Share

Bab 4. Ancaman Viola

Author: Eka Pradita
last update Last Updated: 2023-11-15 13:13:16

Selamat membaca!

Viola kembali menatap Devan. Pria itu masih kelihatan kesal karena permintaannya tadi.

"Kenapa kamu diem aja? Kamu dengar yang saya bilang tadi, ‘kan? Sekarang kamu bisa pergi! Ingat! Rahasiakan apa yang kamu tahu dari semua orang!"

Viola mulai memainkan dramanya. Duduk kembali di tempat semula, lalu menangis di depan Devan seolah-olah pria itu sudah sangat menyakitinya. "Pak Devan jahat! Kenapa ngancem saya kaya gini, padahal Bapak yang jahat udah ngilang gitu aja tanpa mikirin perasaan saya? Sekarang begitu saya udah hampir move on, Pak Devan malah muncul lagi. Kenapa hidup saya bisa jadi tragis begini sih karena jatuh cinta sama Bapak? Saya udah nggak mau hidup lagi, lebih baik saya mati aja."

Viola sengaja mengeraskan suara tangisannya. Hal itu membuat Devan kalang kabut. Panik? Tentu saja, siapa yang tidak panik jika ada seorang mahasiswi menangis di ruangannya? Apa tanggapan orang yang nanti mendengarnya? Bisa-bisa mereka beranggapan jika Viola sedang meminta pertanggungjawabannya.

"Kamu kenapa jadi nangis? Udah jangan nangis! Diam, Viola, Diam!"

Viola bukannya menjawab. Gadis itu malah menambah suara tangisannya semakin keras. Aktingnya ternyata berhasil. Devan termakan drama yang dibuatnya meski sulit menahan tawa yang sudah berbaris di ujung lidah. Namun, Viola masih sanggup menahan, walau di dalam hati, tawa kerasnya seakan meraung sambil meledek sang dosen.

"Sudah, Viola, jangan nangis!" Dengan suara lembut, Devan mulai merayu Viola untuk diam. "Aduh, kalau ada yang denger Viola nangis kaya gini, bisa-bisa orang malah ngira kalau gue hamilin dia lagi," batin Devan, coba mencari akal agar Viola berhenti menangis.

Di tengah ketakutan Devan, tiba-tiba suara langkah kaki kian mendekat di depan ruangannya.

"Vi, tolong diem dulu, ya!" Devan terpaksa membungkam mulut Viola dengan kedua tangan. Membuat gadis itu langsung berdiri dan berada dalam dekapan Devan.

"Ya Allah, kenapa Pak Devan meluk gue? Jantung gue kan jadi berdebar nggak karuan gini," batin Viola, masih diam tanpa melawan. Terbuai dalam dekapan Devan yang menuntunnya ke sudut ruangan–di sebelahnya terdapat sebuah lemari buku.

"Kamu sembunyi dulu di sini!" Devan melepas tangannya dari mulut Viola yang sudah berhenti menangis.

"Tapi, Pak Devan mau nikahi saya, ‘kan?" Seolah mengerti posisi Devan saat ini, Viola mengatakan itu dengan berbisik.

"Nggak, pokoknya nanti kita bicarakan lagi baiknya gimana, oke!" Baru selesai menjawab pertanyaan Viola, tiba-tiba suara pria yang tentu saja tidak asing bagi Devan terdengar memanggil dari depan ruangan. Pria itu mulai mengetuk pintu.

"Ya ampun, itu benar Pak Gunawan," batin Devan semakin panik dan kembali meminta Viola bersembunyi.

"Pokoknya, saya nggak akan sembunyi kalau Bapak nggak mau ngabulin permintaan saya, titik!" Viola mengancam. Gadis cantik itu hendak melangkah pergi menuju pintu ruangan. Namun, Devan menahan langkahnya dengan cepat.

"Oke, oke, saya akan nikahi kamu, tapi sekarang kamu harus sembunyi dulu sampai Pak Gunawan pergi!"

"Benar ya, Pak? Pokoknya hari ini juga Bapak harus ketemu sama orang tua saya buat izin nikahi saya."

