Share

Bab 3 Bayar Dulu Satu Miliar

Author: Aku_Ram
last update Last Updated: 2025-01-11 09:00:50

Gadis yang beberapa waktu lalu turun dari bus itu hanya bisa melongo. Bagaimana tidak? Ia dilarang masuk ke dalam rumahnya sendiri.

“Nggak bisa gitu dong, Tante! Ini rumahku, Tante sama Kak Tari yang numpang!” protes Lea.

Wanita bertubuk semok itu tertawa sumbang. Dari mimik wajahnya, Lea sadar jika seseoran pasti sudah mempengaruhi pikiran tantenya. Karena itulah, tantenya mengambil tindakan tiba-tiba seperti ini.

Ya Tuhan, kenapa Lea harus sesial ini? Ke mana keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia?

“Aku akan mengembalikan rumah ini padamu asalkan, kau bisa membelinya dengan satu miliar,” ucap wanita itu menyeringai.

Gadis yang baru saja kembali dari luar negri itu membelalak. “Satu miliar?! Tante sudah gila?!”

“Tidak. Dari sudut mana aku terlihat gila?” balasnya mendelik kesal.

“Tante, dari mana aku dapat uang satu miliar? Aku aja baru selesai wisuda. Belum punya kerja, nggak ada gaji. Lagian, rumah ini rumah peninggalan keluarga ibuku. Kenapa Tante merasa sebagai pemilik?” protes gadis itu masih dilanda syok.

Wanita berambut pirang dan bertubuh semok itu melotot. Telunjuknya yang gemuk berkali-kali mendorong dahi keponakannya. Ia memang tidak suka jika ada yang membantahnya.

“Selama dua tahun terakhir, tante yang ngurus papa kamu! Tante yang jagain selama dia sakit! Semua pengeluaran untuk merawat rumah ini, tante yang keluarin duit! Jadi wajar dong, tante dapat bayaran yang setimpal!” tukasnya garang.

“Tapi aku ahli warisnya, Tante. Rumah ini rumah orang tuaku. Tante nggak berhak buat ngusir aku!” balas gadis itu dengan berani.

Senyum wanita paruh baya itu kembali mengembang. Kini, bibir merah yang tebal itu mulai komat-kamit tak jelas. Saat berhenti, bibir merah itu manyun.

“Dengar ya, Lea. Papa kamu sudah menggadaikan rumah ini sama tante. Buat biaya berobat sama biaya tambahan kamu kuliah di luar negri. Kalau kamu tidak mau tante menjualnya pada orang lain. Bayar dulu satu miliar! Tante kasih kamu waktu nyicil dalam setahun!” tegas wanita itu menutup pagar dengan keras.

Lagi-lagi Lea hanya bisa tercengang. Baru saja pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan magisternya, ia justru tak diizinkan masuk ke dalam rumahnya sendiri. Lebih dari itu, rumahnya telah diambil alih oleh tante dan sepupunya.

Tak pernah terbayang oleh Lea. Kepedihan karena kepergian papanya beberapa bulan lalu belum hilang. Kini, bertambah dengan musibah baru. Setelah diselingkuhi, ia juga ditipu keluarga sendiri.

Setelah kehilangan papanya, ia juga kehilangan rumah yang penuh kenangan berharga. Ia bahkan tak diizinkan untuk masuk ke halaman belakang. Tempat yang teramat ingin ia datangi di sudut rumah itu.

Gadis itu hanya bisa tergugu. Tubuh kecilnya yang lelah dan ringkih, tak mampu melawan tantenya. Ia tak menyangka jika saudara tiri papanya sejahat ini. Ketulusannya selama ini hanya kepalsuan.

Sejam lebih Lea menunggu belas kasih tantenya. Namun, wanita itu tak kunjung keluar. Hari sudah petang dan Lea hanya bisa pasrah. Ia harus menyeret kakinya pergi.

Lea tak ingin tidur di jalanan malam ini. Setidaknya, ia harus mencari kontrakan atau penginapan. Besok saja ia ke kota dan menemui sahabatnya.

Setelah berjalan hampir dua kilometer. Akhirnya Lea menemukan kontrakan sederhana. Perabot di dalamnya standar, tapi masih cukup layak pakai.

“Bu, ini sewa buat malam ini,” ucap Lea mengulurkan dua lembar uang merah.

“Makasih, Neng. Kalau Neng mau cari makan, bisa ke gang sebelah. Di situ ada beberapa warung yang jual makanan. Karena Neng datangnya malam, tabung gasnya belum sempat diganti,” ujar wanita pemilik kontrakan.

Lea mengangguk mengerti. “Terima kasih, Bu.”

“Sama-sama,” balas wanita itu sebelum beranjak pergi.

