Pancing saja, Ay. Pancing terus di kulkas biar mau ngaku, wkwkwkwkwkw setuju ga ini para hadirin? wkwkwkw
Tatapan keraguan itu memudar dari sorot mata Ayudhia. Melihat keseriusan di dalam mata Arlo, Ayudhia mengangguk kecil.Senyum Arlo menggembang sempurna mendapat kepastian dari Ayudhia. Menyapukan permukaan jempol di bibir Ayudhia, Arlo lantas bertanya, “Jadi, apa aku boleh memilikimu?”Melipat bibirnya, Ayudhia mengangguk pasrah.Arlo mendekatkan bibir mereka hingga saling bersentuhan. Dia memagut bibir Ayudhia dalam-dalam, sesekali melumatnya dengan lembut merasakan bibir manis istrinya itu.Ayudhia memejamkan mata saat Arlo terus menyesap bibirnya, kedua tangannya perlahan merayap ke dada Arlo lalu melingkar di leher suaminya dan sesekali dia meremat rambut hitam Arlo saat lumatan bibir sang suami semakin liar.Saling membalas lumatan satu sama lain, keduanya lalu melepas untuk menjeda dan mengisi kembali oksigen di paru-paru yang terkuras habis.Ayudhia menatap wajah Arlo dengan wajah bersemu merah, jantungnya berdegup tak terkendali dan desiran aneh kini semakin merayap di tubuhny
Ayudhia meringis sampai kelopak matanya sedikit tertutup saat melihat lingerie warna merah menyala yang ada di dalam kotak kini tergeletak di atas ranjang. Apalagi tangannya tidak bisa menggapai lingerie itu untuk menyembunyikannya karena saat ini, Arlo ada di atas tubuhnya, mengurung sampai membuat Ayudhia tak berkutik sama sekali.Setelah melihat dengan jelas hadiah pemberian sang mama. Arlo mengalihkan tatapannya pada Ayudhia yang ada di bawah kungkungannya. Dia melihat dengan jelas kedua pipi Ayudhia yang sekarang bersemu merah.Melipat bibirnya sejenak untuk menahan senyum, Arlo akhirnya berkata, “Jadi, ini yang sejak tadi membuatmu tegang?”Ayudhia tersentak sampai matanya membola sempurna. “Si-siapa yang tegang?” elaknya, “aku hanya sungkan saja.”Melihat kepanikan yang begitu kentara di wajah Ayudhia, Arlo kembali menahan senyum dan mendengar Ayudhia bicara lagi.“Aku hanya sungkan saja. Aku tidak mungkin pakai baju itu, tapi juga tidak mungkin menolak pemberian Mama.”Masih
Makanan sudah dihidangkan di meja.Arlo dan Ayudhia mulai menyantap makan malam mereka.Di sela makan, Arlo menatap Ayudhia yang sedang menyuapkan makanan ke mulut. Senyumnya sedikit terangkat saat melihat Ayudhia menikmati hidangan yang dipesannya.“Apa kamu pernah ke sini sebelumnya?” tanya Arlo.“Belum,” jawab Ayudhia dengan cepat meski mulutnya sedikit penuh, “dan aku memang ingin sekali ke sini, akhirnya terwujud juga.”Setelah menelan makanan yang ada di mulut. Ayudhia melebarkan senyumnya pada Arlo.Arlo menipiskan senyum lagi saat menatap cara bicara dan sikap Ayudhia yang memang apa adanya. Sama seperti dulu, banyak bicara tetapi mampu menghiburnya.Arlo mengangguk-anggukkan kecil sambil memotong daging di piringnya. “Lalu, apa ada tempat khusus yang mau kamu datangi?”Ayudhia diam dengan mulut bergerak mengunyah makanan yang baru saja masuk ke mulut. “Tidak ada,” katanya.“Aku ikut saja kalian mau pergi ke mana. Walau ingin sekali ke sini, tapi aku benar-benar tidak punya tu
Pintu kamar mandi kembali terbuka lagi. Saat Arlo melangkah keluar dari kamar mandi, Arlo menatap Ayudhia yang hanya diam dengan kotak hitam di pangkuan.“Kamu sudah melihat apa yang Mama berikan? Mama kasih hadiah apa?”Suara Arlo yang menggema di kamar itu membuat Ayudhia tersentak sampai menoleh dengan cepat pada Arlo yang masih berdiri di depan kamar mandi.Tatapan Ayudhia begitu panik, bahkan bibirnya tersenyum canggung sambil memegang erat kotak hitam yang ada di pangkuannya.Arlo mengerutkan kening melihat ekspresi wajah Ayudhia yang kaku, bahkan istrinya langsung memasukkan kembali kotak hitam ke dalam paper bag.“Bukan apa-apa, ini hanya baju,” katanya dengan nada terburu-buru.
Hari Ayudhia dan Arlo berangkat berlibur tiba. Ayudhia dan yang lain sudah berada di bandara dan siap melakukan check in. Alina yang juga ikut untuk mengantar, kini sedang berdiri berhadapan dengan sang menantu. Memberikan paper bag sedang berisi sebuah kotak berwarna hitam yang dibawanya ke tangan Ayudhia, Alina lantas berkata, “Hadiah dari mama, wajib dibuka saat sampai di hotel. Ingat ya, harus dibuka ketika sudah di hotel atau hadiahnya tidak akan berarti kalau dibuka sekarang atau saat di pesawat.” Alina bicara dengan nada penuh penekanan dan meyakinkan. Walau Ayudhia bingung dengan permintaan sang mertua. Dia tetap mengangguk-angguk. “Terima kasih, Ma.” Alina memeluk sejenak pada Ayudhia, sebelum kemudian menoleh Arlo sambil memulas senyum. Arlo mengerutkan kening melihat senyum Alina yang sangat aneh padanya. Ayudhia dan Arlo pamit pada Alina dan Aksa, mereka segera check in untuk keberangkatan. Setelah mendapat instruksi dari maskapai. Ayudhia melangkah bersama Arlo saa
Malam ini.Ayudhia dan Arlo berada di rumah Alina dan baru saja selesai makan malam bersama.Alina mengajak Ayudhia minum teh di samping rumah seperti biasa, saat itu Arlo menghampiri untuk mengajak pulang Ayudhia.Sambil menatap Arlo yang berdiri di samping kursi Ayudhia, Alina bertanya, “Kalian tidak menginap?” Ayudhia menoleh pada Arlo, lalu dia ikut berdiri saat Arlo menjawab, “Tidak, Ma. Lain kali lagi.”Alina mencebik tak senang, dia sangat berharap Ayudhia lebih sering berada di rumahnya.“Baiklah,” katanya sambil bangkit dari tempat duduknya, “kalian bilang mau liburan, ‘kan? Kapan berangkat?”Memulas senyum manis di wajahnya, Ayudhia menjawab, “Iya, lusa kalau tidak ada kendala, Ma. Nanti kami berangkat bersama temen-temen lain sebagai hadiahku dan tim karena sudah membuat Atelier menang.”Alina mengerutkan kening. Dia mengira kalau Arlo hanya akan berlibur berdua bersama Ayudhia saja. Tetapi tak masalah, yang terpenting Ayudhia dan Arlo menghabiskan waktu berdua.Menatap Arl