Share

Bab 10

Olivia pergi ke rumah kakaknya.

Dia membuka pintu, masuk ke rumah dan mendapati kakaknya sudah bangun dan sedang sibuk di dapur.

“Kak.”

“Oliv, kamu sudah datang.”

Odelina keluar dari dapur dan sangat senang melihat adiknya, “Kamu sudah makan belum? Kakak ada masak mie. Kamu mau dimasakkan satu mangkuk?”

“Nggak usah, aku sudah makan, Kak. Kakak sudah masak mie-nya? Kalau belum, nggak usah masak. Aku ada beli sarapan untuk Kakak dan Russel.”

“Belum, Russel demam kemarin. Kakak nggak cukup tidur semalam! Pagi ini juga bangunnya kesiangan. Kakak iparmu pergi sarapan di luar jadinya, juga mengomeli Kakak tadi, bilang Kakak nggak melakukan apa-apa di rumah, cuma mengurusi anak saja, tapi masih nggak bisa buatkan sarapan untuknya?”

Odelina merasa agak sedih.

Olivia sangat kesal mendengarnya, “Kok Russel bisa demam? Kalaupun sudah nggak demam lagi, Kakak juga harus membawanya ke dokter, supaya nggak kambuh lagi. Suami Kakak itu juga, sudah jelas anaknya sakit, bukannya bantu, hanya tahu memarahi Kakak.”

“Kak, aku sudah pindah keluar. Apa suamimu masih bersikeras mau patungan biaya hidup?”

Odelina duduk di sofa, membuka sup bihun yang dibungkus oleh Olivia dan berkata sambil makan, “Kakak akan bawa Russel ke dokter nanti. Dia masih bersikeras mau patungan sama Kakak, bilang Kakak hanya tahu menghabiskan uang setiap harinya dan nggak tahu cara cari uang. Dia bilang Kakak nggak tahu seberapa besar tekanan yang harus dia rasakan. Dia bilang, aku harus ikut menanggung biaya keluarga karena kami satu keluarga.”

“Kata-kata itu pasti diajarkan oleh kakaknya. Kakak dia itu sudah menikah dengan orang, tapi masih ikut campur urusan keluarga adiknya. Dulu kakak iparmu itu orangnya baik banget. Kakaknya yang mengajarinya jadi jahat seperti ini.”

Padahal, sebelum Odelina mengundurkan diri dari pekerjaannya, dia sudah menjabat sebagai finance manager di perusahaan. Penghasilannya juga sangat besar. Dia telah berkorban begitu banyak untuk cinta dan pernikahannya, tetapi yang dia dapatkan adalah hinaan dari keluarga suaminya.

Dia memang menghabiskan uang, tetapi uang itu dia pakai untuk keluarga kecil mereka ini. Kalau membeli pakaian, dia menggunakan uang yang diberikan oleh adiknya. Dia bahkan sudah lama tidak membeli baju baru, apalagi kosmetik.

Namun, setiap kali dia membeli baju dan kosmetik baru, ibu mertua dan kakak iparnya akan memarahinya karena menghabiskan uang sembarangan. Dia bahkan tidak boleh memakai harga keluarga kecil mereka ini sembarangan.

“Kak, gimana kalau Kakak memasukkan Russel ke taman kanak-kanak, lalu kembali bekerja. Penghasilan yang Kakak dapatkan nggak akan lebih kecil dari suami Kakak.”

Olivia sangat kasihan pada kakaknya.

Dulu, ketika dia tinggal di sini, dia yang mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah. Itu karena dia tidak ingin kakaknya begitu lelah. Sekarang, setelah dia pindah, kakaknya jadi makin sibuk.

“Kakak iparmu bilang tunggu Russel umur tiga atau empat tahun, baru masuk TK.” Odelina juga ingin bekerja lagi. Tidak perlu membicarakan hal yang lain dulu, pengeluaran keluarganya seperti cicilan rumah, cicilan mobil, serta uang untuk orang tua suaminya kalau ditambahkan benar-benar terlalu berat.

Olivia mengerutkan kening. Dia merasa sikap kakak iparnya terhadap kakaknya semakin lama semakin buruk. Dia jadi tidak bisa menahan diri dan bertanya, “Kak, menurut Kakak apa suamimu itu ada selingkuhan di luar sana?”

Odelina terkejut dan berkata, “Nggak mungkin, deh. Kakak tahu betul berapa penghasilannya. Dia nggak punya uang lebih untuk menghidupi selingkuhan.”

“Tapi, sikapnya terhadap Kakak semakin lama semakin buruk. Kak, Kakak sebaiknya mulai merencanakan masa depan Kakak sendiri. Kakak nggak boleh terus-terusan jadi ibu rumah tangga yang selalu di rumah, tanpa penghasilan dan nggak dipahami.”

Odelina terdiam sejenak dan berkata, “Nanti lagi saja baru kita bicarakan. Oliv, kamu nggak usah mengkhawatirkan Kakak. Kakak bisa menjalani hidup dengan baik. Bagaimana denganmu? Kapan suamimu pulang dari perjalanan bisnisnya?”

“Masih agak lama. Dia bekerja di perusahaan besar dan sangat sibuk.”

Odelina pun menanyakan tentang kehidupan adiknya di rumah barunya secara lebih detail. Setelah yakin bahwa adiknya hidup dengan baik, dia baru lega.

Setelah melihat keponakannya, Olivia pun pergi ke toko karena desakan kakaknya.

Dia mengendarai motor listriknya ke toko buku, tetapi masih memikirkan kehidupan kakaknya yang berantakan. Karena tidak fokus, dia tidak memperhatikan jalan dan hampir ditabrak mobil. Dia sangat terkejut dan cepat-cepat berbelok ke samping untuk menghindari mobil itu. Setelah itu, dia juga mengerem.

Mobil itu juga mengerem mendadak dan berhenti.

Olivia melihat ke arah mobil tersebut. Ternyata mobil Rolls Royce. Mobil mewah!

Rolls-Royce itu diikuti oleh beberapa mobil dengan warna yang sama. Dia rasa orang-orang di mobil belakang adalah pengawal dari pemilik mobil mewah tersebut.

Di kota besar seperti Mambera ini, sama sekali tidak mengherankan jika melihat mobil mewah.

Olivia membuat isyarat tangan yang berarti minta maaf kepada orang yang mengemudi mobil itu, lalu cepat-cepat menghidupkan kembali motor listriknya dan pergi.

Dia takut dimarahi.

Orang yang mengemudi mobil itu menoleh dan berkata kepada pria berbaju hitam yang duduk di kursi bagian belakang, “Den Stefan, itu tadi Bu Olivia.”

Wajah Stefan masam. Dia juga melihat jelas dengan mata kepalanya sendiri bahwa Olivia-lah yang hampir menabrak mobil mereka. Wanita itu jelas-jelas tidak fokus. Bisa-bisanya dia tidak fokus saat mengendarai motornya di jalan seramai ini. Apa dia ingin mati?
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Official. Angela
cerita ini sangat menarik dan membuat saya ingin trs membaca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status