Di Atelier.Ayudhia duduk di belakang meja kerjanya dengan laptop yang terbuka. Namun, tidak ada yang bisa dikerjakannya karena tugasnya merancang gaun tertunda akibat masalah yang terjadi.Saat Ayudhia sedang mengecek sketsa desainnya, sebuah bayangan menghalau cahaya ke arah sketsanya. Ayudhia mengangkat pandangannya, dia menatap pada Disya yang berdiri di meja kerjanya dengan senyum sinis di wajah.Ayudhia menatap datar. Disya pasti mau membuat masalah lagi dengannya.“Apa kamu sadar kalau sudah membuat masalah besar untuk Atelier?” Disya bicara dengan tatapan tajam pada Ayudhia.Ayudhia diam dengan menatap datar pada Disya.“Sejak awal, aku sudah memperingatkan agar kamu mundur, tapi kamu bersikeras ingin berada di posisi sekarang. Dan lihat hasilnya, Atelier terancam gagal ikut kontes, atau memang sudah gagal?” Satu sudut bibir Disya tertarik kecil setelah selesai bicara.Mendengar sindiran Disya, Ayudhia bangkir dari duduknya sambil sedikit mendorong ke belakang kursinya menggun
Theo keluar dari lift yang baru saja terbuka di basement membawa helm fullface milik Arlo. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh basement sampai mendapati motor sport milik Arlo yang membuat senyumnya langsung melebar.“Bagus,” gumamnya dengan penuh semangat.Theo melangkah ke arah motor berwarna hitam itu. Dia segera memakai helm lalu mendudukkan tubuhnya di atas motor besar itu. Berada di dalam posisi siap memacu motor, Theo bergumam, “Maaf ya, motor ini mungkin akan sedikit lecet.”Sebelum melajukan motor, Theo lebih dulu menghubungi Arlo. Earphone di telinganya terhubung dengan panggilan itu.“Aku siap beraksi, setelah aku berhasil mengalihkan perhatian mereka. Kalian segeralah pergi.”Setelahnya tanpa mengakhiri panggilan itu, Theo menarik tuas gas beberapa kali, menciptakan suara nyaring dari knalpot motor yang menggema di basement itu.Theo mulai memacu motor meninggalkan basement. Saat baru saja keluar dari basement, Theo menghentikan motor lagi, lalu memandang ke arah jalanan.
Setelah sarapan selesai.Ayudhia masuk ke kamar untuk bersiap-siap ke kantor, sedangkan Arlo berada di ruang tengah bersama Theo.Theo duduk sambil menyilangkan satu kaki, sedangkan satu tangannya terlipat di atas pegangan sofa dengan tatapan tertuju pada Arlo yang duduk di hadapannya dengan tenang.“Kenapa kamu menyuruhku datang? Apa kamu hanya mau pamer kalau sudah punya istri?” tanyanya dengan nada mencibir, “dan juga kenapa, tiba-tiba kamu menikah tanpa memberitahuku padahal aku ini teman dan orang yang kamu percaya?” Theo menatap kesal lagi karena tak dianggap sampai tidak tahu kalau sahabatnya menikah.Tatapan Arlo tertuju pada Theo yang memasang wajah masam. Dia menghela napas kasar lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa.“Akan kujelaskan nanti,” balas Arlo, “tapi yang jelas sekarang ada masalah penting yang harus kamu atasi untukku,” ucapnya dengan nada suara dalam dan tak terbantahkan.Theo mengerutkan kening. Kakinya yang menyilang dia turunkan ke lantai, lalu tubuhn
“Wah, Arlo sekarang luar biasa mau main wanita, padahal baru kutinggal sebulan.”“Maaf?”Senyum Theo semakin lebar. Dia memperhatikan penampilan Ayudhia dari ujung kaki hingga kepala, lalu kembali tersenyum penuh arti.“Tidak kusangka, pilihannya juga tidak sembarangan. Bagus, bagus.”“Tunggu, apa maksudmu?” Ayudhia mencoba mencerna apa yang terjadi, perkataan Theo membuatnya sangat tidak nyaman.Bukan menjawab pertanyaan Ayudhia, Theo malah tertawa dengan nada begitu bangga. “Mana dia, aku mau kasih apresiasi.”Di kamar. Arlo baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil saat dia mendengar suara tawa yang sangat dikenalnya. Arlo bergegas melangkah keluar dari kamar saat mengingat bagaimana kelakuan Theo. Begitu pandangannya tertuju pada Ayudhia yang sedang saling berhadapan dengan Theo, Arlo memperlebar langkah dan langsung menarik tangan Ayudhia begitu sampai di pintu.Ayudhia tersentak karena tangannya ditarik begitu saja, tatapannya tertuju
Arlo berbaring di samping Ayudhia yang sudah kembali tertidur pulas dengan masih menggenggam tangan Ayudhia yang sudah tak mencengkram.Tubuhnya miring menghadap Ayudhia, menatap wajah Ayudhia yang sudah tak dipenuhi guratan kecemasan lagi.Arlo tak mengalihkan pandangan sedikit pun dari wajah Ayudhia. Masih dengan posisinya sekarang, dalam hatinya berkata, ‘Kamu lupa, kenapa kamu suka menggenggam tanganku, tapi aku tidak akan pernah lupa, kenapa aku membiarkanmu menggenggam tanganku.’Keesokan harinya.Ayudhia perlahan membuka kelopak matanya dan pemandangan pertama yang dilihatnya saat terbangun adalah wajah tampan Arlo yang begitu damai dalam lelap. Dia melirik ke tangan kanannya yang masih digenggam Arlo walau tak terlalu erat.Kedua sudut bibir Ayudhia tertarik ke atas, tatapannya tak teralihkan sama sekali dari wajah Arlo. Tiba-tiba kedua pipinya memanas, bahkan suara detak jantung Ayudhia tiba-tiba menembus rongga dada.Ayudhia tak langsung bangun dari ranjang. Dia malah membetu
Mendengar pertanyaan Ayudhia. Arlo diam sejenak menelisik ke dalam sorot mata Ayudhia dan menangkap ketakutan dari mata sang istri.“Aku akan tinggal di sini malam ini,” katanya kemudian.Ayudhia melebarkan senyum saat menganggukkan kepala, lalu dia segera berjalan menuju kamar untuk mengganti pakaiannya.Tatapan Arlo masih mengikuti langkah Ayudhia yang semakin menjauh hingga menghilang dari pandangannya, tersirat sesuatu begitu dalam dari sorot matanya yang tak bisa dideskripsikan.Arlo berada di ruang tamu hingga larut malam. Tiba-tiba saja ada kecanggungan yang merayap di dadanya. Dia sudah sekamar, dalam satu ranjang dengan Ayudhia, bahkan pernah bersentuhan meski secara tidak langsung, tetapi kejadian tadi, apa yang dilihatnya tadi, membuat perasaannya aneh, itu sangat mengganggu pikirannya.Arlo mendengkus kasar setelah menggeleng pelan untuk mengusir semua yang memenuhi pikirannya. Dia menoleh ke pintu kamar. Arlo diam sejenak, sejak pergi untuk mengganti pakaian, Ayudhia tida