Pertanyaan macam apa ini? Bisa-bisanya seorang dosen menanyakan mahasiswinya terkait urusan asmara. Tentunya Belinda terkejut mendengarnya sekaligus ingin protes.
“Kenapa bapak tiba-tiba nanya?” tanya Belinda mengangkat kepala angkuh. “Saya harus tau dulu dong sebenarnya kamu sudah punya pacar atau belum!” balas Brandon dengan nada judes. Mendengar nada bicara sang dosen tampan seperti terbakar api cemburu, Belinda memiliki ide usil. Jari jemarinya mengelus pipi lembut di hadapannya dan menampakkan senyuman manja. “Emangnya kenapa kalo saya sudah punya pacar?” Brandon memasang tatapan melotot. “Jadi kamu beneran sudah pacaran?!” Belinda mengerang kesal sambil mendorong tubuh tunangannya sekuat tenaga. “Bapak ini kenapa sih? Bapak dengar gosip dari mana kalo saya punya pacar!” Sebenarnya Brandon ingin berkata sejujurnya apa yang dilihatnya saat di kampus. Jelas-jelas mengintip di pintu kelas menyaksikan adegan tunangannya bermesraan dengan mahasiswa tampan. Ditambah gosip teman sekelas yang sangat heboh di luar kelas, Brandon sangat tidak suka mendengar gosip itu dan rasanya ingin menghempaskan semua mahasiswa itu. Seolah-olah hatinya tidak mengizinkan dirinya bertindak sebagai perebut laki orang atau tidak ingin tunangannya direbut pria lain. “Ya coba kamu bayangkan saja! Kalo seandainya kamu beneran sudah punya pacar, berarti saya ini pebinor dong! Saya tidak mau jadi pebinor ya, nanti saya dipecat!” Mendengar alasan dosen killer ini di luar nalar, Belinda tertawa puas sambil memegang perut hingga wajahnya memerah. Melihat gaya tawa tunangannya seperti sedang mengejeknya membuat tensi darah dosen tampan ini meluap. “Kenapa ketawa? Memangnya ada yang lucu?!” “Saya ga nyangka dosen kulkas dua pintu bisa cemburu.” Belinda semakin melampiaskan tawa sambil berguling-guling di sofa. Rona merah menyala pada pipi Brandon. “Enak saja saya cemburu!” Belinda memposisikan tubuhnya duduk dengan anggun sambil merapikan rambut indahnya sedikit kusut. “Saya belum punya pacar, Pak. Kalo saya sudah pacaran, mustahil saya mau menikahi Pak Brandon.” Mendengar jawaban itu membuat Brandon sedikit lega. Namun, di sisi lain, masih penasaran apakah tunangannya sungguh berkata jujur atau tidak. Lalu, siapakah mahasiswa yang dilihatnya tadi siang? Jika hanya sebatas teman, kenapa kelihatannya hubungan mereka sangat dekat seolah-olah melebihi sahabat? Melihat raut wajah dosen killer tidak biasanya gelisah, Belinda ingin mencoba menghiburnya, meskipun tidak mengetahui apa yang menjadi faktor utama tiba-tiba sang dosen bisa menampakkan sisi kegelisahan. Menampilkan senyuman manis sambil mengulurkan tangan kanannya yang disematkan cincin lamaran. “Bapak tidak usah cemburu. Tenang, saya tidak bohong kok. Justru saya menantikan pernikahan kita.” Awalnya ingin membentak lagi, hatinya luluh menatap senyuman manis ditampilkan tunangannya. Brandon merasakan pipinya sedikit hangat sambil mengendalikan detak jantungnya berpacu cepat. Namun, tetap saja sikapnya seperti kulkas masih membara melihat sikap tunangannya sejak pertemuan pertama mereka hingga sekarang masih bersikap kurang ajar. Menampakkan senyuman sinis sambil menggenggam tangan sang tunangan. “Karena kamu sudah percaya diri dan tidak sabar menantikan pernikahan kita, gimana kalo kita bikin kesepakatan?” Belinda menampakkan wajah cemberut sambil melipat kedua tangan di dada. “Bukankah tadi pagi bapak sendiri bilang ga mau nikah pakai kontrak segala? Maunya bapak apa sih?” “Bikin kesepakatan itu kan ga mesti tertulis kali! Kan bisa secara verbal sudah cukup!” “Galak amat sih!” Belinda membuang pandangannya dengan kesal. “Apa kesepakatannya?” “Kamu tidak boleh sembarangan berduaan bersama pria lain!” Belinda memutar bola sambil menahan tawa. “Lagi-lagi bapak cemburu.” “Saya tidak cemburu ya! Ini demi kebaikan saya dan kamu. Kalo sampai kamu selingkuh dan hubungan kita ketahuan di kampus, kamu mau digosipkan selingkuh dari dosen? Apalagi dosen yang ngajar kamu itu keponakan dekan.” Belinda membuang pandangannya lagi. “Tenang, saya tidak akan berduaan bersama pria lain.” “Baiklah, lalu kesepakatan berikutnya adalah kamu harus merawat ibuku dengan ketat. Jangan sampai ada yang tau identitas ibuku. Hanya kamu dan aku yang tau.” Berbicara soal alasan Brandon ingin menikah demi bisa menjaga ibunya dari ancaman, Belinda menjadi kembali penasaran latar belakang keluarga Brandon sesungguhnya. Kenapa Bu Yenny yang memiliki sikap penyayang ingin dibunuh seseorang? Lalu kenapa Brandon mati-matian menyembunyikan ibu kandungnya di rumah sakit terpencil? