Share

Tidak Akan Mulus

last update Last Updated: 2025-07-01 16:46:10

[Begitu keluar dari Ardhana, ternyata kamu masuk Atelier. Pantas saja kamu tidak ragu sama sekali meninggalkan rumah dan perusahaan.]

Fiona!

Dari mana dia tahu kalau Ayudhia bekerja di Atelier?

Ayudhia diam memandangi pesan itu, lalu kembali membaca pesan dari nomor tak dikenal sebelumnya. Apa keduanya berhubungan? Bola matanya menelisik seluruh ruangan, apa ada yang mengenal Fiona dan memberitahu keberadaannya di sana pada Fiona? 

Namun, semua orang sibuk dengan pekerjaan mereka. Ayudhia ragu, tetapi tidak mungkin Fiona tahu begitu saja.

[Jujur saja padaku, Ayudhia. Kamu di sana untuk memata-matai Atelier? Atau jangan-jangan kamu berniat mencuri ide Atelier setelah sketsamu terbakar, kemudian ingin memberikan hasil curianmu pada Papa agar kamu diperbolehkan kembali ke rumah?]

[Aku tidak menyangka, Ayudhia. Kamu ternyata punya pemikiran selicik itu.]

Ayudhia semakin menggenggam erat ponselnya membaca setiap kata yang diketik oleh Fiona. Terlebih saat Fiona mengingatkannya ke sketsa yang sengaja Fiona bakar.

Rasa panas bara api yang memercik itu masih terasa, perih itu masih ada, luka itu belum mengering, Ayudhia takkan pernah lupa bagaimana Fiona sudah membuat hidup dan mimpinya runtuh.

Ayudhia memblokir nomor Fiona. Dia tidak ada waktu mengurus semua ocehan Fiona yang hanya ingin membuatnya jatuh. Fokusnya sekarang hanya tertuju pada, bagaimana caranya Ayudhia membuktikan kalau dia bisa tanpa Ardhana.

**

Saat sore hari. Ayudhia baru saja selesai membuat ulang sketsa desain yang akan dia ajukan untuk project event nanti. 

Semua staff dalam tim tidak ada yang mau bicara dengannya, mereka sengaja tak peduli sebagai bentuk protes atas keberadaan Ayudhia di sana dan keputusan Arlo yang dianggap mereka tak adil.

“Bukannya seharusnya kalian kerja dalam satu tim, kenapa aku dari tadi tak melihat mereka ada yang datang ke sini untuk berdiskusi?” tanya Della setengah berbisik keheranan.

Della tidak ikut bergabung dalam tim project event tahunan karena dia bekerja sebagai tim riset trend di pasaran, sehingga Della tak ambil andil dalam project perencanaan yang Ayudhia pimpin saat ini.

Della mengedarkan pandangan di seluruh ruangan dan melihat staff tim project lain saling berdiskusi mendatangi meja satu dengan yang lainnya, tetapi tidak ada yang mendatangi Ayudhia, padahal Ayudhia juga bagian dari mereka. Dan kepala tim mereka!

“Tidak apa-apa, aku juga sedang membuat draftnya. Kalau sudah selesai, aku akan mendiskusikan draftnya dengan mereka,” balas Ayudhia begitu tenang tanpa tekanan dan memfokuskan perhatiannya saat ini hanya pada pekerjaan.

Della mengangguk-angguk, lalu segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa pulang.

Saat jam pulang tiba. Della sudah merapikan mejanya lalu menatap pada Ayudhia yang masih sibuk dengan komputer di meja.

“Ayudhia, kamu tidak pulang?” tanya Della.

“Oh … sebentar lagi,” balas Ayudhia seraya menoleh sekilas pada Della sebelum kembali memandang pada komputernya.

“Kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Della sambil menyematkan tali tas di pundak lalu segera meninggalkan mejanya.

Ayudhia mengangguk kecil tanpa menoleh pada Della. 

Lampu di lantai itu sudah hampir sepenuhnya gelap, tersisa meja Ayudhia yang terang karena layar komputer, dan satu meja lain di sudut ruangan. 

Setelah menyimpan data yang baru saja dia buat, Ayudhia mematikan komputer dan bersiap untuk pulang. 

Namun, tepat sebelum Ayudhia berdiri dari meja, tiba-tiba sebuah stopmap tebal berisi banyak berkas diletakkan di mejanya. Ayudhia menatap berkas itu, lalu sedikit mendongak untuk menatap pada Disya yang berdiri di samping mejanya.

“Kerjakan itu dan selesaikan hari ini juga! Aku ingin semua berkas revisian desain ini selesai dan sudah ada di mejaku esok hari,” perintah Disya dengan nada angkuh dan tatapan dingin pada Ayudhia.

