Share

Bab 2. Dinikahkan Paksa

Penulis: AshZe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 10:54:19

Aku terus mondar-mandir di dalam rumah dengan gelisah. Kalau sampai nanti malam Ibu menyeretku ke sungai agar mandi kembang tujuh rupa bagaimana? Ibu, 'kan orangnya nekat.

Apa aku kabur saja?

Tapi kalau kabur, nanti aku dicap sebagai anak yang durhaka bagaimana?

Di saat pikiran sedang buntu begini, suara pintu diketuk berulangkali mengalihkan perhatianku.

Aku segera ke luar dari kamar untuk membuka pintu rumah yang sedang diketuk itu.

"Yuda ke mana?" tanya seorang pemuda ketika aku sudah membuka pintu yang diketuknya tadi. 

Pemuda itu bernama Rizal. Dia adalah teman adik laki-lakiku. 

"Dari kemarin Yuda nggak ada di rumah," jawabku kemudian.

Rizal membuang puntung rokok yang berada di tangannya dan langsung menerobos masuk saja ke dalam rumah dengan tidak sopan.

"Lho, kok kamu malah main masuk aja? Yuda beneran nggak ada!" Aku mengikuti Rizal, dengan harapan bocah itu segera keluar dari dalam rumah. 

Sebenarnya, dari dulu aku tidak suka kalau Yuda berteman dengan Rizal. Rizal ini bandelnya luar biasa dan suka membuat onar di kampung ini. Aku hanya takut kalau Yuda bisa tertular kenakalannya Rizal.

"Ah, aku nggak percaya, palingan dia ngumpet!"

"Yuda beneran nggak ada, Rizal!"

Seakan tak menggubris perkataanku, Rizal malah mengecek seluruh bagian rumah. Dia juga main buka-buka kamar sembarangan dan memeriksa setiap sudutnya.

"Tuh, ‘kan enggak ada. Mendingan sekarang kamu ke luar, deh!" 

"Ck, si Yuda beneran kurang ajar!" terlihat Rizal meninju tembok kamarku dengan kesal.

"Kurang ajar bagaimana?"

"Dia nyolong hp-ku."

"Yuda adikku nggak mungkin mencuri. Dia anak yang baik."

"Halah, kamu nggak tau tabiatnya karna kamu merantau, Mbak! Aku, lho yang tiap hari bersama dia sudah tahu kelakuannya seperti apa!"

Aku memijat pelipisku yang berdenyut nyeri. Yuda adalah adik yang baik dan penurut kalau aku nasehati. Masa iya dia berbuat seperti itu?

"Rara!" 

Aku terkejut ketika mendengar suara Ibu yang memanggilku secara tiba-tiba. Aduh, kenapa Ibu sudah pulang di saat rumah ini sedang kedatangan tamu tak diundang?

"Rara sini!" Ibu memanggilku lagi.

"Iya, Bu, sebentar!"

Aku menoleh pada Rizal yang masih berdiam diri di samping tembok kamarku.

"Zal, kamu ngumpet dulu, gih!"

"Ngapain ngumpet?"

"Itu ada ibuku."

"Ya terus kenapa?"

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Bagaimana ya cara menjelaskan pada si Rizal kalau kami bisa-bisa dituduh melakukan hal yang aneh-aneh? Apalagi, saat ini kami sedang berduaan di dalam kamar. 

Di kampung ini, pantang yang namanya seorang perempuan berduaan dengan seorang laki-laki di dalam rumah. Kalau sampai hal itu terjadi, maka akan menjadi bahan gunjingan satu kampung. Dan aku tak mau hal itu terjadi.

"Pokoknya sembunyi aja dulu, bisa gawat urusannya!"

Rizal tidak menggubrisku, dia dengan PD-nya malah ke luar dari dalam kamar.

"Rizal! Rizal! Kumohon jangan ke luar dulu!" Aku mencoba menahan lengannya, tapi kekuatannya terlalu besar untuk aku tahan.

"Lho, Rizal ngapain kamu disini?" tanya Ibuku dengan ekspresi keterkejutan luar biasa.

"Rizal sedang apa disini?"

Aku juga ikut terkejut. Ternyata saat ini yang berada di hadapan kami bukan hanya Ibu, melainkan ada Bu Ndari dan Pak Karyo.

