Share

Gadis Bebal

Author: NariaPranata
last update Last Updated: 2021-12-24 14:58:05

Aylee bersiap untuk mengajar di kampus. Ya, gadis itu memang memutuskan untuk tetap berkarier walau kini ia telah menjadi istri seorang CEO perusahaan perangkat lunak yang sangat sukses. Walau ia otomatis sudah memiliki segalanya tanpa harus berlelah-lelah bekerja, ia bersikeras melakukan itu.

Karena diam saja di rumah nyatanya hanya membuat ia tertekan, lebih-lebih ia harus mendapati perlakuan Gabe yang kerap menyakitinya. Dengan banyak pertimbangan oleh Gabe dan Natasya, Aylee akhirnya diizinkan mengajar di sebuah kampus swasta kenamaan di kota ini.

Sebelum bekerja Aylee memastikan sarapan yang ia buat sudah tertutup rapat di atas meja makan.

“Emma, jika nanti Gabe bangun, tolong hangatkan lagi makanannya ya. Aku pergi dulu.” Aylee tersenyum manis kepada pelayannya, Emma. Emma berusia sekitar tiga puluh lima tahun, dia perempuan yang baik yang juga menjadi saksi kekejaman tuan mudanya, Gabriel. Ia pernah berkata pada Aylee bahwa ia ingin melaporkan tindakannya pada Natasya, namun Aylee terus melarangnya. Ia tak ingin ada yang terlibat dalam masalah rumah tangganya. Entah keyakinan dari mana, namun Aylee berharap perlakuan Gabe terhadapnya suatu hari bisa berubah.

“Hati-hati, Nyonya.” Bibir Emma tersenyum, namun matanya menyiratkan belas kasih yang amat dalam pada perempuan cantik di hadapannya.

Jam menunjukkan sudah pukul sepuluh pagi, namun Gabe masih tertidur, ia pulang pagi setelah semalam tadi menemani Michelle di acara perayaannya, jadi ia merasa masih ingin berlama-lama tidur walau suara dering ponselnya terus berbunyi. Ia menyerah, menggertakkan giginya karena kesal dan beranjak dari kasurnya untuk meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur.

“Ada apa, Grace?” tanya pria itu ketus pada Grace, sekretarisnya.

“Makan siang nanti bapak ada rapat dengan klien,” terang wanita itu lambat-lambat takut bosnya murka karena sudah mengganggu waktu istirahatnya.

“Ya. Aku akan datang tepat waktu.” Pria rupawan itu segera memasuki kamar mandi. Setelah usai dengan mandinya, ia bersiap untuk pergi ke kantor. Ia menghampiri Emma yang sedang mencuci di ruang laundry.

“Aylee sudah berangkat?” tanya Gabe membuat wanita itu kaget dengan keberadaan pria itu yang dirasanya tiba-tiba.

“Sudah dari pagi sekali, Tuan. Nyonya Aylee tadi sudah buatkan sarapan untuk tuan, mau saya hangatkan dulu?”

Gabe berdecak kesal, ia heran kenapa wanita itu selalu menyiapkan makanan untuknya walau Gabe sudah memperlakukannya dengan buruk. Bahkan ketika Aylee sudah berlelah-lelah membuat makan malam, Gabe kerap tak pulang. Ia tak peduli sama sekali, menurut Gabe harusnya Aylee tak perlu repot-repot bertingkah seolah menjadi istri ideal, karena sampai kapan pun ia tak akan menghargai semua itu. Namun Aylee keras kepala.

Gabe melewati meja makannya, ia hendak terus saja berlalu untuk segera ke kantor, namun ia menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan kembali ke meja makan. Ia membuka tudung saji, dan mendapati panekuk dengan toping syrup maple dan buah cranberry segar di atasnya, ini menu kesukaannya.

Sialan! Gadis itu bebal juga.

Setelah pertengkaran hebat kemarin akibat ikutnya Gabe dalam acara perayaan Michelle, Aylee masih bisa membuatkan makanan kesukaannya. Gabe terdiam beberapa saat mengamati panekuk itu, namun sejurus kemudian ia memilih menutup kembali tudung saji itu.

