Home / Rumah Tangga / Pernikahan Kilat Dosen Killer / Bab 75. Di Bawah Gelombang

Share

Bab 75. Di Bawah Gelombang

Author: Cahaya Asa
last update Last Updated: 2025-08-11 09:31:16

Pagi itu, kabut laut menggantung rendah, membuat horizon menghilang. Suara mesin diesel tua memecah kesunyian saat perahu kayu berwarna biru meninggalkan dermaga pelabuhan utara. Di haluan, Fadil berdiri dengan ransel hitam yang tak pernah ia lepaskan, matanya menatap koordinat di peta lusuh yang ia dapatkan dari data arus laut.

Kapten perahu, lelaki tua dengan kulit legam terbakar matahari, menyalakan sebatang rokok. “Titik yang kau mau tuju itu jauh, Nak. Dan tidak ada yang lewat sana kalau bukan nelayan nekat atau kapal riset.” Lelaki itu mencoba untuk memperingatkan. Faktanya dia sendiri sebenarnya enggan menuju ke sana.

“Saya cuma butuh beberapa jam di sana. Cukup untuk ambil data,” jawab Fadil tanpa menoleh.

Lelaki tua itu terkekeh pendek. “Kalau kau hilang di sana, data tidak akan menyelamatkanmu.”

---

Di desa Tanjung Luhur, Arga mengajar anak-anak menggambar peta dengan arang di pasir. Tapi pikirannya bukan di kelas itu. Peta laut di amplop dari Fadil masih tersimpan di laci
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pernikahan Kilat Dosen Killer   Bab 75. Di Bawah Gelombang

    Pagi itu, kabut laut menggantung rendah, membuat horizon menghilang. Suara mesin diesel tua memecah kesunyian saat perahu kayu berwarna biru meninggalkan dermaga pelabuhan utara. Di haluan, Fadil berdiri dengan ransel hitam yang tak pernah ia lepaskan, matanya menatap koordinat di peta lusuh yang ia dapatkan dari data arus laut.Kapten perahu, lelaki tua dengan kulit legam terbakar matahari, menyalakan sebatang rokok. “Titik yang kau mau tuju itu jauh, Nak. Dan tidak ada yang lewat sana kalau bukan nelayan nekat atau kapal riset.” Lelaki itu mencoba untuk memperingatkan. Faktanya dia sendiri sebenarnya enggan menuju ke sana. “Saya cuma butuh beberapa jam di sana. Cukup untuk ambil data,” jawab Fadil tanpa menoleh.Lelaki tua itu terkekeh pendek. “Kalau kau hilang di sana, data tidak akan menyelamatkanmu.”---Di desa Tanjung Luhur, Arga mengajar anak-anak menggambar peta dengan arang di pasir. Tapi pikirannya bukan di kelas itu. Peta laut di amplop dari Fadil masih tersimpan di laci

  • Pernikahan Kilat Dosen Killer   Bab 74. Pria dari Kota

    Fajar menyapu garis pantai dengan cahaya pucat. Embun masih melekat di rumput liar ketika Arga berjalan menuju sekolah kayu di tepi laut. Langkahnya terhenti sejenak. Di depan pintu sekolah, ada seseorang duduk bersandar pada tiang, kepala tertunduk, ransel hitam di sisi kaki.Arga belum bisa menebak siapa pria itu dan kenapa bisa ada di sana. Lalu ingatannya tertarik pada malam tadi saat ia melihat ada sosok pria misterius berdiri di luar pagar. Sama. Lelaki itu, kini ada di hadapannya.Arga melanjutkan langkahnya. Berdehem sekali hingga menarik perhatian pria tersebut.Pria itu mengangkat wajah ketika mendengar langkah Arga. Topi lusuhnya sudah ia lepas, memperlihatkan rambut hitam yang sedikit berantakan dan mata yang menyimpan gelisah. Sepatu putihnya sudah berubah warna karena tersapu pasir. “Pak Arga…” suaranya ragu, seperti ingin memastikan bahwa orang di depannya benar-benar yang ia cari. Penampilan Arga kini berubah total. Wajah dingin dan garang yang membuatnya dijuluki seb

