Share

Bab 9

Author: Anggur
Selesai makan, Stefan mengeluarkan dompetnya. Dia tidak punya banyak uang cash, jadi dia mengeluarkan sebuah kartu ATM dan meletakkannya di depan Olivia.

Olivia menatapnya dengan alis terangkat.

“Kalau kamu mau beli sesuatu dan butuh uang, kamu bisa memakai kartu ini. Kata sandinya adalah ….”

Dia mengambil pena dan kertas, menuliskan kata sandinya, dan menyerahkan kertas itu kepada Olivia.

“Ke depannya, uang dalam kartu ini bisa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Aku akan mengirim uang ke kartu ini setelah gajian setiap bulannya, tapi kamu harus mencatat semua yang kamu beli. Aku nggak keberatan kalau uang yang kamu gunakan itu banyak, tapi aku mau tahu uangnya digunakan untuk apa.”

Waktu mereka mengurus buku nikah, Olivia pernah bertanya pada Stefan, apa mereka perlu patungan. Pria itu menolaknya dan bilang, mereka sudah menikah dan menjadi sepasang suami istri. Jadi, dia tidak keberatan kalau Olivia menggunakan uangnya.

Lagipula, uangnya sangat banyak, sampai dia juga tahu ada berapa. Dia tidak tahu berapa banyak harta yang dimilikinya. Dia biasanya sangat sibuk di kantor dan jarang menghabiskan uang. Jadi, dengan menghidupi seorang istri, dia bisa menghabiskan uangnya sedikit.

Namun, dia tidak boleh dimanfaatkan. Baginya, Olivia pasti adalah seorang wanita yang licik. Jadi, dia tentu harus berhati-hati.

Selama uang yang dihabiskan wanita itu digunakan untuk keperluan rumah tangga mereka, dia tidak keberatan.

Olivia tidak menyukai sikap dan cara Stefan mengatakannya.

Dia mendorong kartu ATM itu kembali ke Stefan, bersama dengan kertas dan kata sandi yang tertulis di atasnya, bahkan tanpa melihatnya sedikit pun.

“Pak Stefan, kamu nggak hidup sendirian di rumah ini. Aku juga tinggal di sini. Kamu yang membeli rumah. Aku pindah ke sini dan sudah menghemat uang sewa, jadi kamu nggak perlu mengeluarkan uang untuk keperluan rumah tangga lagi. Aku saja yang mengeluarkan uang-uang untuk keperluan rumah tangga.”

“Kecuali kalau aku mau membeli furnitur yang harganya lebih dari empat juta, aku akan membicarakannya dulu denganmu dan kamu boleh memberiku sedikit.”

Penghasilan Olivia tidak sedikit. Dia dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Stefan tidak perlu mengeluarkan uang lagi, kecuali kalau mereka perlu mengeluarkan uang dalam jumlah yang cukup besar.

Bukannya dia tidak bisa menerima Stefan yang membayar semuanya, tapi sikap pria itu yang membuatnya kesal. Seolah-olah dia senang sekali bisa mendapatkan uang itu, masih memintanya untuk mencatat semua detail pengeluarannya lagi. Dia tidak pernah mencatat pengeluarannya kecuali kebutuhan untuk toko.

Stefan tidak bodoh. Sebaliknya, dia sangat cerdas. Penolakan Olivia membuatnya mengerti bahwa sikapnya telah melukai harga diri Olivia. Setelah terdiam sejenak, dia mendorong kartu ATM itu beserta kertas berisi kata sandinya kembali ke depan Olivia. Dia berkata dengan nada yang lebih lembut, “Aku tahu kamu punya toko dan punya penghasilan sendiri. Tapi, kamu sendiri yang bilang ini rumah kita. Kamu dan aku sama-sama punya bagian di dalamnya. Bagaimana mungkin aku membiarkanmu menanggung semua pengeluaran rumah tangga? Ambilah. Kalau kamu nggak suka mencatat pengeluaran, nggak usah dicatat.”

“Aku ada bilang mau membelikan mobil untukmu. Apa kamu sudah mempertimbangkannya? Bagaimana kalau aku membantu bayar DP. Dengan penghasilanmu, kamu pasti nggak akan kesusahan untuk membayar cicilan mobil.”