Kesialan macam apa ini, ya Allah?

"Rizal ada di sini nyari Yuda, kok." Aku mencoba menjelaskan pada mereka.

Ibu memicingkan matanya, begitupun dengan Bu Ndari dan Pak Karyo, mereka seakan tak percaya dengan perkataanku.

“Tapi … kalian baru saja keluar dari dalam kamar. Jangan-jangan—" Bu Ndari menjeda kalimatnya dan menutup mulutnya yang menganga.

"Yuda, ‘kan sedang pergi ke kampung seberang dari beberapa hari yang lalu, Ra! Kamu jangan bikin Ibu malu kenapa, sih!"

Aku segera mencubit lengan Rizal agar segera menjelaskan kepada mereka, tapi si Rizal malah terdiam bagai patung.

"Zal, bilangin kalau kamu ke sini beneran nyari Yuda!"

Rizal mengacak-acak rambutnya dan tiba-tiba merangkul bahuku. "Ah, kalian menganggu saja!"

Aku terkejut begitupun dengan Ibu dan yang lainnya.

"Aku baru mau berbuat hal yang iya-iya dengan mbak Rara, eh kalian malah datang!"

Reflek aku menginjak kaki Rizal. Ini anak benar-benar keterlaluan sekali membuat narasi fitnah semacam ini.

"Astaghfirullah, benar, Ra?"

"Enggak, Bu. Rara bersumpah enggak seperti itu! Rizal kesini beneran hanya mencari Yuda!"

Ibuku geleng-geleng kepala seakan tak mempercayai penjelasanku.

"Sebaiknya kita bawa mereka berdua ke rumah orangtuanya Rizal!" kata Pak Karyo dengan tegas dan langsung diangguki oleh Ibu dan Bu Ndari.

"Bu, aku enggak berbuat apa-apa, tolong jangan bawa ke sana!" 

"Kamu memang bisanya cuma bikin malu, Ra!"

Air mataku tiba-tiba mengalir begitu saja. Kenapa rasanya sesakit ini, ya Allah? Ibu adalah satu-satunya orang yang aku punya, tapi Ibu tidak pernah berada di pihakku. 

Aku harus bagaimana?

“Ayo ke luar!” Ibu menarik kerudungku dengan kasar, bahkan sampai terlepas.

Aku memohon ampun pada Ibu, tapi perempuan paruh baya itu tak menggubrisku dan bergantian menarik rambutku.

Kegaduhan yang kami lakukan sukses membuat para tetangga berlari menghampiri kami dan tiba-tiba ikut menghakimi kami.

Aku hanya bisa menangis tanpa bisa berkata-kata lagi.

Beberapa saat kemudian, kami telah sampai di rumah orang tuanya Rizal. Orang tua Rizal adalah orang kaya raya yang terkenal dengan sebutan juragan kontrakan karena kontrakannya ada dimana-mana. Konon katanya, penghasilannya satu bulan bisa tembus beratus-ratus juta.

Kami semua kini duduk di ruang tamu. Pak Nardi dan Bu Ika menatap ke arahku dan ke arah Rizal dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Beneran kamu di dalam kamar berduaan dengan mbak Rara?" Pak Nardi menatap Rizal yang menunduk.

"Iya."

"Kenapa?"

"Sebenarnya Rizal mencari keberadaan Yuda, Pak. Dia memeriksa semua sudut rumah termasuk kamar dan kebetulan saya mengikutinya," potongku mencoba menjelaskan.

"Benar begitu, Rizal?"

Rizal terdiam, namun tiba-tiba menggeleng. "Aku sudah dewasa, Yah. Ayah pasti tahulah apa yang akan dilakukan laki-laki dan perempuan di dalam kamar."

Mulutku ternganga, bagaimana mungkin Rizal bisa berkata demikian?

"Rizal, kenapa kamu berbohong?" 

"Aku enggak berbohong."

"Tapi, kamu tadi—"

"Sudahlah, Mbak!" Rizal memotong ucapanku. Ia menoleh padaku dan menatapku dengan serius. "Nggak perlu malu lagi untuk mengakui hubungan kita. Lagipula aku akan bertanggung jawab."

Kedua bola mataku hampir saja keluar dari peraduannya gara-gara perkataan Rizal yang tidak masuk akal itu. 

