"Apa kau bilang? Wanita simpanan sahabat sendiri?"
Scarlett melemparkan tatapan menghina pada Ava sambil memindai penampilannya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Ava hanya mengenakan blouse putih tangan panjang dan dipadu rok pensil abu di bawah lutut. "Kapan tepatnya aku pernah bersahabat dengan karyawan rendahan sepertimu?" cemooh Scarlett dengan sorot merendahkan.Ava tertegun sejenak mendengar ucapan dan tatapan Scarlett yang begitu menusuk. Baru saja dia ingin membuka mulut, Scarlett lebih dulu berbicara sambil melambaikan tangan."Ah, siapa sebenarnya yang dijadikan wanita simpanan James?" cibir Scarlett dengan senyum licik. "Kamu atau aku? Biar aku tebak, kamu tak kunjung hamil karena James tak mau tidur denganmu sejak kalian menikah, bukan? Lihatlah, sepertinya dia begitu mencintaiku sampai bersedia memenuhi permintaanku. Aku bilang dia boleh menikah denganmu, tapi aku melarangnya tidur denganmu. James hanya milikku, Ava …""Kamu—""Uh … ya, aku lupa," Scarlett dengan licik tak memberi Ava kesempatan untuk menukas ucapannya. "Sebaiknya aku memberitahu kabar bahagia ini padamu. Aku dan James akan segera memiliki anak dan kami akan segera menggelar pernikahan akhir tahun ini."Ava menelan gumpalan sebesar gunung Everest yang menyangkut di kerongkongannya. Manik mata kecoklatan Ava yang semula terbakar amarah kini berubah menjadi sebuah rasa sakit yang terpancar begitu jelas.Dia memandang James dengan tatapan tak percaya sekaligus menahan kuat-kuat agar air matanya tak meluncur jatuh."Apa benar yang dikatakan Scarlett?" tanya Ava pada James dengan wajah dingin. "Apa itu alasanmu selalu menolakku berhubungan dan takut memiliki anak dariku?""Jangan berbuat onar di sini!" James menarik pergelangan tangan Ava dengan kasar dan menjauhi meja. "Aku begini juga karena kamu. Biar aku perjelas mengapa—""Aku tak ingin mendengar penjelasanmu," potong Ava tanpa ekspresi dan berusaha menarik tangannya dari cengkraman James. "Kamu cukup jawab benar atau tidak apa yang dikatakan Scarlett?"Rahang James terkatup rapat seolah-olah dia ingin menelan Ava. Matanya yang gelap kian menajam sampai urat lehernya tampak mengeras ketika berkata, "Ya. Itu benar! Apa kau puas?!"Pengakuan tegas James bagaikan pedang bermata tajam yang menusuk tubuh Ava sampai menembus tepat ke jantungnya.Jemari kecil Ava terkepal erat sampai buku-buku kulitnya memucat, menahan diri agar tidak meledakkan amarah hingga membabi buta."Seingatku, James," kata Ava dengan pandangan yang mulai mengabur ketika bulir-bulir air mata mulai menganak sungai di pelupuk matanya. "Kamu bersumpah akan mencintaiku saat mengikrarkan janji pernikahan. Begini caramu memperlakukan orang yang kamu cintai? Kamu bukan saja membohongiku, tapi membohongi dirimu sendiri selama hidup berumah tangga denganku. Hhh … aku baru sadar. Bahkan, kamu berani berbohong di hadapan Tuhan dan pendeta saat mengikrarkan janji suci pernikahan satu tahun lalu? Kamu mencintai orang lain, tapi di hadapan Tuhan dan para jemaatnya kamu menggaungkan—""Jangan bawa-bawa Tuhan dalam perkara ini, sialan!" James kontan memelototi Ava dengan bengis. "Lagi pula, aku akan menikahi Scarlett juga demi kebaikan kita. Selama ini aku sudah mencukupi kehidupan dengan—""Dengan beribu-ribu dusta yang kamu suguhkan setiap harinya padaku selama satu tahun?" Ava tak memberi kesempatan pada James untuk menukas ucapannya. "Sudah diketahui fakta bahwa kamu berbohong dan berkhianat, kamu malah menyalahkanku? Apa ini arti sumpah yang kau gaungkan di depan pendeta saat mengatakan kau akan mencintaiku seumur hidupmu?""Hhh, Ava yang naif dan idiot!" Scarlett tak tahu sejak kapan muncul di samping mereka.Saat Ava menoleh, Scarlett memutar bola mata dengan jemu dan mencibir, "Logikanya, mana ada orang yang mengatakan cinta setiap hari jika dia bahkan tak mau menyentuhmu? Apa itu yang kamu pikir cinta, Ava? Apa kamu masih kebanyakan tidur seperti saat kuliah sampai-sampai gagal menyusun skripsi, lalu dinyatakan tidak lulus karena kebanyakan tidur dan hidup hanya dalam mimpi? Ah … aku lupa, kamu itu dikeluarkan dari kampus karena tak membayar kuliah sebanyak 4 semester. Uhh, kamu benar-benar hanya hidup dalam mimpi sampai menduga bahwa cintamu yang hanya dalam mimpi itu terwujud menjadi