Stefan tidak menyelidiki berapa penghasilan Olivia. Namun, wanita ini bisa membuka sebuah toko buku di depan SMP Negeri Kota Mambera. Itu berarti wanita ini cukup hebat dan penghasilannya tidak sedikit. Di zaman sekarang ini, bisnis yang paling cuan adalah bisnis yang menjual barang-barang wanita dan anak-anak.

“Rumah kita nggak jauh dari tokoku. Aku juga bisa pakai motor listrik. Jalanan di Mambera gampang macet pada jam pergi dan pulang kantor. Aku lebih baik memakai kendaraan roda dua, daripada kendaraan roda empat.”

Stefan terdiam.

Apa yang Olivia katakan itu benar.

Dia biasanya menghindari jam macet setiap pergi kerja.

Kadang-kadang kalau lagi ada urusan mendesak dan harus keluar pada jam sibuk, macetnya luar biasa. Dia rasanya ingin sekali naik jet pribadi.

“Lebih nyaman kalau punya mobil. Kamu juga bisa bawa mobil di akhir pekan, membawa kakak dan keponakanmu pergi jalan-jalan.”

Stefan ingat neneknya pernah bilang, wanita ini sangat bergantung pada kakaknya. Orang yang paling wanita ini sayangi adalah kakak dan keponakannya.

“Nanti saja kita bicarakan lagi. Kita baru menikah dan nggak kenal dengan satu sama lain. Aku merasa nggak nyaman kalau menggunakan uangmu untuk membeli mobil. Sebenarnya, tabunganku sendiri cukup untuk membeli mobil, tapi aku lebih mau membeli rumah. Ada rumah jadi ada tempat berpulang. Aku bukan seperti kalian para pria yang lebih menyukai mobil.”

Laki-laki dan perempuan memiliki pandangan yang berbeda dalam membeli rumah dan mobil. Perempuan biasanya lebih memilih untuk membeli rumah, sedangkan laki-laki biasanya lebih memilih untuk membeli mobil.

“Ngomong-ngomong, kakakku ingin bertemu denganmu, tapi aku bilang padanya kalau kamu harus melakukan perjalanan bisnis akhir-akhir ini, jadi nanti kalau kamu sudah pulang baru membawamu ke sana untuk menemuinya.”

Stefan mengiyakan.

Setelah mengobrol sebentar, Olivia pergi menjemur pakaian. Stefan duduk di ruang tengah, ingin membaca koran. Namun, mereka belum berlangganan koran di sini, jadi dia mengeluarkan ponselnya untuk membaca berita dan menghabiskan waktu.

“Apa kamu sudah mencuci pakaianmu?” tanya Olivia dengan santai pada pria yang sedang memainkan ponselnya di sofa ketika selesai menjemur pakaian.

“Aku bisa mengurusnya sendiri.”

Semua pakaiannya biasanya dibawa untuk dry cleaning.

Olivia mengatupkan bibirnya, tidak mengatakan apa-apa dan melakukan hal-hal lainnya.

Menyapu, mengepel, merapikan rumah.

Stefan memperhatikan sosok Olivia yang mondar-mandir di sekitar rumah dan melakukan apa yang biasanya dilakukan seorang pembantu. Dia mengerutkan kening, ingin mengatakan sesuatu, tetapi setelah memikirkannya, dia akhirnya tidak mengatakan apa-apa.

Di keluarga mereka, pekerjaan semacam ini biasanya dilakukan oleh pembantu. Namun, di rumah orang biasa, kebanyakan para istri yang mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Untungnya, sebelum mereka tinggal di sini, kepala pelayannya sudah menyuruh pembantu untuk membersihkan rumah ini. Rumah itu masih sangat bersih. Olivia menyapu satu rumah, tapi tidak ada banyak debu.

Selesai mengerjakan pekerjaan rumah harian itu, Olivia kembali ke kamarnya, berberes sedikit, lalu keluar sambil membawa tas dan ponselnya. Dia berkata kepada pria yang duduk di sofa, “Pak Stefan, aku mau pergi ke rumah kakakku dulu, lalu langsung pergi ke toko. Nanti kirim pesan saja untukku, jam berapa kamu akan pulang. Aku akan membukakan pintu untukmu.”

“Aku selalu pulang setiap hari, kecuali kalau ada perjalanan bisnis. Kalau ada perjalanan bisnis, aku akan memberi tahu kamu sebelumnya.”

Olivia mengiyakan.