"Hubungan apa? Kita tidak ada—"

"Rara cukup!" Ibu berteriak ke arahku. "Ibu malu dengan kejadian hari ini! Ibu mau, kamu menikah dengan Rizal malam ini juga dan angkat kaki dari kampung ini!"

Seketika tangisku pecah lagi. Ya Allah... aku sungguh tidak berbuat macam-macam, tapi malah mendapat musibah seperti ini.

Malam itu juga, aku dan Rizal dinikahkan paksa oleh Penghulu. Dan setelah ijab qobul selesai, aku dan Rizal diusir begitu saja dari kampung. Kami dianggap sampah yang menjijikkan dan layak dibuang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
fatmawati
yang sabar ya Rara, pasti ada hikmah dibalik kejadian ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 80. Cerita Rizal

    “Wanita lain?” Rizal terkekeh menatapku. “Mana mungkin aku punya wanita lain, Mbak!”“Lha itu Mawar.”Rizal lagi-lagi terkekeh. “Dia hanyalah mantan tunangannya Samuel.”“Mantan, tapi masih cium-ciuman.”“Oooh … yang waktu itu? Yang kamu kabur dari mansion itu, Mbak?”Aku terdiam. Aku tak mungkin berkata pada Rizal, jika hatiku saat itu benar-benar panas.“Kamu harus tahu yang sebenarnya, Mbak. Perempuan itulah yang terlebih dahulu mencium Samuel—dia memaksa Samuel untuk balikan. Namun, Samuel menolaknya. Samuel benci penghianatan.”Lagi-lagi, aku hanya bisa terdiam. Berarti … aku salah menilai Samuel? Rasa bersalah tiba-tiba menelusup jiwaku. Andai aku tidak kabur saat itu, bukankah semuanya akan baik-baik saja?Aku mengusap perutku yang kempes. Bulir-bulir bening tiba-tiba membasahi kedua pipiku. “Lho, kenapa malah menangis, Mbak?”Aku menggelengkan kepalaku seraya menyeka air mataku yang sudah mengucur dengan deras.“Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Mbak.” Rizal kemudian menarikku

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 79. Jatuhnya Tuan William

    Sudah berminggu-minggu aku terkurung di dalam rumah sakit ini. Sesekali aku keluar hanya untuk berjemur. Itu pun harus dengan penjagaan yang super ketat. Bibi Pram tiba-tiba memasuki ruangan yang kuhuni dengan tergopoh-gopoh. Kalau sudah seperti itu, ia pasti akan menyampaikan sesuatu yang penting.“Nyonya, Anda harus melihat berita hari ini di televisi!” katanya yang kini sedang sibuk mencari remote tv.“Ada apa, Bi?”Tanpa menjawab pertanyaanku, Bibi Pram yang sudah menemukan remote tiba-tiba segera menyalakan televisi dan mencari channel yang diinginkannya.Begitu mendapatkan channel tersebut, Bibi Pram langsung menyuruhku untuk melihatnya.“Pimpinan William Group telah diambil alih oleh anak semata wayangnya yang bernama Afrizal Samuelim Exel.”Aku terbelalak membaca line berita dalam channel televisi tersebut.Jadi, Samuel sudah berhasil mengambil alih pimpinan William Group?Aku segera menyimak isi berita tersebut, tampak sang pembawa acara menyampaikan isi beritanya dengan lug

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 78. Permintaan Rara

    Kehilangan buah hati ternyata menimbulkan luka yang dalam bagiku. Aku sudah seperti orang kehilangan arah dan tidak tahu harus melakukan apa.Aku merasa hidupku seperti tidak ada artinya lagi. Duniaku runtuh, benar-benar runtuh dan tak berbentuk lagi.Andai aku tidak dikurung, andai Samuel mau menyelesaikan setiap masalah tanpa amarah yang meledak. Aku rasa, kejadian buruk ini tidak akan terjadi.Bolehkah aku membencinya yang telah membuatku seperti ini?Pintu kamar rawat yang kuhuni tiba-tiba terbuka.Kukira yang datang adalah Bibi Pram. Namun, ternyata yang datang adalah laki-laki yang membuatku menjadi hampir gila seperti ini.Aku membuang muka. Aku benar-benar muak melihatnya.“Bagaimana keadaanmu?”“Puas kamu membuatku seperti ini?” tanyaku dengan intonasi meninggi. “Kalau perlu bunuh saja aku sekalian!”Ia hanya diam. Namun, suara langkah kakinya seperti sedang menuju ke arahku. Dan secara mengejutkan, ia tiba-tiba memelukku dengan erat.Aku meronta-ronta. Untuk apa memelukku? D

