"Berhenti mengoceh seperti ibu-ibu! Fokus saja menyetir! Kau bahkan lebih bawel ketimbang Tante Sinta!" sergap Smith saat Janu berbicara panjang lebar membujuknya agar mau pulang dalam perjalanan menuju kampus.
"Smith, mau sampai kapan kau kabur dari rumah? Bukankah kita harus segera menikah?" Janu masih ngeyel dengan pendiriannya untuk mengajak Smith kembali ke rumahnya. Bukan lantaran ia takut pada ancaman ayahnya Smith, melainkan karena Janu percaya bahwa lari dari masalah tidak akan pernah membuat suatu masalah selesai. Bahkan hanya akan mempersulit keadaan saja.
"Aku tidak kabur dari rumah. Apa kau tidak tahu, sejak tadi malam para bodyguard Ayah selalu mengawasi kita?"
"Benarkah? Apa mereka juga mengintai kita sekarang?" tanya Janu sambil celingukan ke kanan dan ke kiri. Sejujurnya ia selalu merasa ada yang mengawasi setiap kali berada bersama Smith.
Janu tidak mengerti jika perasaannya itu bukan tanpa a
Suasana di kediaman Tuan Hendry Sasongko masih tegang. Tidak ada banyak percakapan di sana. Suara Sinta yang biasanya selalu menggelegar dan meramaikan rumah itu juga tidak banyak terdengar.Suasana yang sangat menegangkan itu tidak lain adalah karena sikap Hendry yang mendadak menjadi sangat dingin. Segala pertikaian yang semalam terjadi masih juga terbayang di ingatan semua orang. Hendry bahkan tidak terlihat tersenyum sama sekali. Bibirnya begitu rapat, tatapan matanya sangat tajam, dan hampir tidak terdengar suaranya. Hendry hanya diam dengan tulang-tulang rahang yang mengeras menjadi batu."Hari ini Smith pergi ke kampus bersama dengan Janu. Kalau sampai petang nanti Janu tidak juga mengajak Smith pulang, aku pastikan pemuda itu tidak akan pernah bernapas selamanya," ucap Hendry dalam keheningan makan siang. Setelah sebelumnya yang terdengar hanyalah suara dentingan sendok, garpu, dan piring.Orang-orang di meja mak
"Kau? Apa yang kau lakukan di sini? Kurang aj*r! Setelah semua kegaduhan yang kau lakukan semalam, kau masih berani datang ke mari? Pergi sana! Pergi jauh-jauh!" sambar Sinta sembari mendorong pemuda yang datang bersama tamu lainnya.Sudah barang tentu itu Janu. Benar, sesuai kesepakatan, Janu mengantar Smith pulang usai perkuliahan berakhir. Semestinya masih ada satu kelas lagi. Namun, berhubung dosen berhalangan hadir karena ada tugas lain, para mahasiswa hanya mendapat tugas sebagai pengganti pertemuan."Tante! Apa Tante sudah tidak waras? Janu datang ke mari mengantarku pulang ke rumahku, tempat Tante dan Sisil menumpang. Apa Tante ingin aku pergi dari rumah ini selamanya? Lalu Tante bisa menguasai rumah ini, begitu?" sahut Smith dengan suara yang sengaja dilantang-lantangkan. Ia memang ingin ayahnya mendengar segalanya."Kurang aj*r! Kau semakin berani saja padaku. Tidak ada hormatnya sama sekali! Apa kau sudah lupa bagaimana l
Sisil berdiri dan hendak mengikuti mamanya yang pergi ke kamar. Batinnya sungguh tidak kuat jika harus menyaksikan apa yang akan terjadi di ruangan itu. Namun Smith menahannya dengan ucapan yang membuat Sisil tidak mampu untuk menolak."Walau bagaimanapun, kau adalah saudaraku. Akan sangat bagus jika kau mau tetap tinggal di sini dan menjadi saksi hal penting yang akan terjadi dalam hidupku. Keberadaanmu di sini akan sangat berarti," begitulah kata Smith membuat Sisil duduk kembali di atas sofa.Smith pikir, semua sandiwara itu dilakukan utamanya untuk Sisil. Untuk membuat hati gadis itu benar-benar hancur berkeping-keping, hingga tidak ada sisa lagi untuk bahagia.Semua akan menjadi kurang seru jika Sisil meninggalkan ruangan itu. Sisil harus tetap tinggal dan menyaksikan prosesi lamaran yang dilakukan pemuda yang sangat disayanginya pada gadis lain yang merupakan saudara sambungnya sendiri. Tragis. Tapi menyenangkan untuk Smith.
