Share

Bab 8

Author: Anggur
Stefan sangat peduli dengan tubuhnya. Dia tidak akan membiarkan dirinya menjadi gemuk karena makan sembarangan, karena akan sangat sulit untuk menurunkan badan.

Olivia tertawa, “Pak Stefan badannya bagus, kok.”

“Kalau begitu, aku kembali ke kamarku dulu, ya?”

Stefan mengiyakan.

“Selamat malam.” Olivia mengucapkan selamat malam pada pria itu dan berbalik badan, hendak pergi.

“Tunggu. Eh, Olivia.” Stefan menghentikannya.

Olivia berhenti, menoleh, dan bertanya pada pria itu, “Apa ada yang lain?”

Stefan memandangnya dan berkata, “Mulai sekarang, jangan keluar kamar memakai piyama.”

Olivia tidak mengenakan pakaian dalam di balik piyamanya. Stefan memiliki mata yang tajam, jadi dia bisa melihat segala sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat.

Mereka adalah suami istri, jadi tidak apa-apa kalau dia melihatnya. Namun, bagaimana dengan orang lain?

Dia tidak ingin tubuh istrinya dilihat oleh pria lain.

Olivia tersipu, bergegas kembali ke kamarnya, dan menutup pintu dengan keras.

Stevan, “....”

Dia saja tidak merasa canggung, tapi wanita itu malah canggung.

Setelah duduk sebentar, Stefan masuk ke kamar utama. Rumah ini dia beli tanpa rencana, dan unit yang dia beli sudah didekorasi dengan lengkap sebelumnya, sehingga dia hanya perlu membawa koper dan sudah bisa tinggal.

Namun, karena dia terlalu sibuk, dia juga belum merapikan kamarnya.

Yang membuatnya cukup puas adalah Olivia masih tahu diri dan tidak mencoba untuk tidur sekamar dengannya.

Selain itu, wanita itu juga tidak memintanya untuk menunaikan tanggung jawabnya sebagai seorang suami.

Malam itu, pasangan suami istri baru itu pun pun tidur dengan damai.

Keesokan harinya, Olivia bangun jam enam pagi seperti biasa.

Dulu, setelah bangun tidur, dia akan menyiapkan sarapan terlebih dahulu, kemudian membersihkan rumah. Selain itu, kalau dia punya cukup waktu, dia akan membantu kakaknya menjemur pakaian.

Bisa dibilang, dia telah melakukan pekerjaan pembantu selama bertahun-tahun selama hidup bersama kakaknya. Namun, dia melakukan itu karena tidak ingin kakaknya kelelahan, karena semua yang mereka lakukan itu dianggap wajar oleh kakak iparnya. Kakak iparnya juga memerintah kakaknya layaknya seorang pembantu.

Ketika Olivia bangun tidur hari ini, dia memandangi kamar yang masih tidak familier di matanya itu dengan bingung. Ketika ingatan kembali ke otaknya, dia bergumam, “Aku tidur sampai linglung. Aku masih mengira ini rumah kakakku. Padahal ini rumahku sendiri. Aku bisa tidur lebih lama.”

Dia pun menjatuhkan dirinya kembali ke tempat tidur dan ingin lanjut tidur.

Sayang sekali, rutinitas setiap hari terlalu teratur. Dia tidak bisa tidur lagi meskipun dia mau.

Perutnya juga lapar, jadi dia pun memutuskan untuk bangun.

Setelah mandi dan berganti pakaian, dia keluar dari kamar dan melihat ke kamar Stefan. Pintunya masih tertutup, jadi pria itu pasti belum bangun.

Iya juga, sih. Pria itu pulang semalam itu kemarin. Mana bisa bangun di jam segini.

Olivia pun berjalan ke dapur. Melihat dapur yang kosong, dia terdiam sesaat, lalu berbalik badan dan keluar.

Dia sudah memesan banyak peralatan dapur kemarin, tetapi barang-barang itu belum sampai.

Tahu begini, dia tidak akan memesan secara online. Dia seharusnya langsung pergi ke supermarket besar saja, akan lebih cepat.

Ketika dia pindah ke sini kemarin, dia ingat ada melihat sebuah restoran yang menjual menu sarapan di dekat kompleks.

Olivia memutuskan untuk keluar dan membeli dua porsi sarapan.

Namun, dia tidak tahu Stefan suka makan apa.

Dia tidak mungkin membangunkan pria itu sekarang untuk menanyakan hal ini, jadi dia terpaksa membeli beberapa jenis makanan.

