Share

Rencana Ibu (2)

Penulis: Gyuu_Rrn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-24 16:28:46

"Mila, lihat ini!" Ibu menunjukan lokasi di mana mobil yang kendarai Mas Chandra berhenti di sebuah titik. Aku dan ibu saling pandang. Kami tahu betul daerah itu. 

"Bu, ayo susul Mas Chandra ke sana!" saat aku hendak menarik tangan Ibu, tiba-tiba dia langsung menghentikan pergerakanku.

"Tunggu, Mila! Chandra kembali pergi ke tempat lainnya. Seperti ini--"

"Ke mall," potongku cepat.

Segera kuraih tas yang tergelatak di atas sofa. Sebenarnya mesti usia kehamilanku masih kecil, tapi tetap saja ini sedikit menghambat pergerakanku.

Menyedihkan memang, di saat wanita hamil lainnya mendapatkan perhatian lebih dari laki-laki yang dicintainya, aku malah harus mendapatkan kenyataan yang begitu pahit. Di mana suamiku sendiri, ternyata sudah menikah dengan adik sahabatku sendiri.

"Ayo, pergi!" Ibu menuntunku keluar rumah, menunggu taksi pesanan kami yang akan segera tiba. Masalah Faris, dia sudah aman.

"Untung saja berjalan lancar," ucapku sambil mendaratkan bokong di teras.

"Kamu benar. Tidak usah khawatir tentang banyak hal." Ibu yang sedang berdiri langsung menoleh, menatapku sambil menyunggingkan senyuman. "Pikiran saja calon bayimu. Urusan suamimu dan wanita tidak tahu diri itu. Kita hanya tinggal menunggu hasil. Lagipula mereka sudah menjalankan tugasnya dengan baik."

"Ibu, terima kasih. Selalu ada di sampingku." Aku menghampiri ibu yang masih mematung di tempat sambil menenteng tas, memeluk tubuhnya yang sangat kuat.

"Sama-sama, Nak. Lagipula Ibu akan melakukan banyak hal untukmu. Andai saja, ayahmu masih ada. Mungkin dia sudah melakukan hal yang lebih keji dari ini."

***

Dengan tidak sabaran, Ibu terus menyuruh supir taksi untuk mempercepat laju kendaraan dan tentunya masih tetap berhati-hati, menginginkan aku sedang mengandung. 

Mesti aku membenci ayahnya, tapi tidak ada alasan lain bagiku untuk membenci calon anakku. Dia tidak tahu apa-apa, dia hanya korban dari ayahnya yang tidak bisa merasa puas hanya dengan satu wanita.

Beberapa menit kemudian, kami sampai di depan mall, tanpa menunggu waktu lagi, Ibu langsung membawaku menuju sebuah toko. 

Tepat sekali, dari kejauhan kulihat seorang wanita dan pria tengah berdiri. Wajah wanita itu terlihat sumringah, beberapa kali dia menatap deretan perhiasan yang ada di hadapannya dengan mulut yang terbuka lebar. Mungkin, bisa saja air liurnya menetes saat itu juga

Ibu terlihat mengotak-atik gawainya, sebelum akhirnya menempelkan benda tersebut di telinga.

"Pokoknya, katakan pada wanita dan pria yang ada di hadapanmu. Jika, semua perhiasan yang ada di toko itu, tiba-tiba diborong oleh seseorang."

Pelayan wanita yang ada di hadapan Mas Chandra dan Dinda terlihat bingung. Dia sedikit celingak-celinguk ke kanan dan kiri.

"Saya Rina Santoso, kamu tahu saya, 'kan? Jika kamu tidak percaya. Silahkan tanyakan saja pada Angel, pemilik toko tersebut."

Wanita itu seketika langsung terbelalak saat mendengar nama panjang Ibu. Aku tidak tahu apa yang dia katakan, tapi dia terlihat seperti ketakutan.

"Jangan matikan teleponnya! Biarkan saya mendengarkan percakapan mereka."

Wanita itu sepertinya menurut, terbukti dari telepon yang sengaja masih dia pegang. 

"Mbak, pokoknya saya gak mau tahu, ya. Perhiasan itu harus kembali!" Dinda berteriak seperti orang yang sedang kesetanan. Ketika pelayan tersebut mengatakan kalimat yang ibu perintahkan. Padahal hanya perihal perhiasan saja, dia sampai selebay itu. 

"Maaf, Mbak. Tidak bisa."