****

Usai mengajar, Aylee dikejutkan dengan seorang lelaki yang sudah menunggunya di tempat parkir. Lelaki itu memakai jaket dan celana denim, memakai topi hitam lengkap dengan kacamata dan masker yang berwarna senada. Aylee tersenyum, tentu saja pria itu adalah Martin. Ia bersandar pada Porsche miliknya yang berwarna kuning. Tangannya melambai pada Aylee. Mungkin jika tak memakai masker, pria itu akan terlihat tersenyum begitu manis terhadap gadis yang kini sudah menjadi istri seorang CEO.

“Pamer mobil baru, ya?” Aylee bersedekap. Ia tak bisa menahan senyumnya memandangi mobil sport baru milik Martin.

“Mau mencoba menaikinya, Bu dosen?” Aylee mengedar pandang seluruh area parkir itu. Martin terdengar terkekeh.

“Kau takut suamimu marah?” ledek Martin. Aylee mengerucutkan bibirnya.

“Aku masih waras, dia tak akan repot-repot kemari. Yang aku takutkan paparazi. Kau sekarang bukan Martin yang dulu, yang bebas aku ajak ke mana saja.”

“Lantas apa gunanya aku memakai masker?” Aylee tersenyum. Ia senang Martin di sini, namun ia juga tak merasa bebas seperti dulu, walau pada hakikatnya ia istri yang tak dianggap, dia tetap merasa ia ingin menjaga kehormatannya dengan tak sembarangan pergi dengan laki-laki lain.

“Aku merindukanmu, Nona Anderson. Bisa kita pergi walau hanya satu jam lamanya? Aku mohon,” pintanya dengan kedua tangannya menggenggam kedua telapak tangan Aylee. Aylee tak bergeming. Harusnya pria itu memanggilnya dengan sebutan nyonya Ferdinand, namun tentu saja Martin masih menganggapnya lajang seperti dahulu, dia sungguh membenci suaminya, Gabriel Ferdinand. Aylee tersenyum getir.

“Aku akan jarang ada waktu senggang, proyekku akan segera dimulai, aku takut akan lama lagi bertemu denganmu, Ay. Bisa kita pergi? Aku akan menyuruh asistenku mengantar mobilmu ke rumah.” Aylee menggigit bibirnya, tanda ragu. Martin gemas bukan main jika melihat Aylee melakukan itu pada bibirnya. Bibir tipis namun penuh berwarna merah muda alami dengan belah di tengah membuat Aylee begitu cantik di mata Martin. Martin menelan ludah mengamati bibir favoritnya itu.

Aylee memutar bola matanya.

“Baiklah.” Martin membukakan pintu untuk Aylee, wanita anggun itu lantas memasuki Porsche Martin.

Martin terus memperhatikan Aylee yang berada di sampingnya.

“Aylee, kapan kau cerai dengan suami brengsekmu itu?” tanya Martin membuat Aylee melebarkan matanya.

“Kau sahabatku tapi mendoakan rumah tanggaku seburuk itu.” Aylee bersungut-sungut.

“Buka matamu, Ay. Dia terus menyakitimu. Kau ini tidak berhutang apa-apa dengan keluarga Ferdinand. Untuk apa berlelah-lelah mempertahankan rumah tangga sialanmu itu? Kalau orang tuamu tahu Gabe bedebah itu memperlakukanmu seperti ini, mereka akan sedih. Kau putri semata wayang mereka.” Pria itu kesal bukan main melihat Aylee masih terlihat ingin mempertahankan rumah tangga mereka.

“Itulah alasanku masih bertahan, aku tak ingin membuat mereka sedih.”

“Itu konyol.”

Aylee menggeleng pelan. Pria itu tak tahu Aylee masih mencintainya.

“Jangan bilang apa-apa pada orang tuaku, Martin.”

“Kau masih mencintainya meski akhirnya kau tahu dia hanya memanfaatkanmu? Naif sekali.” Martin Menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aku membencinya, sungguh.”Aylee bohong ketika mengucapkan itu. Martin tertawa hampa.

