Share

Pernikahan Politis
Pernikahan Politis
Author: Ana Sh

1 Akad Nikah

Author: Ana Sh
last update Last Updated: 2022-04-01 15:17:39

Wong lanang itu ya, enggak bisa apa sebentar saja menduda. Baru 100 hari istrinya meninggal, sekarang sudah nikah lagi,” cibir Yu Warni, penjual lontong kupang. Dagangannya hari ini dipesan oleh keluarga Kiai Salman, sebagai salah satu menu hidangan acara walimah akad nikah putri keduanya, Arisha Luana.

            “Denger-denger, Yu, ini itu bukan pernikahan biasa, loh. Tapi demi tetap mendapat dukungan Kiai Salman. Wis ngerti toh kalo Gus Akhtar itu bakal maju di pilkada sesuk?” ungkap asisten Yu Warni yang ikut menata lontong di atas piring.

“Sssst …” Yu Warni menempelkan jari telunjuk di bibirnya, memperingatkan asistennya agar diam. Kedua wanita paruh baya itu kini mengunci rapat-rapat mulutnya begitu calon mempelai putri melintasi mereka. Rombongan keluarga Kiai Salman bergerak menuju masjid pondok. Tempat melangsungkan janji suci itu masih satu halaman dengan kediaman Kiai Salman. Pun dengan rombongan mempelai putra. Dua mobil yang membawa mereka sudah memasuki pelataran komplek yayasan.

Sabtu, 22 Agustus 2020 pukul 10.00 WIB, dalam suasana pandemi virus korona, prosesi pernikahan ini akan dilangsungkan. Tak ada acara walimah mewah yang digelar. Undangan dibatasi 50 orang persesi. Keluarga pengiring pengantin pun diberlakukan aturan yang sama. Protokol kesehatan dilakukan dengan tertib agar tidak dibubarkan Satgas covid-19. Termasuk menyediakan tempat cuci tangan dan alat pengukur suhu di depan pintu masuk tenda pengantin.

Semua pihak yang terlibat dalam prosesi akad nikah telah menempati posisinya masing-masing di dalam masjid. Dengan baju pengantin warna putih tulang, putra Kiai Mansur itu menghadap penghulu dan Kiai Salman.

“Sudah siap, Gus Akhtar?” tanya Pak Penghulu memastikan.

“Insyaallah,” jawab Akhtar tenang.

Sementara itu, Arisha terus menunduk diapit Umi Anis dan calon ibu mertuanya. Kedua jemarinya saling bertaut, berharap bisa menetralisir rasa gugup. Saat jari lentik itu dipegang ibunya, terasa dingin bak bongkahan es. Arisha meresapi detik-detik mengakhiri status lajangnya yang tak sesuai impian.

 “Baik, kita mulai, inggih!” Pak Penghulu menyisirkan pandangan ke sekitar, memastikan semua pihak sudah siap. “Yang akan menikahkan langsung wali dari mempelai putri,” tegasnya.   

            Tak ada hadirin yang berbicara. Semua mata tertuju pada tiga orang di tengah-tengah ruang utama masjid, kecuali Arisha. Ia tetap menunduk. Ibunya memeluknya lembut, seolah memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja. Lalu suara dari mikrofon yang hanya menjangkau area dalam masjid terdengar.

            “Saudara Muhammad Akhtar, mau menggunakan lafaz bahasa Indonesia atau Arab?” tanya Pak Penghulu.

            “Bismillah, bahasa Arab, Pak.”

            “Baik, kita mulai.” Semua orang serasa menahan napas, tak terkeculi kedua mempelai.

            Akhtar meraih uluran tangan Kiai Salman. Tangan pemuda itu dipegang kuat, lalu beliau berucap, “Ankahtuka w* zaww*jtuka makhtubataka Arisha Luana Binti Muhammad Salman al Farisi ‘ala mahri ‘ishrot dananir haalan.”

            “Qobiltu nikahaha w* tazwijaha 'alal mahril madzkuur w* rodhiitu bihi, w*llahu w*liyyut taufiq,” jawab Akhtar tegas tanpa jeda.

            “Bagaimana hadirin … apakah sah?” tanya Pak Penghulu kepada para saksi dan segenap keluarga yang ikut menyaksikan perjanjian yang mengguncang langit itu.

