Share

Bab 6. Istri atau Pembantu?

"Cck, aku ini istrinya atau pembantu sih?" keluh Arandita membuat Bastian langsung menatap tajam mata sang istri.

"Iya-iya, aku akan lakukan," ucap Arandita lalu mengusap tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin sebelum akhirnya mengulurkan tangan untuk membuka sepatu Bastian. Wanita itu celingukan lalu menaruh sepatu tersebut ke tempatnya.

Bastian sendiri membuka kancing bagian atas kemeja kemudian melepaskan dasi. Pria itu langsung menjatuhkan tubuh di atas kasur dan menghembuskan nafas panjang.

"Maaf, aku siapkan air panas dulu," ucap Arandita sebelum akhirnya meninggalkan Bastian seorang diri. Beberapa saat kemudian wanita itu langsung memberitahukan pada Bastian bahwa air panasnya sudah siap. Bastian hanya merespon dengan anggukan lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Di kamar Arandita tampak gelisah, ingin tidur takut Bastian masih membutuhkan dirinya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Nawarin dia makan malam atau tinggalkan saja dia tidur?" Wanita itu mondar-mandir tak karuan.

"Ah siapkan baju aja," putus Arandita lalu bergegas menuju walk in closet dan mencari baju tidur, dimana baju-baju Bastian tertata rapi di sana. Arandita langsung mengambil satu setel piyama dan meletakkan di atas ranjang. Setelahnya ia berbaring di atas ranjang untuk menunggu perintah selanjutnya.

Tidak lama kemudian Bastian keluar dari kamar dengan bathrobe lalu mendekati sisi ranjang. Melihat sudah ada pakaian di samping Arandita, pria itu langsung meraih dan membawa ke ruang kerja dimana sudah merangkap menjadi kamar tidurnya saat ini.

"Tak tahu terima kasih," kesal Arandita melotot ke arah pintu ruang kerja yang ditutup dari dalam. Geram dengan sikap Bastian, akhirnya ia tinggal pria itu tidur. Baru sepuluh menit memejamkan mata Arandita langsung terlelap.

Di ruang kerja, Bastian masih belum tidur. Dia duduk di kursi dengan termenung. Rasa-rasanya dia tidak akan bisa tidur semalaman ini. Pikirannya masih berkelana ke sana kemari.

"Ah, kenapa ujian seolah datang beruntun?" Bastian menutup wajah dengan kedua tangan sambil memejamkan mata.

Dia merasa hidupnya kacau semenjak kepergian Friska dari kehidupannya. Wanita itu meninggalkan dirinya dengan cara yang tidak wajar. Orang-orang, bahkan polisi pun menyimpulkan gadis itu mati karena bunuh diri, tetapi Bastian merasa ada yang janggal dengan semua itu.

Belum juga bisa memecahkan kasus kematian sang kekasih dia harus dihadapkan dengan tuduhan orang-orang bahwa dirinya adalah lelaki tidak normal hanya gara-gara tak sengaja berciuman dengan Rafi dan gambar itu secepat kilat langsung tersebar. Entah siapa pelakunya masih lolos dari penyelidikan Bastian dan orang-orang suruhannya.

Bastian mengepalkan tangan, lalu memukul keras meja dengan tangannya hingga Arandita yang tertidur langsung terbangun akibat suara itu terasa seperti ada yang melempar batu besar.

"Apa itu?" Arandita langsung terduduk dengan lemas.

"Dan sekarang aku harus berpura-pura romantis dengan Arandita untuk meyakinkan semua orang? Tidak! Itu sangat berat, lebih berat daripada harus berjuang memenangkan tender," gumam Bastian lalu menggelengkan kepala.

"Huh!" Pria itu mendengus lalu bangkit dari duduknya, melangkah ke arah pintu dan mengabaikan Arandita yang masih duduk di pinggir ranjang. Pria itu lalu bergegas menuju ke dapur.

"Apa yang akan dia lakukan lagi?" Arandita mulai suka berprasangka buruk setelah melihat gambar-gambar wanita di kamar Bastian. Rasa curiga yang mendera membuat wanita itu memutuskan untuk membuntuti Bastian. Dengan langkah pelan dan penuh kehati-hatian Arandita menyusul Bastian ke dapur. Sampai di pintu dapur, Arandita hanya mengintip dari luar apa yang dilakukan oleh Bastian.

"Oh, dia hanya ingin membuat minuman," lirih Arandita lalu menepuk jidat karena sebelumnya berpikir ada yang disembunyikan Bastian dalam rumah besar itu.

"Ternyata dia cekatan juga," gumam Arandita melihat gerakan tangan Bastian yang begitu lihai mengupas jahe lalu menggeprek sebelum akhirnya menaruh ke dalam gelas dan menuangkan air panas. Pria itu tampak fokus mengaduk-aduk minuman yang sudah ditambahi gula pasir itu tanpa mengalihkan pandangan.

"Kayak ayah saja suka wedang jahe malam-malam, apa dia kedinginan di tengah cuaca malam yang panas seperti ini? Kenapa tidak matikan AC saja?" gumam Arandita dan tidak sengaja tangannya menyenggol lukisan di sisi pintu hingga terjatuh. Hal itu langsung membuat Bastian menoleh ke belakang dan mengerutkan kening.

Seperti maling yang terciduk, wajah Arandita terlihat pias. Wanita itu langsung mengambil lukisan dan menaruh ke tempat semula. Demi untuk menutupi rasa malunya yang ketahuan mengintip, Arandita terus melanjutkan langkah masuk ke dalam dapur sambil memegang leher.

"Tenggorokanku sakit sekali," gumam wanita itu lalu mengambil air hangat untuk diminum sedangkan Bastian sendiri sama sekali tidak mengindahkan keberadaan Arandita di sana. Pria itu langsung keluar dari dapur sambil membawa minuman yang sudah berhasil dia buat tanpa sepatah katapun.

Esok hari semua keluarga sudah berkumpul di meja makan. Arandita merasa canggung karena di meja makan didominasi laki-laki dan hanya dia seorang yang perempuan. Mama dari Bastian sudah tiada sehingga hanya Arandita seorang diri yang kelilingi tiga lelaki.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status