  • Pernikahan Kilat Dosen Killer   Bab 73. Jejak di Pasir

    Udara asin bercampur aroma tanah basah menyambut pagi di Desa Tanjung Luhur. Ombak memukul batu karang dengan ritme tetap, seolah mengingatkan bahwa waktu di tempat ini berjalan lambat. Burung-burung camar berputar di udara, sementara para nelayan bersiap menurunkan perahu.Arga menenteng papan tulis kecil melewati jalan setapak berbatu menuju bangunan kayu sederhana di tepi pantai. Dindingnya terbuat dari papan pinus, atapnya dari seng yang sudah mulai berkarat di beberapa sudut. Di depan pintu, anak-anak berlarian tanpa alas kaki, tertawa lepas.“Pak Arga! Hari ini belajar menggambar peta laut, kan?” teriak salah satu bocah, Matra, matanya berbinar.Arga tersenyum. “Betul. Tapi kalau kalian datangnya telat, kita gambar petanya cuma setengah.”Suara tawa meledak di antara mereka. Di dalam, meja-meja kecil tersusun seadanya. Kapur tulis terselip di kaleng bekas biskuit. Di papan, masih tersisa coretan pelajaran kemarin: angin darat, angin laut.Sekolah itu baru berdiri tiga bulan, tap

  • Pernikahan Kilat Dosen Killer   Bab 72. Kisah yang Usai

    Hujan awal musim mengguyur kota. Air mengalir di atap seng warung kopi pinggir jalan, menciptakan irama pelan yang menenangkan. Naya duduk di kursi kayu dekat jendela, menatap jalan basah yang lengang. Di tangannya, secangkir kopi hitam mengepulkan uap.Sudah hampir setahun sejak peristiwa di atap Gedung Bioteknologi. Sejak Aurelia memutus sinkronisasi, sejak ORION padam, sejak jaringan terakhir AURORA lenyap tanpa jejak, hidup berangsur berubah. Bukan dengan ledakan, tapi dengan keheningan yang nyaris asing.Arga masuk dari pintu, mantel hujan basah menetes di lantai. Dia membawa kantong berisi sayuran segar. “Pasar sepi, hujan bikin orang malas keluar,” katanya sambil menaruh kantong itu di meja.Naya tersenyum tipis. “Bagus. Berarti kita dapat sayur terbaik tanpa rebutan.”Tak ada lagi layar-layar hologram melayang di ruang tamu mereka, tak ada lagi notifikasi yang memburu pikiran. Rumah itu sederhana: dua kamar, rak buku bekas, radio tua yang sesekali berderak mencari frekuensi. M

  • Pernikahan Kilat Dosen Killer   Bab 71. Jantung Ketiga

    Hujan turun tipis di atas kampus Universitas Cendekia Raya. Lampu-lampu jalan memantul di permukaan basah, membentuk kilau aneh yang seakan bergeser setiap kali Naya memejamkan mata. Mobil mereka berhenti di gerbang belakang—akses yang jarang dipakai mahasiswa.“Berapa jarak dari sini ke gedung Bioteknologi?” tanya Raka sambil memeriksa drone mini di pangkuannya.“Lima menit kalau jalan kaki, tiga kalau kita lewat atap,” jawab Karina sambil menarik jaket hujan.Naya tidak menjawab. Matanya tertuju pada layar tablet yang masih menampilkan data biometrik Aurelia. Sinkronisasi 63%. Terlalu cepat. Terlalu berbahaya.Ia tahu, begitu angka itu melewati 70%, Aurelia bukan lagi sekadar “manusia dengan tambahan sistem ORION”. Ia akan menjadi sistem itu sendiri—jaringan berpikir yang bisa memanfaatkan seluruh perangkat, manusia, dan bahkan memori kolektif sebagai simpul kendali.Dan Naya hanya punya satu kesempatan.Gedung Bioteknologi, Lantai Bawah Tanah tampak bercahaya. Aurelia duduk di teng

  • Pernikahan Kilat Dosen Killer   Bab 70. Residu Maheswari

    Kabut belum benar-benar hilang saat matahari menyelinap pelan di balik gunung. Di atas tebing belakang stasiun riset, angin pagi mengacak-acak rambut Naya. Debu reruntuhan menempel di wajah dan bajunya. Tapi bukan itu yang membuat tubuhnya menggigil.Melainkan... suara yang masih bergaung dalam pikirannya.> “Naya... terima kasih...”Keisha.Mereka memang berhasil memutus sinkronisasi, menyisipkan fragmen memori yang membuka retakan di ORION, bahkan membuat Keisha—mesin tanpa rasa—bergetar oleh ingatan masa lalu.Tapi Naya tahu itu belum cukup.Sistem sebesar itu tidak akan hilang hanya karena satu keretakan. Dan seperti mimpi buruk yang enggan lenyap, ia merasakan... ada yang mengawasi.“Liontinnya,” ujar Raka tiba-tiba. “Masih aktif?”Naya menggenggam liontin kecil berbentuk bulat yang menggantung di lehernya. Cahaya biru samar masih berdenyut, tapi kali ini ada getaran baru. Irama halus, nyaris seperti... detak jantung.“Ini bukan milik Keisha lagi,” bisiknya.Karina berdiri, masih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status