Devan terdiam sejenak. Berpikir dan semakin tersudut. "Sial, gimana ini?" gerutu Devan merasa kesal dalam hatinya.

"Gimana, Pak? Kalau Bapak nggak mau, saya keluar nih!" Sambil menakut-nakuti Devan dengan berlaga seolah ingin melangkah kembali, Viola benar-benar membuat Devan tak punya pilihan selain mengiyakan keinginannya.

"Oke, oke, cepat sembunyi dulu!" Dengan sangat terpaksa Devan memutuskan setelah terjadi pergulatan hebat dalam dirinya.

Selesai mengatakan itu, suara knop pintu terdengar akan dibuka dan selang beberapa detik kemudian, sosok rektor di kampusnya pun masuk. Ya, Devan memang tidak pernah mengunci pintu ruangannya. Namun, siapa pun yang datang pasti akan mengetuk pintu lebih dulu karena menghargai privasinya, sekalipun Gunawan adalah rektor di kampus itu.

"Mati gue," gumam Devan reflek memutar tubuhnya yang kini membelakangi sudut ruangan.

"Pak Devan, kenapa Anda berdiri di sana?" Gunawan langsung melontarkan sebuah pertanyaan saat melihat Devan hanya menatapnya dengan wajah pucat.

"Eh, ini, Pak ... tadi saya mau ngasih tahu mahasiswi saya soal ...." Devan tak jadi melanjutkan perkataannya saat tak lagi melihat Viola yang tadi ada di dekatnya.

"Mahasiswi mana?" Sang rektor bertanya saat tak menemukan siapa-siapa selain Devan di ruangan itu.

Devan pun masih terdiam. Berpikir untuk mengelak dan di saat pandangannya berhasil menemukan keberadaan Viola, gadis cantik itu malah mengedipkan mata seolah memberi isyarat padanya untuk tidak perlu takut lagi.

"Untung Viola udah sembunyi," batin Devan sambil menghela napas kasar.

***

Sepulang dari kampus, Viola langsung menagih janji pada Devan untuk datang ke rumahnya. Ya, Viola ingin jika sang dosen langsung bertemu orang tuanya. Setidaknya dengan dinikahi Devan, Viola akan terhindar dari perjodohan yang sewaktu-waktu bisa saja kembali dibahas ayahnya. Tentu saja Viola lebih memilih Devan daripada pria yang belum pernah ia kenal. Jangankan mengenal, untuk sekadar melihat wajahnya saja Viola langsung menolak saat Bimo meminta untuk bertemu dengan pria pilihan ayahnya.

"Saya ada satu syarat yang harus kamu setujui," ucap Devan sebelum keluar dari mobil saat baru saja menghentikan kendaraan roda empatnya tepat di halaman rumah Viola.

"Syarat apa, Pak?"

"Saya tidak ingin ada pernikahan yang besar-besaran. Pernikahan nanti harus dilangsungkan antar keluarga saja. Bagaimana apa kamu setuju?"

Viola seketika berpikir. Rasanya ia ingin menuntut lebih. Namun, gadis itu sadar akan posisinya saat ini. Viola mau tak mau harus mengikuti kemauan Devan.

"Oke, terserah Pak Devan aja."

Keduanya pun keluar dari mobil. Entah kenapa saat melihat rumah Viola, Devan seperti merasa tidak asing. Rasa-Rasanya ia pernah datang ke rumah itu dua minggu lalu. Namun, Devan memilih untuk tak bertanya pada Viola karena tidak begitu yakin dengan ingatannya.

"Pak, ayo masuk, ayah sama ibu saya udah nunggu."

Devan pun menyusul langkah Viola masuk. Setibanya di ruang tamu, pandangan Devan seketika dibuat terkejut saat dua orang yang pernah ditemuinya duduk di sebuah sofa panjang tengah melihatnya.

"Lho, Nak Devan." Bimo sontak saja terkejut. Pria paruh baya itu langsung bangkit dari posisi duduknya. Menghampiri Devan yang hanya mematung diam karena tak menyangka jika ingatan samarnya ternyata benar.