Dia membeli nasi gulung, pangsit kukus, Cahkwe, susu kedelai dan bubur telur asin. Semua ini adalah menu sarapan yang sering dimakan orang-orang di Mambera.

Stefan larut malam tetapi tidak bangun terlambat. Ketika Olivia pergi keluar untuk membeli sarapan, dia terbangun.

Dia tidak terbiasa memiliki istri, jadi dia melupakan keberadaan Olivia lagi. Dia keluar tanpa memakai baju dan ingin menuang segelas air.

Pada saat ini, Olivia membuka pintu dan masuk ke rumah.

Pasangan suami istri baru itu pun bertemu.

Detik berikutnya, Stefan menutupi dadanya dengan kedua tangan, berbalik badan dan berlari ke kamar. Tingkahnya sangat mirip dengan Olivia tadi malam.

Olivia tertegun sesaat, lalu tertawa.

Dia berkata dalam hati, “Apa yang mau dilihat dari tubuh bagian atas pria? Paling-paling otot di perut. Masak pria itu menutupi dadanya. Hahaha, lucu sekali!”

Setelah beberapa saat, Stefan muncul kembali di hadapan Olivia. Pria itu sudah memakai jas dan bersepatu kulit. Ekspresi di wajahnya sangat masam, tetapi dia juga tidak bisa menegur Olivia.

Siapa suruh dia lupa kalau ada wanita asing tinggal di rumahnya sekarang? Wanita asing ini bahkan adalah istri sahnya.

Dia biasanya tinggal di vila besarnya sendiri. Ketika bangun di pagi hari, dia hanya sendirian di lantai dua. Selama dia tidak turun, para pelayan di rumah juga tidak akan berani naik ke atas. Dia terkadang keluar kamar tanpa memakai baju.

Hari ini juga sama. Namun, wanita licik itu jadi melihat tubuh bagian atasnya.

“Pak Stefan, aku ada membeli sarapan untukmu. Ayo makan sarapannya.”

Setelah tertawa sampai perutnya sakit, Olivia tidak lupa untuk makan. Dia meletakkan semua makanan yang dia beli di atas meja di ruang makan, lalu memanggil pria yang kelihatan trauma karena dilihat tubuhnya itu untuk datang makan bersama.

Stefan terdiam sesaat, lalu berjalan mendekat. Dia melirik sarapan yang dibeli Olivia dan bertanya dengan dingin, “Kamu nggak bisa masak?”

“Bisa, dong. Masakanku enak.”

“Sarapan yang dibeli di luar, apalagi yang dibeli di restoran kecil di pinggir jalan biasanya nggak terlalu higienis. Lain kali kurangi memakannya. Kalau kamu bisa masak sendiri, masak sendiri saja di rumah. Lebih higienis dana man.”

Sebagai kepala keluarga Adhitama, Stefan belum pernah makan sarapan seperti yang sering disantap oleh orang-orang Mambera pada umumnya.

Olivia bertanya balik, “Apa kamu pernah melihat siri dapurmu sendiri? Di sana lebih bersih dari wajahmu. Nggak ada apa-apa. Kalaupun aku seorang koki di hotel bintang lima, aku tetap nggak akan bisa masak apa-apa di sana. Nggak ada peralatan masak, nggak ada bahan masak.”

Stefan terdiam sesaat.

“Kamu mau makan, nggak?” Olivia bertanya padanya.

Stefan juga sudah lapar, tapi supaya tidak ketahuan bahwa dia juga mau memakannya, dia duduk dan berkata dengan nada datar, “Kamu sudah beli, jadi sayang kalau nggak dimakan. Makan sekali dua kali juga nggak akan bahaya, kok.”

DIa mencoba menarik balik perkataannya sendiri.

Olivia membagi setengah dari setiap porsi makanan yang dia beli pada pria itu.

Kemudian, dia duduk dan berkata kepada pria itu sambil makan setengah porsi lainnya, “Aku sudah menyadari hal ini kemarin ketika baru pindah ke sini. Jadi, aku memesan banyak peralatan secara online. Kalau nggak, aku juga nggak akan membiarkanmu makan makanan pinggiran.”

Stefan bekerja di perusahaan besar, jadi dia mungkin memiliki jabatan yang cukup tinggi di kantor. Pria ini adalah pria kantoran, jadi makanannya harus diperhatikan.