“Hei, Olivia. Ambil kartu ATM ini.”

Stefan bangkit, berjalan menghampiri Olivia dan menyerahkan kartu itu lagi. Dia meminta maaf pada wanita itu, “Perkataanku nggak enak didengar tadi. Aku minta maaf.”

Olivia memandang pria itu sejenak, merasa sikap pria itu jauh lebih tulus kali ini. Jadi, dia pun mengambil kartu itu dan memasukkannya ke dalam saku celananya bersama dengan selembar kertas yang ada kata sandinya tadi.

“Aku pergi dulu.”

“Oke.”

Stefan berdiri di tempat, memperhatikan Olivia keluar.

Setelah pintu ditutup, dia menghela napas lega.

Dia sepertinya memainkan peran suami ini dengan kurang baik.

Dia duduk kembali ke sofa, mengambil ponsel di atas meja dan menelepon kepala pelayan. Ketika kepala pelayan mengangkat teleponnya, dia memerintahkan dengan suara rendah, “Pak Joni, nanti kalau Nenek sudah bangun, tolong kasih tahu Nenek, tolong undang para orang tua untuk makan bersama di Lotus Residence. Nenek akan paham apa maksudku.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Elsa muthia Handini
baru buka mata lo
goodnovel comment avatar
Hotma Hotmarisi Uli Silitonga
ceritanya menarik dan membuat keinginan untuk membaca lebih jauh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4133

    “Kalau nanti kalian ada kesulitan, datang saja. Kami pasti bantu. Tapi kalau kami nggak bisa bantu, apa boleh buat.” Kedua kakak Fani pura-pura berpamitan dengan Ivan dan yang lain. Setelah izin pamit dan menyimpan uang itu, mereka berdua tidak lupa mengucapkan terima kasih. “Biar aku panggilkan mobil untuk kalian pulang,” kata Ivan sembari menelepon sopir untuk mengantar mereka berdua pergi. Tentu saja, kedua kakak Fani tidak sungguh pergi meninggalkan Cianter. Malam ini mereka akan langsung beraksi. Makin cepat mereka menghabisi Felicia, makin cepat pula mereka bisa membawa pulang bayaran yang Ivan janjikan. “Terima kasih, Pak Ivan. kalian sudah banyak sekali membantu kami.” Semua sandiwara berjalan dengan baik. Hingga detik ini kedua kakak Fani tidak keberatan untuk bersandiwara sedikit lebih lama. Tak lama datang sebuah mobil sedang berwarna hitam yang berhenti di dekat mereka. Sopir turun dari mobilnya dan menyambut ketiga tuannya. “Antar dua orang ini pulang. Mereka kakak k

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4132

    Julio kembali ke ruang makan dan membungkus sisa makanan yang tidak habis. Botol yang sudah dibuka dan belum habis juga dia bungkus sekalian ke dalam beberapa kantong plastik. Dia memberikan semua sisa makanan dan minuman itu kepada Felix. “Karena kita nggak mau ada orang yang tahu, kita harus kelihatan meyakinkan. Kalian bawa pulang semua makanan ini. Bisa untuk dimakan lagi nanti malam. Kalau nggak mau, langsung buang saja ke tong sampah. Tapi minumannya jangan dibuang. Kalian berdua minum saja. Kami nggak pernah buka minuman itu. Botolnya juga mahal, nggak mungkin bisa dibeli di kampung kalian. Kalaupun ada, paling barang palsu.” Felix menerima sisa makanan dari Julio, termasuk botol alkohol yang masih belum habis itu. Botol itu berisi minuman keras yang harganya mahal. Kalaupun Julio tidak memberikannya, Felix yang akan meminta. Selama dia hidup, belum pernah dia merasakan miras senikmat itu. “Kalau sudah selesai beres-beres, kalian boleh pergi. Kami masih harus balik ke kantor,”