"Pokoknya, harus ada!" Dinda kemudian beralih menatap Mas Chandra yang wajahnya sedikit memerah. Akibat tingkah gundiknya mungkin. "Mas, gimana dong! Aku malu sama temen-temen aku."

"Ya, mau bagaimana lagi, perhiasannya udah gak ada. Beli yang lain aja, ya, sayang," bujuk Mas Chandra dengan penuh kemesraan. Jika, bukan karena rencana ibu, aku sudah melabraknya saat ini juga.

Dinda terdiam selama beberapa saat, kemudian langsung bergelayut manja di tangan Mas Chandra. "Ya sudah, beliin aku tas aja, ya, Sayang." Dengan centilnya, Dinda menyibak rambut ke belakang. "Aku gak mau, ya, terlihat miskin di depan teman-teman."

Hampir saja aku memuntahkan isi perut ketika mendengar ucapannya. Sedikit kaya hasil jadi pelakor saja bangga. Lihat saja Dinda! Perlahan riwayatmu tamat.

Saat, Mas Chandra dan Dinda berjalan ke arah kami, aku dan Ibu bergegas masuk ke salah satu toko, berpura-pura memilih pakaian.

"Ayo, Nak!" Ibu mengajakku keluar dari persembunyian, menghampiri keduanya yang masih sibuk memilih tas mahal.

Setelah sebelumnya kembali menyusun rencana, Ibu menyuruhku untuk masuk ke toko tersebut, bersikap seolah-olah tidak tahu apa-apa.

"Mas, bungkus tas merah itu satu sama--" potongku dengan nada pelan, lalu di saat yang sama menunjuk tas yang diambil Dinda. "Sama itu, ya, Mas."

"Apaan, si--" ucapan Dinda seperti hilang di telan bumi, saat dia hendak melayangkan protes padaku.

"Mas, kamu ngapain di sini?" Aku berpura-pura memicingkan mata. "Dinda, kamu juga lagi apa? Ke mana suamimu? Katanya sudah menikah."

"A-aku ...."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
buat kejet jantung
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pernikahan Kedua Suamiku   Aku Menerimamu

    Tidak di rasa, percakapanku dengan kedua orang tua Rama berlanjut dengan sedikit intens, tidak ayal bahkan Om Seto menceritakan bagaimana awal mula dia mengenal Ayahku.Sejujurnya, aku bahkan tidak bisa menahan tangis, ketika Om Seto bercerita tentang kebaikan Ayahku, rasanya aku begitu bangga, meskipun Ayah sudah tiada, tetapi jasa dan perbuatan baiknya masih di ingat oleh orang-orang yang dulu mengenalnya."Semenjak Om dan Tante sibuk bekerja, kadang sampai pergi ke luar negeri selama beberapa tahun, kami sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dan sekarang Om tidak menyangka, akan bertemu dengan putri dari teman baik, Om, dulu.""Saya juga tidak menyangka, akan bertemu dengan teman baik, Ayah."Om Seto tersenyum lebar, dia menyandarkan punggungnya pad kursi."Pertemuan ini benar-benar mengejutkan, seketika saja Om kembali teringat dengan janji semasa kuliah dulu."

  • Pernikahan Kedua Suamiku   Sikap Baik Orangtua Rama

    Sebenarnya aku tidak mengerti dengan apa yang Ibu rencanakan, masalahnya aku dan Mas Chandra belum resmi bercerai, jadi aku sedikit malu jika harus bertemu dengan keluarga Rama.Takutnya mereka berpikir, jika aku sengaja mendekati anaknya yang masih melajang, karena sebentar lagi statusku berubah."Mil, kenapa wajahnya di tekuk seperti itu. Ada masalah?"Kebetulan karena malam ini hujan, jadinya aku terlalu sibuk mendengarkan suara rintikannya."Tidak ada, aku baik-baik saja."Sengaja aku tidak berkata yang sebenarnya pada Rama, karena memang tidak mungkin aku jujur padanya, jika aku sedikit tidak enak jika bertemu kedua orangtuanya.Tidak terasa, mobil yang di kendarai Rama mulai memasuki pekarangan rumah yang cukup luas. Aku tidak tahu, jika Rama memiliki rumah semewah ini.Perlahan aku keluar dari mobil, mematung di s

