Share

Bab 2. Penuh Misteri

Ya, walaupun Arandita tahu pernikahan mereka ada karena keterpaksaan, paling tidak Bastian tidak harus memperjelas status mereka dengan cara demikian. Arandita merasa terhina dengan adanya surat itu karena merasa Bastian seolah menganggap dirinya pengemis cinta.

"Ya, anggap saja pernikahan kita hanyalah pernikahan kontrak. Setelah setahun, kontrak itu akan berakhir dan kita bercerai."

Mendengar itu semua jantung Arandita meletup-letup. Ia merasa dipermainkan oleh keluarga Pramoedya.

"Kalau ujung-ujungnya pernikahan kita akan berakhir juga, kenapa harus ada tenggat waktu yang ditentukan? Kenapa tidak sekarang juga?" tanya Arandita. Bastian harus tahu, Arandinta lebih tidak menginginkan pernikahan ini dibandingkan dirinya.

"Semua ada alasannya, dan suatu saat kau akan mengerti."

"Ternyata adik dan kakak sama saja, suka mempermainkan wanita," geram Arandita sambil mengepalkan tangan. Entah kenapa dia tidak suka dengan jalan pikiran Bastian, meskipun dia masih belum bisa mencintai pria itu dan melepaskan Bobby di hatinya, tetapi Arandita kecewa dengan sikap Bastian. Entah kenapa hati Arandita mulai berharap pada Bastian.

"Kau keberatan?" tanya Bastian dengan tatapan dingin dan senyum yang seakan menusuk ke dalam hati Arandita.

"Tidak ... dengan suka hati," ujar Arandita sambil meraih pulpen dan membubuhkan tanda tangan. Dia tidak ingin Bastian menganggap dirinya berharap lebih pada pernikahan kontrak tersebut.

"Ini!" Arandita mengembalikan map di tangan setelah selesai menandatangani.

"Ini ada satu lagi," ucap Bastian lalu mengeluarkan kertas dari dalam map.

"Tapi tak usah kau tanda-tangani, cukup kau simpan sebagai pengingat bahwa ada aturan yang harus kamu lakukan selama menjadi istriku."

Bastian memberikan kertas tersebut kemudian menandatangani surat perjanjian yang ada di tangannya sendiri. Setelahnya ia melenggang begitu saja keluar dari kamar dan membiarkan Arandita diam terpaku. Menatap kepergian Bastian dengan pikiran kosong.

Sepeninggal Bastian, ada satu benda yang mencuri perhatian Arandita. Dengan langkah pelan gadis itu menghampiri lukisan yang tergantung di dinding kamar dan meraihnya.

"Sepertinya aku pernah melihat wajah Wanita ini." Arandita menatap lukisan itu dengan seksama sedangkan otaknya bekerja keras mengingat wanita cantik nan seksi yang ada dalam bingkai.

"Bukankah wanita ini adalah model yang pernah ditemukan tewas di sungai? Apa jangan-jangan–" Arandita segera menutup mulut kala pikiran buruk menyergap otaknya. Di saat yang sama pula ia melihat foto beberapa wanita tergantung di dinding, dimana pada wajah mereka diberi tanda silang merah dan anehnya foto dirinya ada diantara foto para wanita itu.

Dalam kegelisahan, bunyi ponsel Arandita memecah kesunyian kamar.

"Ya, Halo!"

"Kau boleh menempati kamarku, tapi perlu diingat jangan pernah menyentuh barang-barang tanpa izin dariku!"

Ponsel langsung dimatikan secara sepihak tanpa memberikan waktu untuk Arandita menjawab.

Arandita terbelalak.

"Bagaimana mungkin dia tahu nomorku dan saat ini aku juga sedang menyentuh lukisannya?" Arandita menghela nafas berat.

"Oh Tuhan! Kalau tahu akan begini mending aku kabur saja dari acara pernikahan kemarin. Ah kabur sekarang juga nggak apa-apa, 'kan?"

[Jangan coba-coba kabur dariku!]

Arandita melotot melihat chat yang dikirimkan oleh Bastian.

"Bagaimana dia bisa tahu isi pikiranku? Dia bukan psikopat yang bisa membaca pikiran mangsanya, 'kan?" batin Arandita.

Arandita melangkah ke arah pintu dan menguncinya dari dalam. Setelah itu terduduk lemas di pinggir ranjang lalu memikirkan nasib hidup kedepannya. Ia meraih kertas yang diabaikan sedari tadi dan membaca dengan seksama agar ia tidak lupa dengan aturan yang dibuat Bastian dalam surat perjanjian tersebut, walaupun kenyataannya dia tidak bisa fokus akibat foto dirinya juga ada dalam deretan foto tadi.

Selesai ia langsung berjalan ke arah koper dan membuka kemudian menaruh pakaian miliknya ke dalam lemari yang sudah kosong. Sepertinya Bastian sudah menyuruh orang lain untuk melakukan hal itu.