Olivia terbiasa memasak sendiri atau memesan makanan take-away ketika berada di toko. Kalau Stefan memang begitu memperhatikan makanan, maka dia akan mengikuti keinginan pria itu.

“Kita masih kekurangan banyak barang di rumah. Boleh nggak aku yang urus semuanya?”

Stefan menatap istrinya yang duduk di seberang dan terus memakan sarapannya. Sarapannya enak.

“Kita sudah mengurus buku nikah. Itu artinya kita suami istri. Terserah kamu mau bagaimana mengurusnya, asal jangan menyentuhku kamarku.”

Wanita itu bisa melakukan apa pun yang dia mau di tempat lain.

“Oke.”

Setelah mendapatkan izin dari Stefan, Olivia memutuskan untuk melakukan apa yang diinginkannya.

Dia ingin memelihara beberapa tanaman di balkon, membeli kursi ayun dan menaruhnya di sana. Dia jadi bisa membaca buku sambil melihat tanaman-tamannya ketika sedang bersantai.

“Ngomong-ngomong, kemarin Nenek menyuruhku untuk pulang ke rumahmu dengan kamu di akhir pekan nanti, untuk bertemu dengan orang tuamu.”

Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Kita bicarakan lagi nanti di akhir pekan. Aku harus lihat dulu aku punya waktu atau nggak. Kalau nggak ada waktu, aku akan meminta Nenek untuk membawamu bertemu dengan orang tuaku. Kalian makan bersama saja.”

Olivia tidak membantah.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4161

    Dari lantai atas Olivia memanggil keponakannya yang berada di lantai bawah, “Russel, mama kamu telepon.” Russel di momen itu sedang fokus bermain catur dengan Handi. Keahlian Russel dalam bermain catur jelas masih jauh di bawah Handi. Sesekali Handi membiarkan Russel memakan bidaknya, tetapi pada akhirnya tetap saja Russel yang kalah. Namun begitu, Russel tetap tidak menyerah. Handi menyadari setelah kekalahannya, Russel selalu mengganti strategi bermain. Dari permainan yang terus berulang itu Russel mengumpulkan pengalamannya dan mulai mempelajari cara bermain Handi. Russel sungguh pintar dapat beradaptasi dan mengubah strategi sesuai dengan keadaan yang dia hadapi. Handi berpikir, bisa jadi ini adalah salah satu alasan mengapa Russel begitu disukai oleh semua orang. Dia cerdas, mau belajar, dan sangat perhatian terhadap orang lain. Sebentar lagi Olivia akan melahirkan anak pertamanya. Handi berharap cucu pertamanya bisa tumbuh menjadi anak yang lucu seperti Russel. Handi juga tida

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4160

    Setelah bercerai, kehidupan Odelina sehari-hari terus membaik, sementara Roni makin terpuruk. Stefan yang memberi Roni pelajaran dari balik layar, membuat Roni kehilangan pekerjaan dan tidak ada yang mau merekrutnya. Mulanya Roni ingin bergabung dengan Sanjaya Group karena saat itu Sanjaya Group adalah musuh bebuyutan Adhitama Group. Dia ingin mendaki tangga kekuasaan di Sanjaya Group dan menggunakan nama Sanjaya Group untuk membalas dendam. Namun siapa yang sangka ternyata Yuna adalah tantenya Odelina dan Olivia. Sudah bertahun-tahun upaya Yuna dalam mencari adik kandungnya tak membuahkan hasil, tetapi pada akhirnya dia berhasil menemukan dua keponakannya, yang dia sayang seperti putrinya sendiri. Amelia dan Olivia yang awalnya adalah rival pada akhirnya menjadi teman baik. Alih-alih terus bertengkar, mereka berdua malah menjadi saudara dekat. Amelia bahkan rela melepaskan Stefan yang selama ini dia idam-idamkan. Sekarang Amelia juga sedang mengejar kebahagiaannya sendiri. Rencana

