Tiiiiin! Tiiiiin!
Suara klakson panjang menggema membuat tawa Bella dan Alex seketika berhenti.Bella menoleh. "Gawat!" gumamnya.Aaron turun dari mobil dengan tatapan mata membunuh tak lepas dari Bella. Rupanya Aaron turun bersama Damian dan Kevin.Bella bergegas memangku Alessandro."Oh, ada tamu rupanya," ucap Aaron.Bella bernapas lega, karena Aaron tidak marah."Apa kabar?" Aaron mengulurkan tangan kepada Alex.Alex tersenyum dan tangannya terulur hendak menyalami Aaron. Tiba-tiba saja ....Bugh!Bogem mentah Aaron berikan kepada Alex. Alex yang mendapat serangan tiba-tiba tentu saja membuatnya limbung.Bella berteriak, kaget. Ternyata dugaannya salah. "Apa-apaan kau ini! Hentikan!"Aaron semakin brutal. Untung saja ada Damian dan Kevin yang melerai.Alex dibantu Kevin untuk berdiri. Pria itu mengusap darah yang mengucur di pelipisnya. Sedangkan Aaron"Maksud Nak Bella, mereka sedang belajar saling mencintai," sambar Mitha cepat. Alex hanya mengangguk pelan. Dokter menyarankan agar Alex mendapatkan perawat lebih lanjut, tetapi sang ibunda menolak. Ia bersikukuh akan membawa Alex pergi jauh dari kota itu. Bella hanya bisa menangis. Percuma saja ia menahan, karena tinggalnya mereka di kota yang sama kemungkinan besar hanya akan menjadi masalah untuk mereka. "Kalian mau pergi ke mana? Apa toko kue sudah tutup?" tanya Bella disela tangisnya. Ibunda Alex tersenyum. "Toko kue sudah menjadi milik istri mendiang abangnya Alex.""Baik-baik, ya? Kakak akan bahagia kalau kamu juga bahagia. Walaupun jauh, Kakak pasti bisa merasakannya," ucap Alex, lalu pergi meninggalkan rumah sakit. "Kak, Ma? Biar kami antar!" tawar Bella. Sayang, mereka menolak membuat Bella merasa kecewa. "Kita pulang!" ajak Mitha kepada Bella. Bella hanya mengangguk dan mengikuti langkah Mitha. Di mobil, Mitha tak hentinya meminta maaf. Karena gara-gara ia mengund
Hari berganti pagi. Jam sembilan pagi itu Damian masih di ruangannya. Semalam, ia sudah membuat surat perjanjian pernikahan Aaron dan sudah ditandatangani pula oleh bosnya itu. Damian menatap surat itu sembari berkata, "Pantas saja tidak mengakui perasaan. Di sini rupanya tertulis kalau mereka dilarang jatuh cinta! Makanya, dia gengsi mengakui. Artinya dia kalah dan jelas-jelas melanggar perjanjian!" Damian cekikikan. Brak! Pintu ruangan Damian terbuka kencang. Damian terperanjat. "Damian?! Bella pergi. Kumpulkan orang-orangmu, sekarang!"Damian berdiri dari duduknya. "Tuan tenang dulu. Pergi bagaimana maksudnya?""Mami mengabarkan kalau Bella tidak ada di rumah. Semua barang-barangnya dibawa. Bella kabur!"Damian mencoba menenangkan bosnya, lalu segera menghubungi orang-orangnya. Dalam hati, Damian bermonolog, " Rupanya Nyonya menyusun alur cerita yang cukup menarik!"Aaron meminta Damian untuk ikut ke Mansion. Akan tetapi, Damian menolak. "Sepertinya saya akan menyusul, Tuan
Waktu terus berputar. Hari pun terasa cepat berganti. Tak terasa sudah dua bulan Bella pergi. Artinya usia pernikahan Aaron dan Bella tinggal empat bulan lagi. Aaron merasa frustasi, karena Bella hilang bak ditelan bumi. Hari-hari Aaron lalui dengan sedikit bicara. Bahkan rapat penting saja selalu Damian yang ambil alih. Rasa menyesal, rasa bersalah, membuat Aaron tak bersemangat. Hidup segan, mati tak mau. Pagi ini, Aaron memutuskan untuk menemui Julio. Ia akan mengatakan keadaan yang sebenarnya. Penuh harapan pula jika Bella ada di sana. Jam delapan, Aaron sudah tiba di bandara dan langsung menaiki jet pribadinya. ***Tepat jam sebelas, Aaron sudah tiba di Bandar Udara Manises. Sudah ada John di sana untuk melakukan penjemputan dirinya. "Apa kabar John? Terima kasih sudah jemput. "Kabar baik. Kebetulan memang sudah antar kawan ke sini, tepat Kakak ipar telepon minta jemput. Oh, ya, kenapa Kak Bella gak ikut?"