“Sudahlah, Martin. Kau tak akan menyia-nyiakan waktu satu jam berharga kita untuk membahas dia kan?” Aylee mengelus bahu Martin. Mencoba menenangkan pria super rupawan dengan manik mata berwarna biru gelap itu. Mendapat sentuhan itu Martin menjadi tenang. Wanita cantik nan anggun itu memang selalu bisa membuatnya senang sekaligus membuatnya patah hati. Namun sungguh ia tak bisa membenci wanita itu, walau empat tahun silam cinta Martin terang-terangan ditolaknya. Justru mungkin dengan fakta bahwa rumah tangga Aylee tak bahagia, Martin akan melancarkan serangannya kembali. Dia berpikir masih ada harapan untuknya, entah cara apa nanti yang akan dilakukannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Jebakan   Kehamilan Aylee

    Aylee menggigit bibir bawahnya, Jemarinya saling bertautan, pertanda ia begitu gugup saat ini. Martin berlari kecil menuju kamar mandi Aylee, di atas wastafel itu ia mendapati testpack milik Aylee. “Ya Tuhan!” Martin menggelengkan kepalanya. Ia berjalan menuju Aylee yang duduk di kursi kerjanya. “Kau tak akan memberitahukan ini pada Gabe kan?”Aylee meremas rambutnya. “Lalu aku harus apa? Ini anaknya.”Martin bersimpuh di depan Aylee, memeluk lutut wanita yang terlihat kacau itu. “Memangnya jika kau beri tahu ini, dia akan meninggalkan Michelle?”“Tentu, dia akan meninggalkan Michelle. Dia begitu menginginkan bayi ini, lebih dari apa pun.”Martin ternganga, ia begitu takut hal itu akan terjadi. “Dengar, itu mustahil. Ayahmu tak akan mengizinkanmu, Aylee.”“Dia akan berubah pikiran, dia akan memikirkan masa depan cucunya juga. Aku yakin dia akan menerima Gabe jika Gabe mau meninggalkan Michelle untukku. Bukankah itu bagus?”

  • Pernikahan Jebakan   Testpack

    Aylee membasuh wajahnya dengan gusar di depan wastafel, ia mengamati wajahnya yang dinilainya terlihat agak lelah. Sejurus kemudian dia memegangi perut bawahnya. Air matanya tak bisa lagi hanya menggenang di pelupuk mata, kini air matanya terjun bebas mengaliri pipi. “Tidak mungkin, aku tidak mungkin hamil kan?”Aylee terpejam melihat testpacknya, ia tak berani melihat hasilnya. Namun perlahan ia membuka matanya, dan mendapati alat pengecekan kadar hcg itu bergaris dua. “Oh, ya Tuhan...” Aylee memejamkan matanya. “Gabe... Aku harus bagaimana?” Aylee lunglai, ia terduduk di kamar mandinya. Perasannya saat ini begitu kacau, satu sisi ia bahagia karena perjuangannya dan Gabe pada akhirnya membuahkan hasil, namun di lain sisi, tentu hal ini tak ia inginkan, mengingat hubungannya dan Gabe kini bukan suami-istri lagi. “Bagaimana mungkin ternyata justru bayiku yang tumbuh tanpa sosok ayahnya.” Aylee terisak seorang diri. **Usai melakukan syutingnya,

  • Pernikahan Jebakan   Fantasi Gabe

    Aylee terdiam tanpa kata, suasana keduanya mendadak canggung nyaris hening. Bahkan hembusan angin malam yang semula semilir mengayunkan helaian rambut Aylee seolah mendadak berhenti manakala Martin berucap demikian. Aylee menelan ludahnya susah payah, ia cukup tercekat mendengar ungkapan cinta Martin yang entah sudah berapa kali terlontar dari mulut pria populer itu. Meski demikian sering, ia tak menyangka pria itu berani mengatakan itu ketika usia perceraiannya baru menginjak satu bulan beberapa hari saja. Pada akhirnya Aylee hanya bisa kembali memalingkan wajah, Martin terlihat bersedih, ia bahkan menengadahkan wajahnya, takut jika air matanya akan jatuh di hadapan wanita pujaannya itu. “Jika kau tak bisa menerimaku karena tak cinta, maka aku tak keberatan kau menerima cintaku karena belas kasih, aku sangat mau kau kasihani, Aylee.” Aylee sontak menoleh padanya. “Kasihanilah aku,” kini air mata Martin kadung jatuh, ia tak sempat menyembunyikan lagi. “Martin

