Ciee, ada yang berbunga-bunga ini ceritanya, wkwkwkw ngaku yang ikutan senyum.
Ayudhia segera mengganti pakaiannya begitu mereka tiba di rumah. Saat dia keluar dari kamar mandi, Ayudhia berhenti di depan pintu dengan tatapan tertuju pada Arlo yang hanya duduk diam di atas ranjang.Setelah tadi hampir kecelakaan, Arlo memang tak lagi bicara sampai mereka tiba di rumah.Ayudhia kembali mengayunkan langkah. Dia segera naik ke ranjang dan duduk di samping Arlo.Tak ada pembahasan dengan suasana yang mendadak canggung, Ayudhia menoleh pada Arlo lalu mencoba mencairkan suasana dengan bertanya, “Apa beneran kamu bisa mencarikan informasi soal panti asuhan tempat aku diambil?”Melihat Arlo menoleh padanya, Ayudhia kembali bicara. “Apa aku tanya langsung saja ke Mama atau Papa?”“Tidak perlu,” cegah Arlo dengan cepat, “lagi pula, mana mungkin mereka mau cerita.”Ayudhia diam sejenak, lalu membalas, “Iya juga.”“Tapi, bagaimanapun mereka juga pasti tahu dan mungkin itu cara termudah,” imbuh Ayudhia.“Lalu apa gunanya kamu meminta bantuanku kalau kamu lebih percaya orang t
Setelah makan bersama.Semua orang kini berkumpul di ruang keluarga. Ayudhia duduk di samping Arlo tetapi tatapannya tertuju ke beberapa bingkai foto yang ada di ruangan itu.Hingga tatapan Ayudhia tertuju ke salah satu bingkai foto yang ada di meja di dekatnya. Satu anak perempuan dan dua anak laki-laki saling merangkul dengan senyum begitu bahagia.Ayudhia mengerutkan kening menatap salah satu anak kecil itu. Dia seperti pernah melihatnya, tetapi lupa di mana dan kapan melihatnya.Ayudhia tak terlalu memikirkan, dia menebak anak laki-laki itu Arlo dan sudah jelas wajahnya tidak jauh berbeda dengan wajah Arlo sekarang, jadi wajar kalau Ayudhia seperti pernah melihatnya, karena itu suaminya saat kecil.Arlo kecil, Elvano, dan Anya berfoto dengan wajah bahagia, tidak heran Anya berkata kalau mereka tumbuh bersama karena mereka satu keluarga.Masih larut dalam lamunannya, Ayudhia sampai tidak mendengar saat Daniel bertanya, “Jadi, Ayudhia. Kamu adalah desainer?”Tatapan semua orang tert
Di dalam kamar.Anya dan Anyelir masih duduk di atas ranjang membahas soal pernikahan Arlo.“Aku hanya benar-benar tak menyangka kalau Arlo sudah menikah, secepat ini. Padahal semua tahu kalau Arlo tidak pernah dekat dengan wanita mana pun.”“Ya, mungkin karena jodoh. Bisa saja ‘kan, baru kenal sudah cocok terus langsung nikah,” balas Anyelier dengan polosnya. Anyelir menatap sang kakak, melihat ekspresi kecewa di raut wajah kakaknya, Anyelir bertanya, “Kenapa Kakak sedih? Bukankah seharusnya kita ikut bahagia karena saudara kita bahagia?”Anyelir masih memperhatikan Anya yang hanya diam. Dia mencoba membaca apa maksud ekspresi wajah kakaknya, lalu bertanya lagi, “Apa Kakak sedih karena tersingkir sebab Arlo sudah punya istri?”Semua orang tahu bagaimana hubungan Arlo dan Anya, sangat dekat bahkan sampai beberapa yang tak mengenal keduanya, mengira jika mereka adalah pasangan.Anya menoleh cepat pada Anyelir dengan mata membola sempurna. “Bukan seperti itu,” elaknya.“Aku hanya meras
Satu tangan Arlo beralih dari pinggang ke tengkuk leher Ayudhia, menekan bagian belakang kepala Ayudhia untuk mempertahankan tautan bibir mereka.Semakin dalam ciuman keduanya, kaki Ayudhia melangkah mundur hingga pinggangnya menabrak tepian meja dengan bibir yang masih saling memagut.Merasakan jantung yang berdegup sangat cepat, serta stok udara yang menipis di paru-paru, Ayudhia melepas pagutan bibir dengan sedikit mendorong dada Arlo agar memberi jarak di antara keduanya.Tangan Arlo melepas belakang kepala Ayudhia saat bibir mereka tak lagi bersentuhan. Membuka matanya perlahan, dia menatap wajah Ayudhia yang memerah.Ayudhia menundukkan kepala untuk menghindari tatapan Arlo dan bibirnya terlipat begitu dalamKeduanya sama-sama diam, masih berdiri saling berhadapan satu sama lain, dengan detak jantung yang ditabuh bersahutan tak terkendali.Setelah cukup lama diam dengan kecanggungan yang begitu kentara di wajah, Arlo akhirnya membuka suara. “Lebih baik kamu segera mandi, kita ha
Mobil yang Arlo dan Ayudhia tumpangi sudah sampai di depan garasi rumah.Sepanjang perjalanan dari tempat kontes hingga tiba di rumah, Ayudhia tak menghilangkan senyum di wajahnya.Dia sangat bangga pada dirinya sendiri karena menepati janji pada Arlo untuk membuat Atelier menang dalam kontes tahunan.Ayudhia dan Arlo langsung pergi ke kamar untuk bersiap-siap karena setelah ini mereka harus pergi ke rumah paman Arlo.Saat Ayudhia melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, tatapan Ayudhia langsung tertuju pada buket bunga mawar besar yang ada di atas meja dekat ranjang.Dengan tatapan terkejut dan ekspresi tak percaya, ayudhia menoleh pada Arlo yang ada di belakangnya. “Tunggu, kamu yang membelinya? Untukku?” Bukannya menjawab, Arlo hanya mengedikkan bahu sambil menahan senyum melihat ekspresi terkejut dan senang yang bercampur menjadi satu di wajah Ayudhia.Ayudhia menutup bibirnya dengan kedua telapak tangan sebelum dia melangkah cepat ke buket di meja.Berdiri tepat di depan buket, A
Di sisi tempat konferensi.Anya berdiri dengan tatapan tertuju pada Arlo yang duduk di samping Ayudhia.Anya hanya diam, kedua tangannya terlipat di depan dada dan ekspresi wajahnya begitu datar.Anya mendengarkan suara Arlo yang menyelip di telinganya, hingga dia mendengar suara lain memanggilnya yang membuatnya menoleh.“Tidak kusangka bertemu lagi denganmu di sini.”Kening Anya berkerut samar mendengar apa yang Theo katakan.Jelas Anya tahu siapa Theo dan kenapa sekarang pria ini tersenyum aneh padanya. Anya memutar bola mata malas, tanpa membalas sapaan Theo, Anya menggeser posisi berdirinya agak menjauh dari Theo.Namun, bukannya merasa kalau Anya menghindarinya, Theo malah mengikuti langkah Anya dan kembali berdiri di dekat wanita itu.Dengan tatapan penuh percaya diri, Theo bicara walau anya tak memperhatikannya. “Anya, apa kamu sudah memikirkan tawaranku sebelumnya?”“Tidak tertarik.”Jawaban singkat dari Anya tak membuat Theo patah semangat. Dia hanya mendesis pelan, sikap ta