            “Sah!” jawab semua orang yang hadir. Gemuru suaranya terdengar hingga ke luar masjid.

            “Alhamdulillah!” Kemudian Pak Penghulu melantunkan doa untuk mempelai berdua, "Barokallohu laka w* baroka 'alaika w*jama'a bainakuma fii khoir.”

           

            Para pengunjung pun serentak mengulang lafadz doa tersebut. Sementara Akhtar dan Arisha, keduanya mengucapkan “Aamiin …”

            “Saudari Arisha, silakan maju untuk tanda tangan buku nikah dan foto bersama!” panggil salah seorang petugas KUA. Dengan gemetar, perempuan bergaun putih tulang yang dilapisi brukat tile dengan kombinasi payet itu melangkah. Kini ia sudah duduk sejajar dengan Akhtar. Buku nikah sudah ditandatangani. Mereka melakukann foto bersama dengan menunjukkan buku nikah masing-masing.

            Fotrogafer mengarahkan Arisha untuk mencium tangan suaminya. Dengan gugup, tangan yang tak pernah tersentuh lelaki bukan mahrom itu melakukan perintah sang juru foto. Karena ada instruksi untuk menahan adegan itu beberapa saat, Akhtar juga merasakan dinginnya tangan perempuan yang sudah sah menjadi istrinya.

            “Sekarang cium keningnya!”

            Perintah itu membuat Arisha mendongakkan kepala dan menahan napas. Ia tak menyangka Akhtar menuruti dengan sigap. Perempuan setinggi 165 cm itu sedikit menundukkan kepala. Saat tangan Akhtar memegang ujung kepala dan mendaratkan bibirnya di kening, Arisha seperti menaiki balon udara yang melayang di angkasa.

            Intensitas reaksi emosional dan fisik yang tidak dikehendaki menghantam perempuan itu dengan begitu kuat dan membuatnya terpedaya. Perpaduan berbahaya antara simpati dan hasrat. Terutama hasrat. Arisha buru-buru berpaling saat Akhtar sudah menarik wajahnya. Untungnya ia masih bisa menahan tubuhnya tetap berdiri tegak. Ia mencemooh diri. Bagaimana mungkin akan berhasil menggagalkan rencana Akhtar mencalonkan diri sebagai wakil bupati jika mendapat sentuhan sedikit saja tubuhnya sudah lengah?

            Ucapan selamat dan ajakan foto bersama keluarga menyelamatkan Arisha dari situasi yang membuatnya sangat canggung. Bahkan ia tak dapat membayangkan bagaimana rona mukanya saat ini. Perempuan berwajah tirus itu tetap tersenyum. Dengan begitu ia berusaha menutupi gemuruh dalam dirinya.

            Usai prosesi akad nikah disusul serah terima serta tausiyah, keluarga diarahkan untuk menikmati aneka hidangan yang sudah tertata di tenda samping masjid. Ada Soto Lamongan, lontong kupang, lontong kikil, sate gule, gado-gado, tak tertinggal menu khas Jawa Timur, rawon. Juga menu penutup lainnya seperti bubur ketan, rujak manis, es krim, dan es sop buah.

            Tempat jamuan yang dipisah antara tamu laki-laki dan perempuan itu menjadikan Arisha bisa bernapas lega. Ia masih butuh penyesuaian saat berdekatan dengan Akhtar. Hingga sebuah sapaan membuyarkan lamunannya, “Assalamu’alaikum pengantin baru, ngelamun saja.” Fatimah, teman kuliah Arisha termasuk dalam daftar nama yang diundang.

           

            “Hm … mendadak sekali. Baru sebulan menginjak tanah air, sudah nikah saja. Gimana nasib Musthofa? Bukannya di bandara kemarin dia minta alamatmu? Kukira kalian berdua akan menikah?” cerca Fatimah yang masih syok dengan keputusan sahabatnya.

            “Kalo aku ceritakan semuanya sekarang, kamu enggak jadi makan. Padahal setiap tamu hanya dibatasi durasinya sejam, gantian sama sesi berikutnya. Yuk, kita makan saja. Kamu mau apa?” Arisha bangkit dari kursi pelaminannya lalu menarik tangan Fatimah menuju deretan menu.