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 77. Keguguran

    Aku merasakan tubuhku diangkat seseorang yang berlari entah menuju ke mana.Dari nada teriakannya, ia terdengar panik dengan keadaanku saat ini.“Tolong selamatkan istri saya, dok!”Istri? Apa yang dimaksud adalah aku?Seseorang yang menggendong tubuhku ini terus berlari.Hingga beberapa saat kemudian, aku merasa diletakkan di sebuah tempat tidur lalu ditarik dengan tergesa-gesa oleh suara riuh orang yang tidak aku ketahui mereka itu siapa.Mataku benar-benar tidak bisa terbuka seakan ada beban berat yang menimpanya.“Bapak tunggu di luar ruangan. Kami akan berusaha menyelamatkan istri dan anak Anda!”“Lakukan yang terbaik, dok! Saya tidak mau kehilangan mereka!”Tubuhku terasa dibawa menuju ke sebuah ruangan. Aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya, yang jelas … perutku rasanya seperti sedang diremas-remas.***“Mama … Mama … bangunlah ….” kata seorang anak kecil membangunkanku yang sedang terlelap.Aku mengedarkan pandanganku. Di mana aku berada? Kenapa tempat ini semuanya berwarn

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 76. Dikurung Lagi

    Keinginan tinggal di rumah Nenek Nur selamanya dan juga keinginan membangun tempat ini nyatanya hanyalah menjadi angan-angan semata.Pagi-pagi sekali—lebih tepatnya sehabis subuh, rumah Nenek Nur di gedor-gedor pintunya hingga mau roboh.Ketika aku membuka pintu, tampak orang-orang berpakaian serba hitam yang aku ketahui mereka itu siapa langsung menyeretku agar pergi dari rumah Nenek Nur. Tidak ada yang bisa menolongku meskipun para warga yang berada di sana ingin melakukannya. Orang-orang yang membawaku ini membawa senjata tajam dan sengaja digunakan untuk menakut-nakuti mereka.Begitu hampir tiba di mobil, aku melihat sesosok laki-laki yang aku hindari tengah bersandar pada pintu mobil dengan sepuntung rokok yang berada di jemarinya.Dia menatapku tajam bak perisai yang siap menembus lawannya.Dia pikir, aku akan takut ditatap seperti itu? Tidak akan! Aku bukan Rara yang lemah seperti dulu kala! Bahkan, jika aku mati hari ini, aku siap!“Kenapa kabur?” tanyanya dingin melebihi din

  • Pernikahan Dadakan dengan Suami Menyebalkan   Bab 75. Tinggal di Rumah Nenek Nur

    Dengan langkah tergesa-gesa, aku menyetop sebuah angkot ketika sudah sampai di luar.Sesekali aku menoleh ke belakang untuk memastikan ada yang mengikutiku tidak.Lagi-lagi aku bernapas lega, syukurlah tidak ada yang mengikutiku sama sekali.Sekarang, tinggal memikirkan aku harus pergi ke mana.Tiba-tiba, nama Mila melintas di pikiranku. Sepertinya, untuk sementara waktu aku akan ke rumahnya dulu.Aku segera mengeluarkan ponselku lalu menghubungi Mila.“Assalamualaikum, Rara? Ya ampuuun … ke mana saja kamu selama ini? Kenapa pesanku nggak pernah kamu balas?” cerocos Mila begitu panggilanku telah diangkatnya.“Waalaykumussallam, Mil. Nanti aku ceritakan semuanya. Kamu ada di rumah?”“Iya, aku ada di rumah. Kan, ini hari liburku!”“Oke, aku akan datang ke rumahmu.”Begitu panggilan terputus, aku segera minta turun dari angkot guna memesan taxi online menuju rumah Mila yang jaraknya sangat jauh.*Setibanya di rumah Mila, dia langsung menyambutku dengan heboh. Apalagi ketika mengetahui p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status