Lea mandi lebih dulu karena tubuhnya gerah. Setelah bersih-bersih, ia keluar mencari makan. Seporsi nasi goreng, satu botol besar air mineral dan beberapa cemilan coklat sudah memenuhi kantong kreseknya. Setidaknya, malam ini ia tidak akan tidur kelaparan.

Bugh! Bughh!

“Hajar saja dia! Kalau perlu kita habisi!” ucap pria yang memakai penutup wajah.

“Dia tidak mau mengatakan di mana menyembunyikannya, Bos,” ucap pria bertubuh gemuk.

Lea kembali membelalak melihat seorang laki-laki yang dihajar bertubi-tubi. Empat orang yang mengenakan penutup wajah dan pakaian serba hitam itu terus memaksa korbannya untuk buka mulut. Akan tetapi, yang diserang justru bergeming.

“Hei! Hentikan!” teriak Lea yang merasa iba.

Sang anak buah mulai panik dan mengedarkan pandangan. “Bos, ada yang mergokin kita, Bos!”

“Singkirkan juga gadis itu!” perintah sang bos.

“Pergi dari sini!” usir Lea kembali berteriak meminta tolong. Berharap ada warga yang mendengar teriakannya.

“Hei Anak Manis! Pergi dari sini! Pura-pura saja tidak melihat kami!” balas salah satu dari mereka.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dengan Sang Penguasa: Suamiku Bukan Petani Biasa   Bab 105 Dia Sudah Tahu

    "Tidak, Lea. Tari disenggol orang di kafe. Dia pendarahan dan dibawa karyawan kafe itu ke rumah sakit ini. Saya cuma antisipasi, jangan sampai dia mendekat ke sini karena tahu kamu juga rawat di sini," jelas Juna.Angga mengangguk setuju dan berterimakasih pada Juna. Ucapan terima kasihnya terdengar begitu tulus sampai Juna dan Gani heran. Apakah benar dia Angga yang selama ini mereka kenal?"Acii ...."Ucapan Keysa terdengar jelas dalam keheningan di ruangan itu. Angga sampai terkejut mendengarnya. Keponakannya baru saja menirunya mengucapkan terima kasih."Keysa bilang terima kasih?" tanya Angga.Keysa menganggukkan sampai tertawa. Gani dan Juna kembali mengulang kata terima kasih. Benar saja, Keysa pun ikut mengulang ungkapan yang sama dengan bahasanya sambil bertepuk tangan."Sana kamu suapi Lea makan. Sekalian kamu juga makan. Biar Keysa sama ayah dulu," saran Gani mendekat meminta cucunya.Awalnya Keysa menolak. Namun, Gani buka

  • Pernikahan Dengan Sang Penguasa: Suamiku Bukan Petani Biasa   Bab 104 Penyesalan Gani

    Sore hari, keluarga berkumpul bersama di ruang rawat inap Lea. Keysa tak mau lepas dari mamanya. Hanya saat dokter ingin memeriksa kondisi Lea saja, Keysa mau digendong oleh Angga. Mungkin karena takut melihat dokter paruh baya itu mendekati mamanya.Juna yang melihat Keysa mulai ketakutan, turut mengeluarkan stetoskopnya. Dengan usilnya, dokter yang satu itu memeriksa denyut jantung Angga sambil melaporkan hasilnya pada bayi cantik itu. Kemudian, turut memeriksa Keysa seperti Lea dan Angga."Keysa mau jadi dokter juga?" tanya sang kakek saat melihat cucunya memainkan tali stetoskop milik Juna.Keysa menoleh lalu menatap semua orang satu persatu. "Mau jadi dokter juga kayak Om Ganteng ini?" tanya Juna melucu sambil mengarahkan alat stetoskopnya ke perut Keysa lalu beralih ke kakinya."Keysa mau jadi dokter?" tanya Angga. Entah paham atau tidak, tapi kali ini Keysa mengangguk."Dia cuma nurut sama papanya," komentar Gani. Ia akui jika cucunya belum

  • Pernikahan Dengan Sang Penguasa: Suamiku Bukan Petani Biasa   Bab 103 Dicintai Suami