            Gadis berwajah manis itu menggeleng pendek. Jujur ia merasa takjub dengan keputusan sahabatnya yang mengakhiri masa lajang dengan mantan kakak ipar. Sesuatu yang mungkin tak  akan sanggup ia lakukan. “Oke, janji suatu saat nanti kamu akan cerita, ya.” Fatimah menggenggam erat kedua tangan sahabatnya. Lalu Arisha mengangguk. “Dan kamu bahagia ‘kan, Sha, menjalani ini?”  

            Pertanyaan yang terlalu dini. Bahkan Arisha pun tak mampu mendeteksi apakah dirinya bahagia atau tidak saat ini. Namun satu yang pasti. Arisha bukanlah gadis muda yang bodoh dengan pikiran konyol. Ia tetap punya impian mengabdikan ilmunya untuk kebaikan umat, meski bukan dengan pria yang selama ini memenuhi mimpinya menjadi mitra sejati dalam hidup dan cinta.

.

.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Politis   38 Menebus Rindu

    “Mas Akhtar!” seru Arisha dengan mulut menganga. “A-aku enggak mimpi, ‘kan?” tanyanya hampir tercekat. Melihat sosok yang berada di hadapannya menggelengkan kepala, netra wanita yang telah menanggung rindu belasan bulan itu basah.Lelaki yang membuatnya terpanah kini merentangkan kedua tangan sambil bergerak pelan mendekatinya. “Assalamu’alaikum, aku pulang, Sayang.” Sapaan Akhtar terasa lembut menyapu daun telinga Arisha. Tubuh wanita itu masih kaku saat Akhtar merengkuhnya erat. Arisha hanya mampu menyandarkan kepala pada dada bidang di hadapannya. Seketika kemeja Akhtar basah terkena lelehan air mata sang istri. Lelaki itu mengangkat wajah Arisha dan mengusap air mata yang bercucuran dengan jempolnya meski percuma. Sebab buliran bening itu terus menganak sungai.“Pan-Panjenengan sudah bebas?” tanya Arisha terbata beserta raut tak percaya.Akhtar mengangguk pelan.“Bu-bukannya masih sebulan lagi?”Akhtar menggeleng. “Apakah kamu ingin sebulan lagi aku baru bebas?” tantangnya. Ari

  • Pernikahan Politis   37 Setahun Tiga Bulan

    Angin berhenti berembus. Menjadikan kulit terasa lembab, basah oleh keringat. Di ruang tamu bercat krem itu, Kiai Salman dan Kiai Mansur sedang bercakap. Perkembangan pondok pesantren menjadi topik utama perbincangan. Kemudian, obrolan mereka mengarah pada kasus yang menimpa Akhtar. “Kita sama-sama menduga kuat, jika pihak yang menjebak Akhtar ini adalah lawan politiknya, San. Hanya saja saya tak habis pikir, kenapa mereka sejahat itu?” ucap Kiai Salman dengan pandangan menerawang lalu kembali menatap besannya. Lelaki yang tidak mau terlibat aksi mendukung secara langsung siapa pun calon penguasa dalam masa pemilu itu sudah paham jika beberapa orang akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Baru sekarang ia merasakan langsung dampaknya kala menantunya dijebak. Hingga menyebabkan putrinya menanggung pilu. Maka, begitu Arisha mengabari bahwa ia hamil, Kiai Salman dan Umi Anis bergegas datang. Mereka hendak mengajak Arisha tinggal bersama.“Saya masih kontak dengan Kiai Yass

  • Pernikahan Politis   36 Positif

    Akhtar menatap kepergian Arisha dari balik kaca. Pria itu menyimpan senyum bercampur lara yang tersungging dari bibir istrinya. Meski berusaha tegar, Akhtar paham wajah wanita itu tampak rapuh. Walau auranya tetap setenang cahaya bulan di permukaan danau.Saat punggung istrinya hilang ditelan belokan koridor, Akhtar membalikkan badan dan menuju ke kamar tahanan. Ia teringat semangat yang digulirkan Arisha. Bakda Subuh itu, kabar hasil penghitungan suara dari tim pemenangan sudah dikirim, Yassir-Akhtar dinyatakan kalah.“Panjenengan tetap jadi orang penting meski mboten jadi wakil bupati, Mas,” bisik Arisha lembut. Ia mengatakannya sambil meletakkan tangan di pipi Akhtar.Kepala lelaki itu berada di pangkuan istrinya. Jari lentik Arisha menelusuri cambang tipis perlahan. Belaian ringan itu menimbulkan hangat dan kini membuat kepala Akhtar berdenyut-denyut nyeri kala mengingatnya. Yang Arisha bisikkan terasa sangat intim melebihi sentuhan di pipi.Begitu mendengar kabar kekalahannya, se