  • Pernikahan Kedua Suamiku   Rencana Makan Malam

    "Mau apa kalian ke sini?"Aku yang sedang asyik memainkan ponsel, lantas menoleh. Hari ini di rumah, hanya ada aku dan Ibu, sementara Faris pergi menginap dari kemarin dan sampai hari ini belum ada tanda-tanda dia akan segera pulang."Pergi! Untuk apa kalian menginjakkan kaki di sini."Mendengar Ibu yang terus berteriak, aku langsung menyimpan ponsel di atas meja dan segera bergegas keluar rumah.Kondisi Ibu memang belum sepenuhnya pulih. Lusa, Rama datang ke sini dan memeriksa kesehatan Ibu. Katanya Ibu hanya banyak pikiran dan kecapean saja, jadinya penyakit darah tingginya ikut kumat.Seketika aku langsung merasa bersalah pada Ibu, karena gara-gara aku, kondisinya jadi memburuk seperti itu."Bu, ada apa?" tanyaku dari ambang pintu, saat melihat Ibu sedang berdiri di depan pagar.Aku sedikit menyipit, ketika meli

  • Pernikahan Kedua Suamiku   Maafkan, Ibu, Nak

    "Mil, barusan siapa? Kayaknya itu bukan mobil Rama." Ibu yang baru saja pulang dari supermarket lantas langsung bertanya."Bram."Seketika Ibu langsung terbelalak saat mendengar ucapanku. "Apa! Untuk apa dia datang kemari? Mila, kamu tidak apa-apa, 'kan. Maksud ibu, dia tidak melakukan tindak kejahatan seperti waktu itu.""Tidak, Bu. Bram datang untuk meminta maaf."Ibu yang sedang berdiri, segera menghempaskan tubuh ke atas sopa. Hembusan napas berat terdengar, dia beberapa melirikku yang masih mematung."Rasanya Ibu tidak ingin percaya padamu. Tapi ... ah, yasudahlah syukur jika dia tidak melakukan kejahatan padamu."Seketika aku langsung menyunggingkan senyuman sambil menghampiri Ibu yang wajahnya nampak masam.Tanpa basa-basi, aku langsung memeluk tubuh wanita yang sudah melahirkanku sampai bertaruh nyawa. Wanita paruh baya yang

  • Pernikahan Kedua Suamiku   Obrolan Panjang

    "Bram! Apa yang membawamu datang kemari?" tanyaku pada sosok pria berkemeja biru dongker yang di padukan langsung dengan celana jeans hitam. "Tidak ada. Aku ... hanya ingin berkunjung saja." Aku mengangguk pelan, lalu segera mempersilahkan Bram masuk. Sebenarnya, aku sedikit takut dengannya, takut dia merencanakan hal buruk seperti beberapa saat yang lalu. Seperti menyadari ketakutanku, Bram langsung berkata, "Tidak usah takut atau canggung denganku. Aku kemari untuk meminta maaf padamu soal kejadian yang telah menimpamu." Aku sempat terdiam selama beberapa saat, sebenarnya aku masih marah dan kesal dengannya. Bagaimana bisa, Bram bertindak gila seperti itu, ditambah lagi posisiku saat itu sedang mengandung. Jika di pikirkan kembali, ingin sekali rasanya aku mencabik wajah dan mulutnya yang seenak jidatnya meminta maaf, padahal tindakannya sudah hampir mengancam n

  • Pernikahan Kedua Suamiku   Rama

    "Rama, kapan kamu datang?" tanyaku pada sosok dokter muda yang tengah mengobrol dengan Ibu di ruang tengah. Penampilannya memang tidak jauh berbeda dari biasanya, tetap sama.Tampan dan menawan."Mungkin setengah jam yang lalu," jawab Rama sambil menoleh ke arahku, tidak lupa kedua sudut bibirnya ikut tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman.Aku menghampiri keduanya, lalu duduk tepat di hadapan Rama. "Ah, begitu. Maaf, aku baru sempat menemuimu sekarang. Tadi, aku harus mengurus Faris terlebih dahulu.""Tidak apa-apa, Mila. Aku paham keadaanmu. Tapi, Faris di mana? Kenapa dia tidak kelihatan." Rama nampak celingak-celinguk, memperhatikan seisi ruangan."Faris sedang bermain sepeda-sepedaan di taman belakang. Kamu mau menemuinya?""Tentu saja." Entah hanya penglihatanku saja atau bukan, tapi Rama nampak begitu berbinar. "Tan, saya permisi dulu, ya!"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status