Di Ardhana.Saat sedang mengecek berkas di ruang kerjanya, suara dering ponsel yang ada di atas meja membuyarkan fokus Fiona.Ekor mata Fiona menangkap notifikasi pesan yang terpampang di layar ponselnya, segera dia meraih benda pipih miliknya itu.[Informasi dari Anda akan segera dipublikasikan.]Satu sudut bibir Fiona tertarik ke atas. Ada kepuasan di balik senyum tipisnya itu.Saat jemari Fiona siap mengetik pesan balasan, dia mendapat pesan lain dari Disya.Fiona beralih ke pesan Disya, lalu membaca pesan dari temannya itu.[Kamu tidak akan pernah percaya dengan apa yang baru saja aku lihat.][Kurasa, tak hanya menggoda Pak Arlo, Ayudhia juga ternyata menggoda Elvano, adiknya Pak Arlo.][Aku melihat tadi Elvano menghampiri Ayudhia di divisi lalu mereka bicara dengan sangat intens.]Kening Fiona berkerut samar, tetapi detik berikutnya seringai licik terbit di wajahnya.“Apa yang mau kamu lakukan, Ayudhia? Apa ini strategimu untuk melawanku? Ternyata kamu jadi serakah setelah keluar
“Kamu tidak punya salah,” kata Maya setelah memalingkan muka sesaat dari Ayudhia, “hanya saja semua desain kamu yang menyusunnya, tim hanya melihat dan membacakan hasil buatanmu. Bukankah kami seperti tak ada kontribusi sama sekali?”“Tunggu, kenapa kamu berpikiran seperti itu?” Kedua alis Ayudhia bertaut, matanya sedikit menyipit.Maya mendengkus kasar. “Kamu tahu sendiri, kami ini hanya sebatas figura saja dalam project ini. Jika nantinya Atelier menang, kamu yang akan disanjung dan diapresiasi, bukan kami.”Maya meluapkan semua yang ada di pikirannya karena terganggu dengan semua yang Disya ucapkan.Mata Ayudhia melebar, bibirnya sedikit terbuka saat dia mencoba memahami apa yang baru saja Maya katakan.“Aku tak menyangka kamu bicara seperti itu. Jika aku mau disanjung sendirian, aku takkan melibatkan kalian sama sekali.” Tatapan mata Ayudhia menyorot tak percaya. Ada kekecewaan terselip dalam nada suaranya.“Tapi faktanya seperti itu.” Nada suara Maya sedikit meninggi, keraguan aka
Saat siang hari.Ayudhia dan timnya masuk ke ruang rapat termasuk Disya.Di ruang rapat itu, Arlo duduk di kursi utama wajahnya datar dan tak terbaca ketika salah satu karyawan membagikan berkas proposal desain yang akan digunakan untuk kontes tahunan.Maya bangkit dari duduknya lalu melangkah ke depan dan berdiri di depan layar besar. Dia membuka file di dalam laptop yang terhubung dengan mesin proyektor, kemudian memandang ke layar yang sudah menunjukkan catatan detail konsep gaun yang akan digunakan untuk kontes nanti.“Siang ini saya akan menjelaskan konsep desain yang akan kita peragakan saat kontes tahunan nanti. Di sini kami sudah memilih jenis bahan, warna, aksesoris, sampai kandidat model yang akan kita minta untuk memperagakan gaun rancangan Atelier.”Semua orang di ruangan itu diam mendengarkan. Maya menjelaskan detail jenis bahan yang akan digunakan sesuai arahan Ayudhia.“Untuk kandidat modelnya, kami berencana menghubungi model yang sedang naik daun tahun ini. Nona Valer
Arlo baru saja tiba di RDJ Group. Dia menarik tepian jasnya begitu keluar dari mobil dengan tatapan lurus.Mike melangkah menghampiri Arlo lalu sedikit membungkukkan badan saat sudah berdiri di samping atasannya ini. “Selamat pagi, Pak.”Arlo mengangguk kecil. Dia mengayunkan langkah diikuti Mike menuju lift khusus petinggi perusahaan.Arlo menghentikan langkah di depan lift saat Elvano muncul di sampingnya, menyodorkan segelas kopi.“Kopi?” tawar Elvano“Tidak.”Elvano mengangguk-angguk pelan.Pintu lift terbuka. Arlo dan Elvano masuk bersamaan, diikuti Mike. Begitu pintu tertutup, keheningan yang sempat menyelimuti mereka terpecah.“Soal permintaan Ayudhia.” Suara Arlo terdengar dalam. “Jangan bertindak aneh-aneh ketika menjadi modelnya.”“Memangnya tindakan aneh apa yang kamu maksud?” tanya Elvano sebelum menyesap kopinya. “Aku justru tersanjung mendapat tawaran dari Kakak Ipar. Dia memiliki selera yang bagus dengan memilihku. Itu artinya aku punya tubuh yang proporsional dan lebih
Ayudhia dan Arlo berada dalam satu mobil yang melaju menuju Atelier. Keheningan begitu terasa di dalam sepanjang perjalanan. Ayudhia duduk kaku, tak berani menoleh sedikit pun pada Arlo yang duduk diam di sampingnya. Pria itu tidak bicara sepatah kata pun sejak sarapan tadi.Ayudhia menunduk dan menghela kecil, kesepuluh jarinya saling meremat, merasa menyesal telah meminjamkan pakaian Arlo pada Elvano tanpa izin pria itu. Ayudhia melirik Arlo, menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan, menyiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan Arlo memarahinya. Bagaimanapun, Ayudhia harus bertanggung jawab.“Saya minta maaf karena sudah mengambil pakaian Anda tanpa izin,” ucapnya pelan, tangannya mencengkram kuat tas yang ada di pangkuannya. “Saya sudah minta Elvano untuk mengambilnya sendiri, tapi dia menolak dan meminta agar saya yang mengambilkan karena dia juga takut kalau Anda marah.” “Hm.” Hanya sebuah gumaman rendah yang keluar dari mulut Arlo. Ayudhia kembali menundukkan pandangan
Keesokan harinya.Arlo duduk di ujung sofa dengan kaki menyilang dan tangan kirinya bertumpu pada lengan kursi, mengusap salah satu alisnya. Tatapannya kosong tetapi pikirannya kembali pada ucapan gegabah Elvano semalam. Model? Tanpa busana, adiknya bilang?! Memikirkan itu, rahangnya mengeras.Di saat yang sama, pintu kamar mandi terbuka, menarik Arlo dari lamunannya. Arlo mengangkat pandangannya, menatap Ayudhia yang baru saja melangkah keluar.“Sebaiknya kamu tidak melakukan hal-hal aneh.”Suara Arlo yang dalam dan dingin itu membuat langkah Ayudhia terhenti. Dia menoleh, keningnya berkerut samar. “Maksudmu? Melakukan hal-hal aneh apa?”Arlo bangkit, melangkah maju mendekati Ayudhia hingga jarak di antara mereka terkikis habis.Ayudhia refleks mundur selangkah, punggungnya kini menempel pada dinding yang dingin. Dia menelan ludah saat Arlo menatapnya intens dan jarak wajahnya hanya sejengkal dari wajah Ayudhia.“Soal tawaranmu pada Elvano semalam,” desis Arlo, suaranya rendah. “Kamu