Saat mengeluarkan pakaian, gerakan tangan Arandita terhenti pada sebuah kotak di dalam koper dan membuka, kalung berlian dengan liontin berwarna zamrud menyala di depan wajah. Arandita menatap dengan sendu benda yang menjadi mas kawin dalam pernikahannya dengan Bastian. Mas kawin yang seharusnya diserahkan oleh Bobby padanya.

"Kau begitu indah, tapi sayang tak seindah kisah cintaku," gumam Arandita lalu meletakkan kembali perhiasan itu ke dalam kotak dan menutupnya. Saat itu pula Arandita sadar ada cincin yang tengah melingkar di jarinya.

"Arrrgh! Kenapa aku tidak sadar?"

Bersamaan dengan itu pintu kamar tampak diketuk dari luar.

Arandita mendesah kasar sebelum akhirnya bangkit berdiri dan melangkah ke arah pintu. Dengan pelan tangannya menyentuh handle dan membuka pintu.

"Mas Bastian?" Arandita tampak kaget sedangkan Bastian langsung nyelonong masuk ke dalam kamar.

"Bersiap-siaplah kau harus ikut ke kantor denganku!"

"Ada acara apa?"

"Nanti kau juga akan tahu."

Arandita mengangguk pasrah lalu melangkah ke arah lemari untuk mengambil pakaian ganti. Sebelumnya ia mengambil kotak perhiasan tadi dan menaruhnya ke dalam lemari, di tengah-tengah lipatan baju-bajunya.

"Kenapa tidak dipakai?"

"Tidak, aku tidak ingin teringat pada–"

"Bobby?"

Arandita mengangguk pelan.

"Sebenarnya semua yang menyiapkan kebutuhan pernikahan Bobby adalah aku, termasuk mas kawin dan cincin kawinnya," jelas Bastian dengan suara datar.

Arandita terhenyak, tetapi sesaat kemudian paham karena Bobby memang pria yang manja dimana dia hanya perlu memerintah dan semua yang diminta harus ada di depan mata. Kadang Arandita bingung mengapa dirinya bisa mencintai pria seperti Bobby.

"Terserah kamu mau pakai atau tidak, tetapi untuk cincin kawin kamu harus tetap memakainya sampai pernikahan kita benar-benar berakhir!"

"Aku paham."

Bastian mengangguk.

"Bersiap-siaplah, aku tunggu di luar!" Tanpa menunggu jawaban Arandita, pria itu kembali keluar dari kamar dan memilih menunggu di ruang tamu.

Arandita yang tidak ingin Bastian menunggu lama langsung bergegas berganti pakaikan dan mengoleskan make up tipis-tipis. Setelahnya ia langsung menemui Bastian.

"Sudah siap?" tanya Bastian saat Arandita mendekat ke arahnya tanpa mau menatap wajah sang istri.

"Siap," jawab Arandita disertai anggukan.

Bastian pun mengangguk kemudian mendahului Arandita keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil. Di sana sudah ada sopir yang langsung siaga mengendarai mobil Bastian menuju kantor.

Sampai di depan kantor, Bastian turun terlebih dulu dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Arandita. Para karyawan yang menatap kedatangan mereka hanya terhenyak melihat Bastian datang dengan seorang wanita.

"Maaf," ucap Bastian sebelum menggenggam tangan Arandita dan menggandengnya masuk ke dalam kantor.

"Pagi, Pak!"

Bastian menatap mereka lalu menjawab sapaan para karyawannya hanya dengan anggukan.

Bisik-bisik para karyawan mulai terdengar, asumsi yang berbeda pun mulai keluar dari mulut-mulut mereka, bahkan mereka seolah menatap Arandita penuh selidik. Namun, Arandinta sendiri sama sekali tidak menggubris dengan lebih memilih melihat keadaan kantor yang begitu luas dan mewah itu.

"Rafi sudah kau siapkan semua?" tanya Bastian saat sang asisten menghampiri dirinya.

"Sudah Pak, Pak Pram juga sudah membantu dalam hal ini," ujar Rafi lalu mengekor di belakang Bastian sedangkan Arandita tampak berpikir apakah gerangan yang membuat Bastian harus mengajak dirinya ke kantor.

Bastian baru melepaskan tangan Arandita saat mereka sampai di dalam ruangannya.

"Akan ada acara apa di sini?" Arandita tidak lagi bisa menahan rasa penasarannya.

"Acara untuk mengenalkanmu sebagai istriku."

Arandita terbelalak.

"Apakah ini penting? Bukankah pernikahan kita hanya sebatas pernikahan kontrak?"

"Penting bagiku dan jangan pernah katakan status itu di tempat yang tidak hanya ada kita berdua!" tegas Bastian membuat Arandita berpikir apa maunya pria itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jen Jeje
jangan-jangan awalnya Bastian emang suka Ama aran?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status