Hendry tersenyum tipis. Ia terkesan dengan keberanian Janu. Juga perjuangannya demi untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari tangannya sendiri.Dari wajah Janu terlihat jelas kalau pemuda itu bahkan tidak memikirkan soal harta warisan. Ia sama sekali tidak peduli pada kekayaan calon mertuanya yang tidak akan habis sampai tujuh turunan."Sekarang katakan padaku, akan tinggal dimana kalian setelah menikah?"Pertanyaan Hendry tersebut sama sekali tidak mengagetkan Janu sebab dari awal ia tidak berharap akan hidup menumpang di rumah mertuanya. Justru Smith-lah yang kembali terkejut mendengarnya.Pasalnya, Smith sudah sangat berharap akan tinggal di rumah itu setelah ia dan Janu menikah. Smith tidak menghendaki tinggal di tempat lainnya. Sebab ia sangat ingin membuat Sisil dan Sinta angkat kaki dari rumah itu dengan sendirinya karena tidak sanggup lagi menahan sakit hati. Namun sang ayah bertanya seolah dirinya
Sinta memang telah masuk ke dalam kamarnya sejak tadi. Tapi ia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Jangankan untuk tidur, berbaring saja Sinta tidak betah.Perempuan itu sedari tadi mondar-mandir di samping tempat tidurnya. Ia merasa sangat gelisah karena tidak bisa mengikuti apa yang sedang terjadi di ruang tamu.Apakah lamaran Janu diterima atau ditolak? Apakah setelah ini Smith akan tinggal di rumah itu atau dibiarkan tinggal di luar sana? Dan segala macam pertanyaan yang membuat pikirannya semakin kusut saja."Sial! Aku sudah bertindak sangat bodoh karena membuat suamiku emosi. Sekarang akibatnya aku tidak tahu apa-apa! Bagaimana jika Smith menghasut ayahnya untuk menceraikanku? Bagaimana kalau gadis kepar*t itu meminta ayahnya untuk mencoret Sisil dari daftar pewaris kekayaan. Bangs*t! Kenapa aku harus diam di tempat ini ketika Smith sedang meluncurkan serangannya? Jika aku ada bersama mereka sekarang, aku bi
Sinta berjalan menuju dapur setelah mencium aroma masakan yang menggugah selera. Ia berjalan masih dengan memegangi kepalanya yang sudah hampir pecah karena pikiran kusutnya yang tidak lekas selesai.Namun dalam kondisinya yang sudah seperti orang terkena sakit berat itu, Sinta masih bisa tersenyum lantaran belum dipertemukan dengan wajah putri sambungnya, si Gadis Singa Jantan yang sangat menyebalkan, Smith!"Akan sangat bagus jika gadis itu mengurung diri selamanya di kamar. Sampai mamp*s! Melihat wajahnya bisa membuat amarahku mencapai puncak langit," gerutu Sinta yang mulai memasuki dapur."Iya, Nyonya. Apa Nyonya mengatakan sesuatu?" tanya Bibi Ipah sambil mengecilkan nyala api kompor karena mendengar suara Sinta tapi hanya samar-samar saja."Apa Bi? Tidak ada yang berbicara pada Bibi! Aku bicara sendiri! Eh, tapi kenapa Bibi masak banyak hari ini? Apa akan ada tamu penting yang datang?" kata Sinta setelah meli
Ruang makan kediaman Hendry Sasongko memang selalu membuat takjub siapa pun yang memasukinya. Interior yang sangat mewah tampak sangat memesona dengan lampu hias yang sangat indah.Selain itu, segalanya menjadi tampak sempurna dengan adanya kedamaian di sana. Kedamaian adalah hal yang sangat sukar ditemukan di rumah Hendry. Padahal itu merupakan hiasan paling newah nan berharga yang tidak bisa dibeli, hanya bisa diciptakan. Meski bunyi benturan peralatan makan terdengar berdentingan, tidak ada kegaduhan yang muncul bersama perselisihan di sana.Benar, saat ini makan malam bersama memang sedang berlangsung dengan formasi yang lengkap. Hendry terlihat terus saja menyunggingkan senyum atas ketenangan dan kelancaran acara. Ia sangat senang karena Sinta tidak banyak bicara seperti pada makan malam sebelumnya.Sebenarnya pening di kepala Sinta masih terasa. Tapi ia memaksakan diri untuk tetap mengikuti makan malam itu ka
Smith lekas-lekas berdiri dan berjalan mendekati Sinta. Ia juga menggandeng tangan kiri Sinta dan tersenyum manis layaknya seorang anak yang begitu menyayangi ibunya.Sudah barang tentu hal itu membuat Sinta ingin menepis tangan Smith hingga patah. Tapi apa yang ia lakukan justru menunjukkan sebaliknya. Sinta tersenyum lebar dan menoleh sejenak ke arah suaminya, seperti hendak mengatakan bahwa hubungan dirinya dengan smith sudah membaik. Sebagai balasannya, Hendry mengangguk dengan senyum lebar, juga memberikan acungan jempol kanan.Smith dan Sinta pun berjalan perlahan menuju kamar mandi tanpa membawa kecemasan yang saat ini sedang mendiami halaman hati Sisil. Sisil merasa begitu khawatir kalau-kalau di dalam kamar mandi nanti mamanya dan Smith terlibat dalam pertikaian, yang sampai menggunakan kontak fisik.Sisil sungguh ingin ikut ke kamar mandi untuk memastikan semua baik-baik saja. Tapi Sisil tidak bisa melakukan itu. Ia tidak ingin mengganggu k