Ayudhia memandang tumpukan berkas yang cukup tebal itu. Keningnya berkerut samar, kenapa Disya memberinya pekerjaan lain? “Tapi sekarang aku diminta fokus untuk persiapan kontes yang tinggal sebulan lagi,” ujar Ayudhia sedikit keberatan dengan perintah Disya.

Kedua tangan Disya terlipat di depan dada, dia menatap remeh Ayudhia dengan senyum miring di wajahnya.

“Sepertinya kamu memang tidak berkompeten sebagai seorang desainer. Apa kamu yakin bisa menangani project yang Pak Arlo berikan? Kusarankan, lebih baik lepas posisimu sebagai ketua tim, jangan mempermalukan dirimu sendiri, apalagi sampai mempermalukan Atelier,” ucap Disya dengan nada sombong penuh ejekkan.

Ayudhia menghela napas kasar, lalu menatap Disya lagi.

“Jika kamu merasa hebat, urusan seperti ini seharusnya mudah untukmu,” ucap Disya lagi sambil mengetuk tumpukan berkas yang tadi dia letakkan di meja Ayudhia.

“Tapi seharusnya aku tidak memegang pekerjaan lain sebelum desain untuk kontes selesai,” ucap Ayudhia dengan nada tegas. Ayudhia tahu ini bukan salah satu tugas yang harus dia kerjakan di sini.

Ayudhia berdiri hingga sejajar dengan Disya, tetapi Disya mendorong bahu Ayudhia sampai membuatnya kembali terduduk.

Ayudhia syok sambil memandang bahunya yang baru saja didorong. Dia memandang pelan pada Disya, ekspresi wajahnya berubah kesal dan tatapan matanya berubah dingin.

Ayudhia baru masuk Atelier hari ini, dia bahkan baru mengetahui nama dan posisinya saat Arlo mengucapkan itu di ruang rapat. Tetapi, mengapa wanita ini selalu ingin mencari masalah dengannya?!

“Kamu lupa kamu ini siapa di sini, beraninya mau mengabaikanku?” Disya bicara dengan nada tinggi.

“Kamu juga lupa, aku kepala tim project Atelier yang ditugaskan fokus membuat perencanaan untuk project besar. Dan kamu memberiku tugas seperti ini?” Ayudhia membalas berdiri sambil mengetuk berkas yang ada di meja.

Disya tersentak. 

“Kamu berani melawanku!” Disya menggebrak meja. “Apa perlu aku ingatkan? Aku adalah managermu, sedangkan kamu,” suara Disya bergetar, gemeretak gigi menahan keterkejutan dan ketakutan akibat tatapan Ayudhia. “… kamu hanya staff biasa yang beruntung dan ditunjuk langsung oleh Pak Arlo!”

“Staff biasa yang beruntung? Aku memang beruntung, dan kamu tidak menganggap keberuntunganku karena kamu iri,” balas Ayudhia lalu menipiskan senyum.

Disya gelagapan. 

“Ka-kamu ….” Disya menunjuk wajah Ayudhia dan kehabisan kata-kata.

Ayudhia mengangkat dagu sebagai bentuk perlawanan saat Disya menatap emosi padanya.

“Aku memang anak baru di sini, dan Pak Arlo? Dia melihat potensiku. Tapi meski begitu, bukan berarti kamu seenaknya memberi tugas lain, di luar tugas yang seharusnya aku kerjakan,” balas Ayudhia sambil menatap wajah Disya yang menahan geram.

Disya mengepalkan telapak tangan yang ada di samping tubuh. Dia benar-benar tak menyangka Ayudhia berani melawannya. Seingatnya dari cerita Fiona, Ayudhia tidak pernah melawan saat ditindas, tetapi kenapa sekarang sangat berbeda?

“Kalau kamu memang punya potensi seperti yang Pak Arlo lihat darimu, kerjakan ini!” perintah Disya sambil menunjuk pada berkas di meja. Dia tidak akan kalah. “Kalau kamu tidak sanggup, itu artinya kamu tidak mampu dan Pak Arlo hanya tertipu dengan potensi yang kamu banggakan itu,” ejek Disya sambil tersenyum miring, walau rasa kesal masih bercokol di dadanya.

Ayudhia tersentak. Satu tangannya yang ada di atas meja terkepal kuat sampai kuku-kukunya memucat. Namun, sejurus kemudian, Ayudhia tersenyum, senyum yang tidak mencapai matanya. Langkahnya pelan mendekati Disya, dan berkata dengan tenang, “Aku tidak perlu validasi darimu aku ini mampu atau tidak, Manager Disya.”