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4159

    “Nggak usah mengkhawatirkan Felicia. Ada Vandi yang siap melindungi dia. Nggak mungkin Vandi biarin Felicia terluka. Kamu pasti sudah capek kerja seharian,” kata Daniel seraya menggenggam tangan Odelina, lalu dia menepuk bahunya sendiri dan berkata, “Bersandarlah di bahuku.” Odelina tersenyum dan menyandarkan tubuhnya di bahu Daniel, dan tangan Daniel merangkul bahunya. “Daniel.” “Ya?” “Aku bersyukur ada kamu di hidupku, aku jadi punya sandaran.” Dulu Odelina selalu menjadi sandaran bagi Olivia dan Russel. Sekarang akhirnya Odelina juga memiliki sandaran. “Aku yang bersyukur punya kamu. Kamu selalu mendukung dan menjadi sandaran juga untukku. Sayang, aku benar-benar berterima kasih Tuhan mempertemukan kita berdua.” Saling kenal dan memahami satu sama lain, kemudian saling mencintai dan hidup bersama selamanya. “Apa kamu masih ingat waktu pertama kali kita ketemu?” tanya Odelina. “Mana mungkin aku lupa. Waktu itu kamu lagi dorong kereta bayi yang isinya Russel. Kereta bayi kamu

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4158

    Dengan begitu paling tidak mereka tidak akan kehilangan segalanya. “Daniel sudah datang, kamu temani dia saja dulu sana.” Saat mereka berdua kembali ke dalam hotel, Felicia melihat Daniel pelan-pelan mendatangi mereka. Kedua pengawal yang mendorong kursi rodanya berjalan mengikutinya di belakang. Pengunjung hotel lainnya juga secara spontan melirik ke arah Daniel. Manajer lobi yang bertugas berniat untuk membantu Daniel, tetapi Daniel menolaknya. Odelina menghirup napas panjang melihat itu dan berkata kepada Felicia, “Kalau ada apa-apa, hubungi aku, ya. Semoga beruntung.” “Terima kasih! Kita semua pasti beruntung.” Kemudian Odelina pun menghampiri Daniel sementara Felicia berbalik dan berjalan keluar. “Daniel. Ayo, kita pulang,” ujarnya seraya menuntun Daniel. Daniel kali ini bersedia dibantu oleh Odelina, dan mereka berdua pun keluar dari hotel itu bersama. “Felicia sudah pergi?” tanya Daniel. “IYa, dia nggak mau kasih tahu aku. Aku yakin seharusnya malam ini. Hari ini Ivan da

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4157

    Cianter, Blanche Hotel …. Felicia dan Odelina yang baru saja selesai membuat kesepakatan dengan klien menjabat tangan mereka, lalu mengantar mereka turun ke lantai bawah. Setelah si klien pergi, Felicia menoleh ke arah Odelina dan berkata, “Odelina, sekarang sudah larut malam. Danie masih nungguin kamu di dalam. Cepat samperin dia dan pulanglah istirahat. Hari ini cuacanya dingin. Kakinya kan lagi sakit, pasti nggak nyaman dia kalau kedinginan.” Di hari ketiga Daniel datang ke Cianter, dia terkena flu. Dia sudah berobat ke dokter dan makan obat, sekarang tinggal batuk saja yang masih tersisa. “Mereka bakal beraksi malam ini?” Odelina bertanya balik. “Aku mana tahu. Kapan mereka mau beraksi, silakan saja. Aku tunggu. Seharusnya sebentar lagi. Aku sudah kasih kode ke mereka kalau Vandi lagi pergi dan baru balik setengah bulan lagi.” Felicia tidak ingin Odelina khawatir, jadi dia tidak memberi tahu Odelina kalau kelima kakaknya itu akan menjalankan rencana mereka di malam itu juga. O

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 4156

    Sudah lama sekali Yohanna tidak menikmati pemandangan kota Adimo dengan sungguh-sungguh. Setiap hari dia harus pergi pagi pulang malam sibuk dengan jadwalnya. Banyak sekali rapat yang tidak pernah berakhir, dokumen yang tidak ada habisnya, serta klien yang terus berdatangan. Waktu tidak pernah terasa cukup untuk menyelesaikan itu semua. Tak terasa waktu berlalu begitu saja. Rasanya seakan-akan kemarin Yohanna baru saja mengambil alih bisnis keluarga, dan sekarang sudah sekian tahun berlalu. Dulu Yohanna dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Banyak yang tidak percaya Yohanna mampu menopang perusahaan sebesar ini. Tidak sedikit pula yang ingin merusak keluarga Pangestu dari dalam dengan menciptakan kekacauan. Itu bisa terjadi hanya karena orang tua Yohanna biasa-biasa saja. Setelah kakek nenek Yohanna meninggal, orang tuanya tidak sanggup mempertahankan warisan yang mereka dapatkan. Hal itu mengakibatkan bisnis terus menurun dan merugi. Ditambah lagi dengan anggota keluarga yang me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status