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4131

    Dengan suara yang pelan Ivan memanggil kedua kakak Fani untuk medekat. Kedua kakak Fani sudah terbuai oleh alkohol akibat minum terlalu banyak. Wajah mereka sampai memerah saking bersemangatnya. Tanpa berlama-lama mereka berdua mendekati Ivan. Ivan melepas tangan yang dia gunakan untuk menarik koper, agar Felix bisa mengambilnya sendiri. Koper tersebut diletakkan di lantai dan begitu dibuka, di dalamnya terdapat beberapa gepok uang, yang satu gepok berjumlah dua ratus juta. Felix dan Frederick begitu senang melihat uang sebanyak itu hingga tangan mereka gemetar. Seumur hidup mereka tidak pernah melihat uang kas sebanyak itu. Mereka kegirangan sampai senyum lebar pun tak bisa lagi mereka tutupi melihat uang sebanyak itu menjadi milik mereka. Mereka masing-masing mengambil satu gepok dan enciumnya. “Ini dia yang paling aku suka,” kata Felix dengan gembira. “Makin banyak makin bagus.” “Aku juga. Kak, kita masing-masing sepuluh gepok. Sekarang taruh semua uangnya di koper saja dulu. Sa

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4130

    Semenjak kepergian sang ibu, Ivan dan adiknya takut adik mereka akan menjadi orang yang berdarah dingin. Mereka membukukan rekening dan menarik sisa uang yang ada di kartu bank. Ivan juga jarang menyentuh uang itu karena hanya dengan sisa dana yang tidak seberapa, membeli sebuah jam tangan yang bagus juga tidak cukup. Biasanya Ivan baru memindahkan uangnya ke rekening lain, atau tarik tunai sekalian setiap satu atau dua tahun sekali. Ivan kemudian akan menggunakan uang itu untuk memikat wanita. Hanya segelintir orang saja yang sanggup menahan diri untuk memamerkan kekayaan mereka. Kali ini, Ivan mengeluarkan uang tunai yang dia simpan di dalam brankas. Pengeluaran dia dan adiknya jauh lebih besar sewaktu Patricia masih ada. Mereka sering mengganti mobil baru yang harganya sampai ratusan juta secara tunai. Membeli rumah pun sama, mereka membayar tunai. Ivan yang sudah terbiasa hidup foya-foya menganggap uang ratusan juta nilainya sama seperti puluhan ribu bagi rakyat biasa. Namun itu

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4129

    “Tambah lagi dua miliar, jadi totalnya dua belas miliar. Aku dan adikku masing-masing dapat enam miliar. Kalau di bawah itu, kami nggak terima,” kata Felix. “Kami sudah membantu kalian membereskan sesuatu yang kalian nggak bisa. Keuntungan yang kalian dapat dari pembunuhan ini berkali-kali lipat lebih banyak dari apa yang kami minta. Lagi pula kalian juga yang mau Felicia mati, bukan kami. Kami malah bisa saja masuk penjara. Kalau seorang dapat enam miliar, baru kami pertimbangkan.” Frederick ikut menambahkan,” Benar. Kami memang miskin, tapi nyawa kami tetap berharga. Kalau mau mengorbankan kehidupan kami, kalian harus siap membayar mahal.” Ivan membukakan sebuah botol miras mahal dan menuangkannya untuk mereka berdua, semetara dia sendiri hanya minum jus buah. “Kami masih harus mengemudi untuk kerja, jadi kami nggak ikut minum. Ini adalah alkohol yang aku sayangi. Kalau beli di luar harganya selangit. Silakan kalian berdua minum sesuka hati. Kalau suka, boleh dibawa pulang sekalia

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4128

    Ivan dan kedua adiknya tidak bisa memenuhi permintaan Felix dan Frederick. Bagaimanapun juga mereka diminta untuk melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Jika tertangkap dan diadili, mereka juga yang akan dijatuhi hukuman penjara selama bertahun-tahun. Kehilangan kebebasan hanya demi dua miliar sangat tidak layak. “Pak Ivan, kami memang membenci Felicia sama seperti kalian, tapi kami hidup di kota kecil yang jauh dari Cianter dan jauh dari Felicia. Selama kami nggak cari masalah sama dia, dia juga nggak akan menyerang kami. Kami bisa tetap hidup damai seperti biasa meski secara keuangan pas-pasan. Setidaknya kami masih bebas. Yang mau menghabisi Felicia itu kalian. Selama Felicia terus hidup, kalian juga yang merugi. Tapi kalau kalian mau mengalah, sebaiknya cepat mengundurkan diri dari Gatara Group, jual semua aset kalian dan pergi dari kota ini. Tinggal di kota kecil saja seperti kami. Hidup kalian bakal terasa lebih tenang, nggak perlu takut Felicia menyerang kalian. Kalian juga ng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status