Disya tercengang, tubuhnya membeku merasakan aura intimidasi dari Ayudhia. Disya bahkan sedikit tersentak ketika Ayudhia menyentuh salah satu bahunya, jari Ayudhia bergerak di atas bahu Disya seolah membersihkan debu di sana.

“Tapi, aku akan tetap mengerjakan tugas darimu, Manager Disya,” ucap Ayudhia, penekanan pada kata ‘manager’ pada Disya, masih sambil membersihkan bahu Disya, seolah mengisyaratkan membuang beban di pundak wanita itu. “Meringankan tugas-tugasmu yang menumpuk karena kamu terlalu sibuk mengurusi pekerjaan orang lain.”

Rahang Disya jatuh mendengar sindiran Ayudhia. “Kalau ….” Disya kembali gelagapan. Tidak siap dengan perlawanan Ayudhia. “.... kalau begitu segera kerjakan! Jangan pulang sebelum kamu menyelesaikannya dan meletakkan semua berkas ini di mejaku!”

Ayudhia menatap kepergian Disya sampai menghilang dari pandangannya dan menghela napas panjang. Lalu dia memandang stopmap di meja dan membuka untuk melihat desain apa yang harus direvisinya.

Sepertinya perjalanannya di Atelier pun tidak akan mudah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Lita Suciati
kirain jagoan, gataunya emang mental babu si ayudya....padahal dia bini owner
goodnovel comment avatar
Viva Oke
disya ternyata orangnya Fiona pantas saja mudah sekali bagi Fiona untuk meneror Ayudhia dengan pesan yang mengusik ketenangan Ayudhia.
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
ternyata benar, ternyata si disya jadi kata-kata nya fiona. cari mat1 si disya. pasti setelah ini kedok disya terbongkar. dan untung saja pernikahan Arlo dan ayunda di rahasia kan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Pertengkaran di Pagi Hari

    Andreas memakai setelan kemejanya. Dia mematut dirinya di depan cermin, tatapannya lurus tertuju pada bayangannya yang terpantul dari cermin, sedangkan tangannya sibuk memasukkan manik kancing satu persatu.Saat itu, Cassandra masuk ke dalam walk in closet. Dia menatap Andreas yang tak menoleh sama sekali padanya.Sambil melangkah menghampiri Andreas, Cassandra menatap suaminya sambil berkata, “Apa kamu mau menjenguk Papa lagi?”Andreas tak menjawab pertanyaan Cassandra. Dia menarik laci lalu mengambil jam tangan mewahnya dari dalam sana. Sambil memakai jam tangan, Andreas berkata, “Aku masih ada urusan bisnis di luar negeri. Penerbangan siang ini.”Cassandra membulatkan bola mata lebar, sebelum dia memprotes keputusan Andreas, suaminya sudah lebih dulu berkata, “Tidak ada urusan yang penting, tidak perlu menghubungiku jika bukan aku yang menghubungimu.”Setelah mengatakan itu, Andreas mengambil jasnya dari lemari.Cassandra tersentak mendengar ucapan Andreas. Dia menatap suaminya den

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Mempertimbangkan Lagi

    Setelah rapat selesai.Ayudhia bangkit dari duduknya, lantas melangkahkan kaki menuju tempat duduk suaminya. Dia menatap Arlo yang sedang berdiri dari kursi, sehingga Ayudhia bergegas menghampiri.Melihat kedatangan istrinya, Arlo langsung berkata, “Setelah ini langsung pulang.”Ayudhia tersentak mendengar ucapan suaminya padahal dia belum berucap sepatah kata pun. Namun, Ayudhia tetap berusaha tenang, dia tersenyum ke suaminya sebelum bicara.“Tapi aku mau membahas soal strategi pemasaran dengan yang lain, satu jam lagi, ya. Aku janji, setelah satu jam, aku akan pulang.” Ayudhia lalu menunjukkan telunjuk di depan wajahnya, tatapannya penuh memohon agar Arlo mengizinkan sekali itu saja.Arlo menatap datar sejenak pada Ayudhia yang sedang membujuknya. Dia menekuk lengan kirinya di udara untuk melihat jarum di arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.Setelahnya, Arlo kembali menatap pada Ayudhia yang masih menunggu izin darinya. “Baiklah, hanya satu jam. Setelahnya pulang bersama