kenyataan."Dengan pipi berlumuran air mata, Ava menatap penuh kebencian pada Scarlett. Dia tak ingin menjawab ucapan wanita ular itu, tetapi Ava masih memiliki tenaga untuk mengangkat secangkir kopi panas di atas meja dan hendak melempar pada Scarlett.Namun, belum sempat dia menyiramkan kopi tersebut pada Scarlett, tiba-tiba saja James mendorong tubuh Ava sampai dia terhuyung jatuh dan kopi panas tersebut tersiram di bajunya sendiri."Apa yang kamu lakukan pada calon istriku yang sedang mengandung anakku, Ava?!"Seakan belum cukup mengetahui fakta tentang suami yang berselingkuh dengan sahabatnya, sikap James yang mengerikan seperti itu bagaikan air garam disiramkan pada luka yang masih basah.Dia menengadahkan wajah dan mendapati wajah James menatapnya dengan marah. Benarkah suaminya itu bahkan sebegitu tega mendorongnya sampai terjatuh memalukan di depan banyak orang demi melindungi selingkuhannya?James melihat Scarlett baik-baik saja, lalu dengan menahan kesal dia mengulurkan tangan untuk membangunkan Ava, tetapi istrinya itu buru-buru mendorong suaminya dengan wajah merah."Tanganmu yang menjijikan itu jangan berani-beraninya menyentuhku, James!" berang Ava dengan rahang terkatup rapat sampai urat-urat lehernya mengencang. "Aku—""Huh, lihatlah kelakuanmu, Ava!" tegur Scarlett dengan sengit, lalu menarik tangan James seolah tak rela melihat James ingin membantu Ava. "Tak heran kenapa suamimu lebih nyaman denganku. Begitukah caramu memperlakukan orang yang kau sebut sebagai suami? Perempuan tak tahu diri!"Pernyataan itu lebih parah menikam hati Ava sampai dia bahkan bisa mendengar bagaimana hatinya pecah berkeping-keping.Sekarang terjawab sudah alasan mengapa James selalu menolak berhubungan intim dengan alasan lelah bekerja, semua itu tak lain karena dia hanya dijadikan permainan saja oleh James— entah apa tujuan pria itu mempermainkannya.Ava berhasil bangkit berdiri sambil menelan gumpalan air mata. Ditatapnya penampilan sang suami dengan sorot yang begitu dingin."Kau tak berhak berbicara begitu padaku, Scarlett!" ujar Ava dengan suara dingin. "Seperti apa aku memperlakukan suamiku, itu bukan urusanmu…"Ava melemparkan tatapan penuh kebencian pada James, sorot matanya menyala-nyala seakan dia siap membakar apa yang dilihatnya. "Tapi pria yang ingin kamu jadikan sebagai suami itu… James Horner yang bajingan itulah yang seharusnya—"Plak!Sebuah tamparan keras yang dilayangkan James berhasil mendarat di pipi Ava dan menghentikan kalimat yang belum selesai Ava ucapkan.Sementara Rick langsung menginterupsi kepala pelayan agar menyelidiki lebih jelas. Sena membawa bukti liontin yang ditemukan di kamar Maria, tentu saja itu membuktikan pelakunya adalah beliau.Hanya saja, Rick percaya masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Maria. Akhirnya dia meminta Sena untuk menyelidiki dengan cara lebih spesifik.Satu jam kemudian.Sena datang ke ruang kerja Rick."Tuan, masalah yang terjadi kali ini adalah kelalaian saya. Maaf, membuat hubungan Anda dengan Nyonya Maria menjadi retak," kata Sena, penuh sesal. Dia sudah bertahun-tahun bekerja di bawah naungan Esmee, tetapi masalah kali ini berakibat fatal."Jadi, siapa pelakunya?" Rick berkata dengan dingin."Pelayan yang baru bekerja dua bulan lalu, tetapi karena ketakutan, akhirnya dia menyimpan liontin Nyonya besar di kamar Maria." Sena menunduk menjelaskan dengan terperinci.Rick menyipitkan mata sebelum berkata, "Pergilah, urus kompensasi yang pantas. Jangan biarkan dia bekerja di sini lagi, cari p
Keesokan harinya.Meskipun saat itu adalah akhir pekan, Rick dan Ava tetap bangun lebih awal karena harus bekerja di laboratorium.Ketika turun, Maria sedang berjibaku memasak di dapur."Bu, biar pelayan yang mengurusnya," kata Ava dengan prihatin.Maria tersenyum sebelum menjawab, "Aku tak mungkin diam di sini tanpa melakukan apa pun."Ava menghela napas panjang, tentu saja dia tahu sang ibu tak bisa dilarang, dan dia tahu jelas apa yang ada dalam pikiran Maria."Kita lakukan bersama," kata Ava.Ketika Rick turun, sarapan di meja makan sangat biasa. Hanya pancake caramel polos, salad buah, dan secangkir espresso untuk Rick. Jika dibandingkan sarapan berat Keluarga Martinez, ini terlalu sederhana.Ava melihat wajah Rick, beruntunglah pria itu tak menampakkan ekspresi apa pun. Padahal jelas betul dia tak suka makanan manis. Ava menyiapkan beberapa lembar pancake di atas piring untuk Rick."Suka sarapan ini?" tanya Rick dengan lembut."Tentu, Putriku tak bisa lepas dari makanan manis. A
Satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan.Saat keluar dari mobil, Rick tak melepas tangan Ava, menggenggam dengan erat sebelum berkata, "Istriku, tenanglah."Rick menghubungi Felix agar datang dan mengurus kekacauan.Hati Ava bagai tertusuk duri saat melihat Maria duduk tak berdaya di atas tanah. Dia langsung berlari memeluk ibunya yang tersedu-sedu."Putriku, siapa yang sudah tega menghancurkan rumah kita? Rumah kita yang seperti ini bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan hingga seperti ini."Mata Ava terasa panas saat mengusap-usap punggung sang ibu. Ditatapnya kondisi rumah mereka, lebih kacau dari kerusakan yang dibayangkan. Semua jendela hancur, barang biasa dan benda berharga bagai tumpukan sampah, pecah berkeping-keping.Dalam rumah yang tak besar itu dirinya dibesarkan oleh Maria. Detik berikutnya, lutut Ava gemetaran. Dia menggigit bibir dengan erat, tak ingin air mata jatuh di depan Rick dan sang ibu."Bu, tidak apa-apa. Ada aku, putrimu. Kita renovasi dari awal,
‘Kembalikan anakku!’"Tuan James, tolong jangan sembarangan bicara!" Suara Rick tak kalah dingin. Pandangan kedua pria itu sama-sama mencekam."Aku tidak sembarang bicara. Scarlett tidak akan keguguran jika Ava tidak mendorongnya." James bersikeras menekan."Perhatikan ucapan Anda! Sedikit hempasan tidak akan membuat orang terjatuh hingga keguguran," timpal Rick, tegas.Rick jelas tahu betul. Jika benar itu penyebabnya, berarti sudah dipastikan dari awal kehamilannya tidak kuat. Atau, mungkin ibu hamil tidak dalam kondisi yang baik untuk mengandung."Ava, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Bukan kali pertama aku melihatmu berusaha mencelakai Scarlett! Kamu benar-benar manusia berdarah dingin!" James tak puas mencecar Ava."Aku tidak, a-aku tidak pernah mencelakai dia," jawab Ava, terbata-bata. Tak dapat dipungkiri, dia saat ini sangat tertekan."Jangan mengelak lagi, Ava. Aku akan membalas ….""Anda tak punya cukup bukti untuk menuduh istriku. Jaga batasan Anda!" Rick tegas mem
Ava bergegas masuk dan mendorong James sambil berkata, "Apa kalian tidak mengerti Dokter Rick sudah menolak? Tolong hargai keputusannya!"James mendelik tajam menatap Ava. "Orang yang akan mati pun tidak ditolong? Ava, begitukah sifat suamimu?" James bertanya dengan sinis.Ekspresi Ava seketika menggelap. Dia tak terima saat seseorang menjelekkan suaminya."Aku percaya padanya. Dokter Rick memiliki alasan tersendiri, untuk apa kalian masih bersikeras di sini? Seberapa kuat kalian berusaha tetap tidak artinya 'kan?" Ava menegaskan kata-katanya.Rick yang berdiri di belakang Ava, diam-diam tersenyum tipis mendengar bagaimana sang istri membelanya. Ingin sekali rasanya memeluk wanita mungil itu. Hatinya terasa hangat. Ah. Ava sungguh sempurna di mata Rick.Scarlett tiba-tiba meraung. "Jika ada dokter yang bersedia menangani bibiku, aku tak sudi datang memohon padanya!"Ava tersenyum sinis sebelum menjawab, "Nona Scarlett, jika tak ada dokter yang bersedia, itu berarti masalah ada pada di
Kediaman Keluarga Martinez.Ketika selesai makan malam, Ava berencana mengganti perban Rick. Selama suaminya terluka, selalu Rick sendiri yang mengganti karena dia tak tahan melihatnya.Berbeda dengan malam ini. Sejak tadi siang, Avabmempertimbangkan untuk kembali meraih cita-cita sebagai dokter. Dia berpikir sepertinya sekarang harus mulai berani menangani luka bakar di tangan Rick.Saat di universitas dulu, dia tentu sudah belajar tentang perawatan dasar. Jadi cukup mengerti bagaimana menangani luka Rick.Hanya saja, setiap melihat luka di tangan Rick dia merasa tidak sampai hati. Lukanya memang tak besar, tetapi cukup membuat hati Ava terasa sakit."Tidak tega?" Rick mengangkat wajah Ava.Ava mendongak, sinar matanya memancarkan kerapuhan yang menyayat-nyayat hati. Detik selanjutnya, dia menghindari tatapan Rick."Tidak juga," jawab Ava, mengelak.Rick meraih dagu sang istri agar tetap menatapnya sebelum kembali bertanya dengan lembut. "Air mata saat itu bukan menangis untukku, hmm