  • Pernikahan Jebakan   Beri Aku Kesempatan

    Aylee mengamati kopi itu, memutar-mutar paper cupnya seolah mencari tahu siapa pengirim americano itu. Maxime memicingkan mata melihat sikap Aylee yang demikian. Ia lantas menyambangi kubikel Aylee.“Mengapa kau hanya menatap minumanmu tanpa meminumnya?”Aylee terkejut mendapati Maxime sudah berada di sampingnya. Aylee ragu-ragu menyodorkan americanonya pada Maxime.“Kau mau ini, Max?”“Kau sendiri tak ingin meminumnya?” Maxime balik bertanya. Aylee menggeleng cepat, ia ragu meminum kopi yang ia bahkan tak tahu siapa yang memberinya.“Dari penggemarmu lagi?”Aylee tersipu.“Kau mau apa tidak?”“Kebetulan aku belum minum kopi. Ini cukup hangat.” Maxime pada akhirnya meminum americano itu. Maxime memang kerap diberi Aylee makanan atau minuman pemberian pengagumnya.“Ini lumayan juga,” komentarnya sambil lalu menuju meja kerjanya.&ld

  • Pernikahan Jebakan   Kiriman Kopi Pagi Hari

    Lucy mengikuti Aylee yang melenggang ke dapur membawa piring-piring bekas makan malam mereka. Ia bermaksud membantu Aylee mencuci piring-piring itu.“Tidak usah repot-repot Lu, biar aku melakukan ini sendiri.” Aylee merebut spons cuci piring yang dipegang Lucy.“Tidak apa-apa, ini tidak masalah.” Lucy kembali merebut spons itu.“Maaf, super model sepertimu harus mencuci piring-piringku,” ucapnya dengan senyum ramah.“Tidak apa, kalau hanya mencuci piring, aku juga bisa.” Lucy menyeringai, namun ia terlihat kikuk melakukannya, kentara sekali ia tak biasa melakukan itu.“Di rumahmu tak ada pelayan?” tanya Lucy. Aylee menggeleng.“Tidak, ibuku biasa melakukan semuanya sendiri. Lagi pula dahulu mereka hanya tinggal berdua, jadi tak begitu butuh pelayan.”Lucy menganggukkan kepalanya tanda mengerti.“Maaf jika aku bertanya seperti ini, apa kau sudah resmi

  • Pernikahan Jebakan   Gemuruh Hati Lucy

    Aylee menyirami bunga di greenhouse milik ibunya, Melisa. Sepulang mengajar, ia tak tahu harus melakukan apa. Tak banyak tugas, juga tak lagi sibuk menyiapkan segala keperluan dan makanan untuk suaminya, Gabriel. Ya, sudah hampir sebulan ini mereka pisah ranjang.“Gabe sudah mengirimkan surat perceraian yang harus kau tanda tangani, Ay.”Ucapan Melisa membuat Aylee seketika menjatuhkan alat penyiramnya.Ia tak kuasa menahan tangisnya, beberapa waktu lalu Gabe menemuinya ke rumah. Namun Robin tentu saja menolak ajakan rujuk Gabe. Walau ia datang bersama Natasya, Robin tetap tak menghendaki Gabe kembali pada Aylee, lebih-lebih jika Gabe memiliki dua istri. Maka kesepakatan cerai pun tak terelakkan lagi.“Jangan menangisi dia lagi, air matamu sudah cukup banyak terkuras menangisi pria brengsek itu. Dia tak pantas kau tangisi demikian. Jika ayahmu tahu kau masih seperti ini, dia bisa terpukul, Ay.”Aylee segera menghapus air mat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status