"Lah, kok, Ayah kenal sama Pak Devan?" Viola yang sama terkejutnya dengan Bimo pun langsung melontarkan pertanyaan pada sang ayah.

Bersambung✍️

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
wahhh jangan-jangan orang yang mau d jodohin sama c viola ini c Devan
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
ya ampun Viola!! kamu kok y nekat banget sih. eh tapi kayaknya anunya Devan bereaksi deh sama kamu. mungkin kamu bisa mencobanya lain kali. biar bisa menyembuhkan penyakitnya Devan. semangat Viola.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 49. Terjebak Rencana Jahat

    Selamat membaca!Viola tampak begitu cemas. Menanti balasan pesan suaminya. Namun, sampai ia mau berangkat pergi ke rumah Arya, Devan tak kunjung membalas. Membuat raut wajahnya semakin murung. Gadis itu pun mulai berpikir jika suaminya itu memang sudah tak lagi peduli."Apa ini akhir dari rumah tanggu gue?" Kenangan demi kenangan mulai bermunculan. Satu persatu terbesit jelas dalam pikirannya. Membuat air mata tak sanggup lagi Viola tahan untuk tak menetes. Gadis itu coba menguatkan hati. Memaksa isak tangisnya mereda saat panggilan dari sang ibu terdengar di depan kamar."Vi, ada temen kamu datang.""Iya, Bu, bentar." Sebelum keluar dari kamar, Viola sejenak mematutkan diri di depan cermin. Memastikan tak ada air mata yang tertinggal di wajahnya. Tentu saja ia tidak ingin jika Arya sampai tahu bahwa ia habis menangis karena menunggu balasan pesan dari Devan yang tak kunjung datang."Vi, apa kamu sudah izin sama suami kamu kalau mau pergi sama Arya?" tanya Dina begitu melihat Viola

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 48. Di Luar Dugaan

    Selamat membaca!Di dalam mobil, Viola dan Devan masih diam tak saling bicara, padahal mereka sudah menempuh setengah perjalanan pulang."Ngapain diajak bareng kalau cuma didiemin doang. Tahu gitu kan mending tadi pulang sendiri aja." Kesal Viola menggerutu dalam hati. Masih menatap ke luar jendela tanpa pernah melihat Devan sejak dirinya berada di dalam mobil."Saya minta maaf ya, Vi."Akhirnya, kata-kata itu terdengar dari mulut Devan. Viola pun tersenyum. Namun, sengaja ia tahan karena tak ingin terlalu kelihatan bahagia di depan Devan."Kenapa minta maaf, Pak?" Viola menatap wajah Devan yang sesekali melihatnya karena harus fokus dengan kemudi."Saya udah salah. Nggak seharusnya beberapa hari ini saya menyalahkan kamu dan bersikap tidak baik sama kamu."Viola masih diam. Hatinya merasa sangat lega karena akhirnya Devan menyadari kesalahannya."Kalau saya nggak mau maafin gimana?" Viola yang masih ingin melihat Devan lebih berusaha, berpura-pura dingin meski di dalam hati, dirinya

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 47. Undangan Arya

    Selamat membaca!"Berarti bokap lo bisa terlibat kecelakaan setelah nganterin bokapnya William ke rumah sakit?" tanya Viola setelah mendengar cerita dari Tari di jam istirahat. Ya, setelah mata kuliah pertama selesai, keduanya kini tampak sudah berada di kantin."Iya, Vi. Ternyata begitu ceritanya. Pantes aja di lokasi kejadian nggak ada motor bokap gue, bokap gue naik ojek online saat itu.""Sekarang lo udah nggak ngerasa bersalah lagi, kan?""Iya, gue lega sekarang, tapi gue sebenarnya keberatan dengan niat William mau nikahin gue. Gue udah bilang dia nggak harus ngelakuin itu kalau dia nggak mau, cuma dia tetap mau nikahin gue karena itu keinginan yang terakhir dari bokapnya sebelum meninggal.""Oh, bokapnya William meninggal, bukannya bokap lo udah bawa dia ke rumah sakit?""Bokap gue emang udah nyelametin bokapnya William, tapi satu bulan kemudian, bokap William meninggal.""Oh gue ngerti sekarang. Jadi, William dan ibunya ngerasa berutang budi sama bokap lo karena bokap lo mereka

