Share

Rencana Ibu

"Mila. Mau ke mana?" Mas Chandra yang masih berkutat di depan laptop, langsung menghentikan aktivitasnya ketika melihatku berdiri tepat di depannya.

"Bosen di rumah terus. Jalan-jalan, yuk, Mas!"

"Jalan-jalan ke mana, Sayang?" Mas Chandra membenarkan sedikit posisi kacamatanya. "Mas, sedang kerja, sayangnya."

"Tapi, Mas." Aku bergelayutan manja di tangannya, sedikit menariknya untuk bangkit dari kursi. "Mas, sudah sering ke luar kota, masa aku minta jalan sekali aja gak mau. Gak kasian apa sama dedek bayinya." Sengaja aku mengelus perutku yang memang sudah sedikit buncit. Mengingat kehamilanku sudah masuk empat bulan.

Mas Chandra terpejam sambil mengangguk pelan. Dia langsung menarik badanku ke dalam dekapannya. Kecupan hingga kecupan, dia daratkan di keningku. 

Seketika aku langsung menjauh badan, kala mengingat foto pernikahan antara Mas Chandra dan Dinda. Tentu saja, hal itu kembali menggoreskan luka yang cukup menyakitkan di ulu hatiku.

"Sayang, kenapa?" Mas Chandra sepertinya heran, melihatku tidak seperti biasanya.

"Tidak, Mas. Sudah sana siap-siap. Aku tunggu di bawah, ya! Jangan lama-lama." Sebelum berbalik, aku sempat mengedipkan mata padanya, berusaha menggoda laki-laki tidak tahu malu tersebut.

Seperti dugaanku, Mas Chandra langsung memeluk badanku dari belakang, dia sengaja menyimpan dagunya di bahuku. 

"Sayang, kenapa melakukan itu?"

"Memangnya kenapa, Mas?" 

Telapak tangan Mas Chandra berada tepat di perutku, mengelusnya secara perlahan.

Mas, andai calon anakmu tahu atas perbuatannya keji ayahnya. Mungkin, dia akan sangat kecewa padamu, Mas. Termasuk Faris, tidak bisa aku bayangkan, bagaimana terlukanya dia. Ketika tahu, sosok yang amat dia sayangi, tega menghancurkan keluarganya sendiri demi orang ketiga.

"Tidak, Sayang. Mas, siap-siap dulu, ya!" Mas Chandra melepaskan tangannya yang melingkar di tubuhku. Sementara itu, aku segera bergegas menemui Ibu dan Faris yang ada di lantai bawah.

***

"Bagaimana, berhasil?" Ibu segera menghampiriku, ketika aku baru saja turun dari anak tangga. 

Aku langsung mengacungkan jempol dan berkata, "Beres! Ibu atur semuanya, ya."

Setelah aku menemukan foto pernikahan Mas Chandra pada malam itu. Keesokan harinya, aku langsung memberi tahu ibu. Tentu saja, beliau sangat murka, bahkan memintaku untuk menceraikan Mas Chandra detik itu juga.

Namun, setelah Ibu cukup tenang, dia langsung menahanku untuk melakukan hal itu dan sejak saat itu juga, ibu kembali menghubungi orang-orang yang sempat menjadi kepercayaannya.

"Oke! Tenang saja. Ibu tidak akan terima, jika anak dan cucuku dikhianati oleh laki-laki seperti dia." Ibu menyilangkan tangan di dada, tatapannya begitu sinis. "Ambil dulu semua hakmu dan hempasan orang itu. Biarkan saja, dia menderita bersama gundiknya. Ibu tidak peduli yang penting, anak dan cucu Ibu tidak menderita."

Aku langsung memeluk ibu erat, berusaha menenangkan hati dan pikiran. Walaupun aku berusaha untuk tetap biasa saja, tapi tetap saja hatiku sakit kala mengingat semuanya.

"Jangan khawatirkan hal itu, Nak." Ibu mengelus punggungnya lembut. Aku beruntung, masih punya ibu di saat-saat seperti ini. "Dia tidak tahu, sedang bermain-main dengan siapa. Walaupun sudah tidak muda lagi, tapi Ibu masih tetap sama seperti dulu."

"Bu, aku pergi dulu, ya! Tolong jaga Faris baik-baik." Aku langsung melangkah ke arah pintu utama, sengaja menunggu Mas Chandra di teras rumah.

Tring ....

Baru saja, aku hendak mendaratkan bokong di kursi kursi kayu yang ada di teras samping rumah. Tiba-tiba suara dering ponsel mengangetkaku. 

Dengan gerakan cepat, segera kurogoh ponsel dari dalam tas. Mataku sedikit menyipit saat melihat pemberitahuan di layar ponsel.

Tanpa basa-basi, segera kuklik pemberitahuan itu, setelah sebelumnya membuka kunci ponsel terlebih dahulu. 

[Sayang, aku merindukanmu. Cepatlah pulang dan nikmati waktu bersama]

Begitulah caption yang tertulis di unggahan akun media sosial milik Dinda. Di mana dia mengirimkan sebuah foto tengah berjalan di pasir pantai sambil tersenyum.lebar.

Seketika, keningku langsung mengkerut saat menyadari tempat itu tidaklah asing bagiku.

"Ini--"

"Sayang, ayo berangkat!" Sontak, aku langsung mematikan ponsel, memasukannya ke dalam tas.

"Ayo, Mas! Aku sudah lama menunggu," ucapku berusaha menetralkan detak jantung yang masih bergemuruh, saking kagetnya. "Mas," cegahku saat Mas Chandra hendak menyalakan mobil mobilnya.

Mas Chandra menoleh, satu alisnya terangkat, sementara tangannya masih berada di pintu mobil. "Kenapa, Sayang?"

Aku mendekati Mas Chandra, memeluk lengannya dengan mesra. "Aku gak mau naik mobil kamu. Tapi, mau pake mobil ibu aja, Mas."

"Lah, memangnya kenapa, Sayang?"

"Gak mau aja! Ini bawaan bayi keknya, Mas." Aku sedikit memajukan bibir ketika menatap Mas Chandra. 

"Ah, yaudah. Kita pake mobil ibu saja, ya! Kebetulan kuncinya ada di dalam. Mungkin, ibu lupa ambil." 

"Iya, Mas, terima kasih, ya!" Kulepaskan tangan Mas Chandra dari pelukanku, membiarkannya untuk mengambil mobil ibu yang ada paling pojok.

Sejauh ini, rencanaku dan ibu berjalan lancar. Semoga saja, bisa berjalan sampai akhir dan keduanya benar-benar bisa merasakan balasan yang tidak bisa mereka lupakan sampai akhir.

Benar kata Ibu, jangan pernah bermain-main dengan keluargaku! Jika tidak ingin berakhir secara tragis.

Lagipula, rasa cintaku pada Mas Chandra sudah lenyap, tergantikan oleh rasa sakit dan benci.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
Hem mau di apakan tuh mobil chandra
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status