak pernah ke sana, dan hanya tahu di sana sangat Makmur karena termasuk kota besar.”“Kalau bagi kalian tentu saja nggak dingin, tapi bagi kami pasti akan terasa dingin. Di mana pun pasti ada yang miskin dan makmur.”“Benar juga, di sini ada Kota Aldimo yang juga kota besar. Tapi juga ada banyak desa yang kondisinya nggak begitu baik.” Zhan Yuan dengan suara lembut berkata, "Sama saja. Bahkan di provinsi dengan ekonomi maju, di daerah terpencil dan desa-desa terpencil, kondisinya tetap ada yang nggak begitu baik." Sekitar sepuluh menit kemudian, mere
Iwan berkata, “Papa merasa kalau Pak Ronny bukan orang biasa.”“Bukan orang biasa bagaimana? Siapa yang bukan orang biasa? Memangnya pahlawan super?”Iwan hanya diam saja. Dia hanya merasa bahwa Ronny memancarkan aura kemewahan, berbeda dengan mereka yang para koki biasa. "Papa, masih mau mengunjungi orang lain?" "Orang-orang itu berjaga-jaga sama kita seperti kita ini pencuri. Nggak usah lagi. Kali ini, Papa punya firasat bahwa Pak Ronny akan menang." Iwan menghela napas berat. Pada akhirnya, dia merasa kemampuannya tidak sebanding. Tina mencoba menghibur ayahnya. "Papa, keluarga Pangestu belum mengumumkan hasilnya. Kita belum tahu siapa yang akan menang di akhir nanti. Siapa tahu, saat uji coba kedua nanti, Pak Ronny gugup dan membuat kesalahan." “Nggak akan. Dia memang masih muda, tapi seperti orang yang sudah terbiasa menghadapi badai kehidupan.”Kesan Iwan pada Ronny sebagai saingannya cukup baik. Namun, putrinya merasa bahwa selain tampan, Ronny tidak terlihat dewasa dan tena
Ronny memberitahukan kepada kepala pelayan hotel tempat dia menginap saat ini. Kepala pelayan pun berkata, "Pak Ronny, harap tunggu sebentar di area lobi hotel. Kami akan mengirim seseorang untuk menjemput Anda." Alis Ronny sedikit terangkat, lalu dia bertanya, "Sekarang? Apakah jadwal wawancara lanjutan dipercepat?" Kepala pelayan menjelaskan melalui telepon, "Bukan, jadwal wawancara tetap sama. Ini adalah perintah Bu Yohana. Dia mengatakan bahwa proses rekrutmen koki ini telah menjadi perhatian banyak orang. Dia khawatir Pak Ronny mungkin dijebak oleh saingan sehingga nggak dapat menghadiri wawancara lanjutan besok." "Untuk memastikan setiap pelamar dapat menghadiri wawancara tepat waktu tanpa hambatan, Bu Yohana meminta kami untuk menjemput para pelamar lebih awal dan menginap di dalam rumah keluarga Pangestu. Dengan begitu, kami dapat memastikan nggak ada yang mencoba mencelakai Anda." "Pak Ronny adalah pelamar pertama untuk wawancara lanjutan, jadi kami akan menjemput Anda leb
“Pak Ronny, kamu sudah menerima pemberitahuan untuk wawancara lanjutan?” tanya Iwan lagi.Ronny terdiam sejenak, lalu dengan jujur menjawab, "Baru saja saya menerima telepon dari kepala pelayan, saya diminta datang untuk wawancara lanjutan besok sore." Rasa iri langsung terlihat di wajah Iwan, tetapi dengan sopan dia berkata, "Kalau begitu, selamat, Pak Ronny. Kali ini, pelamar nggak terlalu banyak. Mereka semua tinggal di hotel-hotel sekitar sini, dan saya sudah mengunjungi mereka." "Tapi mereka belum menerima pemberitahuan untuk wawancara lanjutan. Bahkan, ada yang belum mengikuti wawancara tahap awal." Ronny tersenyum dan berkata, "Pak Iwan sudah mengunjungi mereka semua? Kita adalah saingan, kamu yakin mereka akan berkata jujur?" Iwan tertegun sejenak sebelum menjawab, "Dalam wawancara ini, nggak ada tempat untuk berbohong atau berbuat curang. Meskipun kita adalah saingan, berkata jujur atau nggak sebenarnya nggak memengaruhi orang lain, dan juga nggak merugikan diri sendiri."