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 46. Menyadari Kesalahan

    Selamat membaca!Devan menuruni anak tangga dengan langkah yang tergesa-gesa. Wajar saja, pagi ini ia bangun kesiangan setelah semalam sulit sekali memejamkan mata meski sudah menyalakan alarm pada ponselnya."Bi, tolong panggilin Viola! Bilang sarapan di kampus aja karena saya udah telat." Setibanya di lantai bawah, Devan langsung memerintahkan Retno yang terlihat sedang menyapu lantai di ruang tengah."Tapi, Mas, Mbak Viola udah jalan dari 15 menit yang lalu." Retno tampak bingung. Merasa heran karena Devan bisa tidak tahu akan hal itu."Dia udah jalan ...?" Devan seketika terdiam. Teringat perdebatan semalam di mana keduanya sampai harus pisah kamar."Bibi pikir Mas Devan tahu. Apa Mas Devan lagi ada masalah sama Mbak Viola?" Meski tak enak hati menanyakan itu, tetapi Retno penasaran karena mencemaskan kedua majikannya. Terlebih Retno tahu jika mereka baru saja bahagia setelah hubungan keduanya sempat diguncang karena kedatangan Renata."Oh, nggak apa-apa, Bi. Mungkin karena saya k

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 45. Hubungan Renggang

    Selamat membaca!"Ini semua salah kamu, Devan! Harusnya kamu temui Audrey saat dia sakit, kenapa kamu malah nggak percaya kalau dia sakit? Kenapa?" Renata langsung mencengkram erat kerah kemeja Devan dengan kasar saat melihat kedatangan pria itu bersama Viola yang seketika langsung berusaha melepaskan tangan Renata dari suaminya."Jangan seperti ini, Renata! Lagi pula kematian Audrey bukan kesalahan Devan. Ini sudah takdir, kamu harus bisa terima."Renata menatap nyalang. Penuh dendam dengan sorot mata yang tajam. "Lebih baik kalian pergi dari sini! Aku nggak sudi kalian datang, cepat pergi!" Dengan mendorong tubuh Devan, Renata mengusir paksa keduanya agar pergi.Suara wanita itu sampai membuat beberapa orang jadi menatap sinis ke arah Devan dan Viola yang seketika merasa tidak nyaman berada di sana."Mas, lebih baik kita pulang aja! Percuma kita datang, niat baik kita nggak dihargai di sini!"Devan menatap sendu. Masih tak mengalihkan pandangannya. Pria itu terus melihat jenazah anak

  • Pernikahan Rahasia Dosen Impoten   Bab 44. Sang Penyelamat

    Selamat membaca!Sejak mengakhiri sambungan teleponnya dengan Viola, Devan kembali pergi, padahal pria itu baru saja tiba di rumah beberapa menit lalu. Namun, entah kenapa ia merasa tidak tenang. Memikirkan Viola yang baru diizinkan pulang dari rumah sakit, tetapi sudah pergi keluar rumah seorang diri."Apa sebaiknya gue jemput Viola dulu, ya?" Setelah cukup lama bergelut dalam keraguan, Devan pun akhirnya memutuskan untuk pergi menuju cafe tempat di mana Viola berada. "Lebih baik gue jemput Viola dulu. Setelah itu, baru gue bisa nemuin Elmer. Lagian kenapa juga Viola harus pergi segala, padahal dia baru dibolehin pulang dari rumah sakit."Devan merasa cemas. Menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di cafe yang berada dekat dari kampus tempatnya mengajar.Tak butuh waktu yang lama, Devan sudah berbelok ke jalan di mana tempat tujuannya berada. Cafe Brewbee ada di sisi kanan dari jalan yang dilaluinya. Artinya, Devan harus memutar dulu di pertigaan yang berada di ujung depan sana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status