  • Pernikahan Politis   35 Setangguh Khadijah

    “Kalo kamu pingin nginep di rumah abah dan umikmu enggak apa-apa, Ning.” Umi Hanum memberi saran. Ia tidak tega melihat menantunya itu tinggal di rumah sendirian. Meski sejak Akhtar ditahan, Umi Hanum menjadwalkan dua orang santri putri tidur di kamar tamu menemani Arisha saat malam. “Mboten Umik, saya di sini saja,” jawab Arisha pelan.Bukannya tanpa maksud. Ada alasan tersendiri kenapa Arisha bersikeras tetap tinggal di rumah yang disediakan Akhtar untuknya. Sebab di sana ia bisa merasakan kehadiran suaminya dalam tiap sudutnya. Bahkan baju koko dan sarung yang terakhir Akhtar pakai, hingga kini tidak ia cuci. Sarung dan baju koko itu ia peluk setiap malam. Aroma Akhtar yang tertinggal, memberinya ketenangan. “Sudah saya cuci, Umik.” Arisha menyerahkan bunga kates gantung dalam wadah. Ia saat ini sedang di dapur, turut belajar memasak. Khususnya menu kesukaan Akhtar.Arisha berpikir keras apa yang bisa ia lakukan untuk suaminya yang sedang berada di penjara. Kiranya mereka dapat t

  • Pernikahan Politis   34 Dakwaan

    Rasa aman menyelimuti diri Akhtar. Sebab hingga bakda Isya tidak ada kabar yang menetapkannya sebagai buronan. Semua pintu dan jendela sudah ditutup, begitu pun gordennya.Mereka sudah beringsut di balik selimut. Arisha bercerita jika ia tadi siang hampir menyebutkan identitas dirinya kepada petugas kepolisian. Untungnya Umi Hanum mencegah, sehingga ia tidak perlu berurusan dengan aparat berbaju cokelat. “Panjenengan tadi sempat memberi orasi, Mas?” tanya Arisha sambil menarik selimut hingga menutupi lehernya. Hawa kian dingin setelah hujan mengguyur. Bahkan rintiknya sekarang masih terdengar berdenting di atas genting.Akhtar menggeleng, tetapi pandangannya masih menyiratkan kekhawatiran.“Alhamdulillah, berarti tidak ada yang tahu ‘kan, Mas, kalo Panjenengan di sana?”“Entahlah.” Lelaki itu kembali menggeleng. “Saat mendengar ledakan pertama kali itu, aku spontan berteriak mendekat ke orang-orang yang berusaha melempari mobil, Dik. Aku menghalau mereka agar menghentikan aksi anarki

  • Pernikahan Politis   33 Menimbun Kenangan

    “Mohon maaf dengan Ibu siapa? Bisa disebutkan nama suaminya?”Arisha hampir saja menyebutkan identitasnya, namun terhenti begitu lengannya ditarik. “Suaminya sudah pulang, Pak,” ucap Umi Hanum kepada petugas berseragam cokelat.Tanpa banyak bicara Umi Hanum mengeratkan genggamannya di pergelangan tangan Arisha dan berjalan cepat menghindari kerumunan. Petugas itu melihat dengan tatapan yang sulit diartikan.“Umik, benar Mas Akhtar sudah pulang?” tanya Arisha dengan napas ngos-ngosan. Ia menyamai langkah Umi Hanum yang berjalan cepat.“Gus Akhtar barusan telepon dan meminta kita segera pergi dari sini, Ning. Nanti dia akan menghubungi lagi.” Arisha masih belum paham apa yang sebenarnya terjadi. Namun, mengetahui suaminya masih hidup sudah membuatnya bersyukur. Kondisi halaman gedung DPRD yang porak-poranda cukup menggambarkan betapa kisruh demonstrasi beberapa jam yang lalu. Apalagi ia sempat mendengar pertanyaan wartawan tentang kemungkinan adanya korban jiwa. “Jadi sekarang Mas Akh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status