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Kembali Bekerja

    Satu minggu berlalu.Pagi itu, Arlo melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Tatapannya tertuju ke ranjang, tetapi dia tak melihat keberadaan Ayudhia di sana.Mengalihkan pandangan ke pintu walk in closet yang terbuka, Arlo lantas melangkahkan kaki ke sana.Begitu masuk ke dalam ruangan itu, kedua kaki Arlo berhenti melangkah, lalu tatapannya tertuju pada Ayudhia yang sedang menyiapkan pakaiannya.“Sudah selesai,” kata Ayudhia.Arlo mengangguk. Dia kembali mengayunkan langkah mendekat pada Ayudhia.“Aku sudah siapkan pakaianmu,” kata Ayudhia dengan senyum merekah di wajahnya.Arlo berhenti tepat di depan Ayudhia, lalu dia memandang pakaian yang tergeletak di sofa sebelum menatap istrinya lagi.“Hari ini, apa kamu jadi berangkat ke Atelier?” tanya Arlo.Semalam Ayudhia membujuk Arlo agar mengizinkan pergi ke Atelier karena hari ini ada presentasi untuk sampel gaun yang akan diproduksi massal oleh Atelier.Mendengar pertanyaan Arlo, senyum Ayudhia merekah l

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Mulai Dari Awal

    Henry urung menemui Andreas. Dia berbalik arah menemui Cassandra yang berada di balkon atas.Menatap sang mama di sana. Henry melangkah menghampiri Cassandra, lalu berdiri di samping sang mama yang sedang memandang ke halaman samping mansion mereka.Kedua telapak tangan Henry berpegangan di pembatas balkon, tatapannya tertuju lurus ke depan ke arah sang mama memandang, lalu berkata, “Papa selalu tak bisa ditemui jika baru saja kembali dari luar negeri.”Cassandra masih diam. Kecemasannya akan hal-hal yang mungkin dilakukan Andreas, membuatnya tak bisa tenang.Namun, anak buahnya melaporkan kalau Andreas hanya tinggal di hotel seharian saat sampai di negara yang baru dikunjungi, sebelum akhirnya kembali pulang karena panggilan dari Cassandra.“Kakek menginginkan anak kandung dari Papa, apa masih ada kemungkinan aku mewarisi semuanya?”Pertanyaan dari Henry membuat Cassandra menolehkan kepala ke samping. Dia menatap Henry yang memasang wajah putus asa.Cassandra menyentuh lengan Henry,

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Foto Bayi

    Di Mansion Andreas.Pria paruh baya itu duduk di ruang kerjanya bersama dengan Steven yang berdiri di depan mejanya.Steven tak berani bicara, dia hanya berdiri dengan kepala tertunduk. Diam, sampai Andreas yang bicara karena majikannya sedang dalam mood yang sangat buruk.“Sudah selama ini dan anak buahmu belum bisa menemukannya?”Suara tegas dan dalam itu begitu menusuk telinga. Andreas menggerakkan kepala, mengarahkan tatapan tajamnya ke arah Steven berdiri.Belum juga Steven membalas perkataannya, Andreas kembali berkata, “Atau jangan-jangan kamu memang tidak serius mencarinya, Stev? Apa kamu berkhianat dariku?”Mendengar ucapan Andreas, Steve langsung mengangkat pandangannya mengarah pada Andreas, kepalanya menggeleng kuat, menyanggah apa yang Andreas tuduhkan.“Itu tidak benar, Tuan. Saya sudah ikut Anda puluhan tahun, saya tidak mungkin mengkhianati Anda. Anda yang paling memahami saya, Tuan.”Andreas mendengkus kasar. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lalu mengus

  • Menjadi Istri Kesayangan Presdir Tampan   Kedatangan Sahabat

    Sore hari, di rumah sakit Ayudhia dirawat.Dokter baru saja melakukan pengecekan pada kondisi Ayudhia.“Secara keseluruhan kondisi Bu Ayudhia sudah sangat baik, mungkin memar akibat benturan akan memudar lama, tapi itu tak masalah,” ucap dokter menjelaskan.Ayudhia mengangguk kecil.“Besok saya akan melakukan USG lagi untuk memastikan rahimnya sudah bersih dari sisa gumpalan darah akibat keguguran kemarin,” ucap dokter lagi.Mendengar kata ‘keguguran’, dada Ayudhia terasa nyeri lagi. Ekspresi wajahnya berubah sendu, walau detik berikutnya dia tersenyum saat dokter pamit meninggalkan ruang inapnya.Arlo menunggu sampai dokter dan perawat pergi, setelahnya dia menatap Ayudhia yang hanya diam.“Apa luka memarnya masih sangat sakit?” tanya Arlo.Ayudhia tersentak. Tatapannya beralih ke suaminya yang berdiri di samping ranjangnya. Sambil memulas senyumnya untuk menenangkan perasaan suaminya, Ayudhia lantas membalas, “Hanya sakit kalau tak sengaja tersentuh atau tersenggol saja, jika tidak,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status