    Sepasang mata yang terasa berat itu perlahan mengerjap. Mencoba sebisa mungkin untuk melihat sekelilingnya. Samar ia melihat seseorang yang berada di sisinya.Siapa dia?Lea memejamkan matanya sejenak. Menunggu sesaat hingga indra pendengarannya bisa bekerja dengan baik. Terdengar suara tangisan lirih seorang pria yang menyebut namanya.Sesaat Lea bergeming dengan sudut mata yang basah. Menitikkan bulir bening kala mendengar pengakuan Angga. Pria itu takut ditinggalkan.Seterpuruk inikah suaminya? Apa kondisinya sulit untuk disembuhkan? Apakah dirinya tidak akan sembuh?Lea pernah merasakan kejamnya dunia. Ia menjadi yatim piatu, hidup terlantar dan dihianati orang-orang yang ia percayai. Pernah sekali ia berpikir untuk menabrakkan dirinya di jalanan. Akan tetapi, ia teringat Melati.Kalau bukan karena melihat Melati yang bernasib mirip seperti dirinya, mungkin sudah lama Lea menyerah dalam hidupnya. Lea ingat jika ia masih memiliki Melati yang peduli padanya.Saat ini, Lea bahkan sud

  • Pernikahan Dengan Sang Penguasa: Suamiku Bukan Petani Biasa   Bab 102 Jangan Tinggalkan Aku

    Senyum yang pudar dan kantung mata yang menebal. Sorot mata kosong dan keheningan yang tak kunjung pergi. Diamnya Angga membuat pria itu seperti mayat hidup. Suaranya hanya terdengar saat menenangkan Keysa.“Ga, lo cukuran dulu gih! Udah tiga hari loh ini. Keysa nanti malah takut lihat papanya sendiri. Jangan salahin gue kalau nanti dia lebih milih ikut gue ketimbang sama lo,” ungkap Juna.Angga hanya mengangguk seolah tak benar-benar menyimak ucapan sepupunya. Setelah membaringkan Keysa, Angga hendak ke ICU. Namun, kedatangan Melati menunda niatnya.Gadis bar-bar sahabat istrinya itu memaksanya makan siang lebih dulu. Melati mengancam akan melaporkan kelakuan Angga yang mulai tidak waras itu saat Lea sadar nanti.“Ya terserah Anda saja. Sekali saya bilang bakalan buka mulut sama Lea, tak ada yang bisa mencegah. Biar saja, Lea tahu. Anda pikir, saya mengatakan ini karena Lea akan memarahi Anda nantinya? Tidak, Tuan Anggara Yang Ter

  • Pernikahan Dengan Sang Penguasa: Suamiku Bukan Petani Biasa   Bab 101 Rekan Melani

    Gani menoleh lalu menjitak kepala Seno. Ya ampun, Seno baru tahu kalau kebiasaan Angga itu adalah warisan sifat dari Presdir Tanufood ini. “Ampun, Om.”“Jangan berpikir yang tidak-tidak!”“Iya, maaf, Om. Terus, yang tadi om bilang itu maksudnya apa? Kehilangan lagi? Kehilangan apa, Mo?” desak Seno.Gani menghela napas panjang. “Lea keguguran. Angga sama sekali tidak tahu kalau Lea hamil. Dokter menduga Lea sendiri belum menyadari kalau ada janin yang tumbuh dalam rahimnya.”“Dia mungkin berpikir kalau perubahan kecil di tubuhnya karena efek program induksi laktasi yang Lea laku- humpp.” Seno membelalak menutup mulutnya sendiri.“Om sudah tahu kalau Lea melakukan prosedur itu. Om juga tahu kalau demi Keysa dia melakukannya. Padahal, ada resiko untuk tubuhnya sendiri dari keputusannya itu,” ucap Gani mengusap sudut matanya.Hari ini, kebahagiaan yang dirasakannya han

  • Pernikahan Dengan Sang Penguasa: Suamiku Bukan Petani Biasa   Bab 100 Ada Bahagia Ada Duka

    “Jadi Lea hamil? Hamil anak kami?” batin Angga yang matanya berkaca-kaca. Baru saja ia kehilangan calon anaknya.“Innalillahi ...,” lirih Angga yang merasakan dinding lorong itu perlahan menyempit. Menghimpit tubuhnya yang kini terasa remuk.Tatapan mereka kini beralih pada Angga. Pria itu tampak lebih syok sampai nyaris tidak bisa berdiri dengan tegak. “Kamu kenapa tidak bilang kalau Lea hamil?” tanya Ivanka.Angga menggeleng pelan sembari berkata, “Aku tidak tahu.”Sang dokter mengangguk lalu berkata, “Kemungkinan besar, Ibu Lea juga belum menyadari kehamilannya. Usia kandungannya memang masih muda, baru memasuki minggu keempat atau usia satu bulan. Umumnya wanita hamil belum merasakan gejalanya. Pendarahan yang dialaminya tadi, membuat janinnya kekurangan oksigen. Ditambah dengan efek racun yang menyebar di area lukanya.”Sejam kemudian, Lea sudah dipindahkan ke ICU. Di sampingnya, Angga duduk meggenggam tangan istrinya.Hal yang tengah dirasakan pria itu sekarang adalah terguncang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status