Villa, Kuta -Bali, Indonesia. Waktu menunjukkan pukul 04:00 WITA. Bella terbangun karena Alessandro menepuk pipinya. Rupanya bayi gembul itu mengajaknya bermain. Bella lekas duduk dan memperbaiki posisi bantal di tepi ranjang. "Masih pagi, loh, Nak."Alessandro duduk bersandar memainkan mainan miliknya. Bella mengusap kepala Alessandro dengan sayang. Rasa sesak menyeruak kala mengingat surat perceraian. Alessandro akan jauh dari Aaron. Itu pikirnya. Cepat-cepat Bella menggeleng. Baik sekarang atau nanti perceraian itu akan terjadi dan Alessandro akan jauh juga dari Aaron. Bella termangu. Apa ia egois?Bella tersadar dari lamunan saat Alessandro menangis. "Maaf, Nak. Ale mau mimik, hem?" Bella membawa Alessandro berbaring. Bayi tampan yang mulai pandai berjalan itu kembali tertidur sembari meminum ASI. Setelah Alessandro tidur nyenyak, Bella memilih masuk dapur untuk membuat bubur tim. Lokasi
"Maaf, Tuan!" Bella merasa tidak enak hati. Pria yang ada di dekatnya takut tersinggung karena Alessandro memanggilnya Papa. Aaron menoleh sekilas dan tersenyum, lalu pergi. Aman. Bella ternyata tidak mengenalinya. Bagaimana tidak? Aaron tak hanya mengenakan topi dan kacamata hitam saja, tetapi kini wajah Aaron mulus tanpa rambut halus. Ya, sebelum berangkat ke Indonesia, Aaron mencukur habis jenggot juga jambangnya. Bella mengernyit. "Orang itu seperti tak asing lagi. Tapi, siapa?"Bella mengangkat kedua bahunya, tak peduli. Perhatiannya kini beralih kepada Alessandro. Wanita itu mendorong kereta bayi menuju kasir. "Paappa!" Alessandro masih saja bicara seperti itu. "Tidak ada Papa, Nak, di sini. Kamu kangen Paap, iya?!" Bella mencium pipi putranya. Dari jauh, Aaron kembali memerhatikan kegiatan Bella dengan perasaan plong, lega. Namun, rasa itu beriringan dengan rasa perih di punggung. Maklum saja, selain mengenakan kaos,
Aaron bangkit tanpa berani menoleh. Setelah membenarkan topinya, Aaron melangkah pergi. Namun, Bella yang merasa penasaran mencekal lengannya. "Tunggu!"Aaron hanya bisa pasrah. "Kau siapa? Jangan-jangan kau penculik, iya?!""Tolong!" Bella berteriak, tetapi secepat kilat Aaron berbalik dan membekap mulut Bella dengan tangannya. Aaron membuka topi juga kacamatanya. "Ini aku!"Bella membulatkan matanya, tidak percaya. "Ka-kau?!"Bella berbalik badan dan mendorong kereta bayi hendak masuk, tetapi Aaron berhasil menahan. "Sayang, tunggu!"Bella menghentikan langkah dengan tetap membelakangi Aaron. "Aku sungguh minta maaf. Aku menyesal sudah berlaku kasar kepadamu juga kepada Alex. Maaf!"Bella menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan kasar. "Surat cerainya mana? Sudah ditandatangani, kan?!" Bella benar-benar tidak peduli dengan apa yang Aaron katakan. Aaron memilih berdiri tepat di depan Bella. "Sayang, aku mohon maafkan aku!"Bella hendak masuk. Lagi, Aaron menahannya. Aaron mer
Bella merasa bersalah kepada Aaron, sehingga ia harus mengobati luka di punggungnya. Akan tetapi, di mana Aaron tinggal Bella tidak tahu. Hari menjelang malam. Bella lekas menutup gorden. Namun, tangan baru saja terayun hendak menutupnya, ia urungkan. Bella melihat Aaron tengah berdiri di balkon tepat di Villa seberang jalan tengah menatap dirinya. Cepat-cepat Bella menutup gorden, lalu menggendong Alessandro yang sedang tertidur lelap. Langkahnya tegas menuju pintu utama. Ya, Bella akan menemui Aaron. *Bella sudah berdiri tepat di depan pintu Villa yang Aaron tempati. Tangannya dengan cepat menekan bel.Tidak berselang lama, sang empu membuka pintu. "Wah, mengejutkan sekali. Ternyata ada tamu istimewa," sambut Aaron. Bella nyelonong masuk, lalu duduk duduk di sofa. Melihat tingkah Bella seperti itu membuat Aaron tersenyum, lalu menutup pintu. "Tidurkan saja di kamar!" titah Aaron, saat melihat Alessandro
Trang! Bella melempar tongkat itu, lalu memeluk Aaron, sangat erat. Posisi Aaron yang tidak siap menerima terjangan Bella tentu saja membuatnya terdorong dan akhirnya jatuh dengan posisi Bella menindih tubuhnya.Bella menangis tersedu-sedu karena rasa bersalah kian meraja saat teringat orang tua juga rasa haru atas perjuangan Aaron. Aaron sangat senang dengan sikap Bella. Walaupun harus menahan rasa sakit di punggung tak masalah, semua kalah dengan rasa bahagia yang tak terkira. Aaron mengusap punggung Bella dengan bibir tak hentinya mencium pucuk kepala Bella. Pria itu sengaja membiarkan Bella menangis, walaupun ia tidak tahu apa yang membuatnya menangis. Setelah sekian lama, Bella berhenti menangis. Ia yang baru menyadari jika Aaron berada di bawahnya pun segera mengangkat tubuhnya. Namun, Aaron menarik tangannya. Jadilah Bella tidur dengan lengan Aaron sebagai bantalnya. Aaron merubah posisinya miring menghadap Bella. "Kenapa menangis, hem?" tanya Aaron sembari mengusap sisa b