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah nyawanya sendiri juga akan terancam suatu hari nanti demi menjadi malaikat pelindung Bu Yenny? “Saya bisa jaga rahasia, percaya pada saya saja.” Belinda memperagakkan bibirnya dikunci dengan rapat. Brandon tertawa kecil. “Oke, saya percaya kamu, Belinda. Lalu, sekarang giliranmu. Kamu mau apa dari saya?” Belinda tersenyum licik sambil memeluk bantal kecil dengan erat. “Saya mau kita tidur terpisah setelah menikah.” “Siapa bilang kita tidur sekamar? Jangan harap! Saya akan siapkan kamar tidur spesial untuk kamu.” “Jangan lupa ranjang empuk, meja belajar, meja rias, bantalnya yang empuk juga, oh sama rak buku dan semuanya sudah disediakan pokoknya.” Mendengar permintaan tunangannya cukup banyak ternyata membuat Brandon ingin melampiaskan kekesalannya. Mata tajamnya sudah mencerminkan dirinya kesal dengan tunangannya yang banyak meminta darinya. “Ini mah sama saja seolah-olah saya mengadopsi bocil banyak maunya!” “Bapak kan mau nikah sama saya. Sudah pasti harusnya bapak sudah mempertimbangkan hal itu dong!” Brandon memutar bola mata. “Iya deh, saya akan siapin semuanya, Princess.” Tiba-tiba Brandon memiliki ide cemerlang terlintas dalam pikirannya. Menjentikkan jari menampakkan senyuman cerdas. “Belinda, sebenarnya–” “Sudah malam, Pak! Besok saja baru bahas lagi!” potong Belinda sambil menatap jam dinding menunjukkan jam sembilan malam. Apa boleh buat, Brandon juga tidak ingin membiarkan tunangannya pulang larut malam. Dengan inisiatif mengantarkan tunangannya pulang ke rumah, meskipun kecewa harus menunda satu hal penting belum sempat dibahas. ***** Belinda melangkahkan kakinya dengan berat memasuki rumah mewah keluarga tirinya, setelah berpamitan singkat dengan tunangannya. Baru menginjak kaki di ruang tamu, sudah disambut kakak tirinya sedang minum sebotol wine. “Lu sudah pulang akhirnya,” sambut sang kakak tiri dengan nada mulai tidak karuan, membuat Belinda tersentak. “Gimana sidang cerai hari ini, Kak Natasha?” balas Belinda dengan datar, sebenarnya tidak ingin berbincang dengan kakak tirinya. Natasha menuangkan segelas wine dengan senyuman tidak waras. “Akhirnya gua bisa terbebas dari si berengsek itu.” Sejenak tatapannya terfokus pada adik tirinya. “Omong-omong ga biasanya lu pulang malam amat belakangan ini. Lu ngapain saja sih?” Belinda membuang pandangan. “Soal itu kakak ga perlu tau. Gua mau istirahat.” Netra Natasha terfokus pada sebuah cincin berlian yang bersinar di jari manis adik tirinya. Langsung menaruh botol wine, kemudian berlari dan menarik tangan kanan adik tirinya dengan kasar. “Apa yang kakak lakukan?!” “Sejak kapan lu pakai cincin mahal ini? Lu nyuri?” Belinda memasang tatapan melotot. “Enak saja gua nyuri! Ini sesuai keinginan keluarga kakak, gua dilamar!” Natasha membulatkan mata sambil menutup mulutnya yang bau wine dengan anggun. “Beneran nih? Akhirnya lu nurut juga! Gimana keluarga itu? Lu nikah sama keluarga kaya?” Sejenak menjentikkan jari. “Tunggu sebentar! Dilihat karakter lu yang kutu buku, mustahil orang kaya mau nikah sama gadis kaku kayak lu.” Belinda menampakkan senyuman percaya diri. Justru ingin menertawakan Natasha karena sudah meremehkannya terlebih dahulu. Kalau sampai Natasha tahu fakta sesungguhnya, mungkin akan jatuh pingsan, itulah gambaran dalam benak Belinda. “Kakak jangan meremehkan gua dulu. Justru gua nikah sama pria kaya dan matang.” Natasha mengangkat kepala dengan angkuh. “Coba sebutin namanya. Siapa tau gua kenal. Gua kan kenal hampir semua pria kaya.” “Brandon.” Mendengar nama itu tidak asing dan merasa baru bertemu beberapa saat lalu, Natasha menyipitkan mata. “Tunggu! Brandon siapa namanya?” “Kalo gua sebutin nama panjangnya, emangnya kakak kenal?” “Sebutin saja nama lengkapnya!!” “Brandon Jonathan.” “Arrghh!!” Mendengar suara jeritan Natasha menggelegar seisi rumah, sang ayah dan ibunya keluar dari kamar mereka langsung menghampiri putri kandung mereka. Mereka masih belum tahu hal apa yang membuat putrinya menggila di malam hari. “Kamu kenapa sih, Natasha?” tanya sang ibu dengan tatapan cemas. Natasha memasang tatapan tajam sambil mengulurkan jari telunjuk menunjuk adik tirinya. “Dia rebut Brandon dariku, Bu.” Sang ibu mengerutkan dahi. “Kamu ngomong apa sih? Ngomong yang jelas!” “Belinda mau nikah sama Brandon, Bu! Pria yang sempat ayah atur kencan butanya beberapa hari lalu!” Tatapan Xavier langsung memelototi Belinda yang mulai ketakutan sampai keringat dingin. “Ayah minta kamu menikah. Tapi bukan berarti merebut pria itu dari kakakmu sendiri!” Belinda berusaha menahan tangisannya hingga matanya memerah. “Sumpah aku tidak tau kalo Brandon itu pria yang mau dijodohkan dengan kakak.” “Dasar anak tidak tau diri! Kami sudah memberimu banyak hal selama ini, tapi kamu sangat egois merebut milik kakakmu!” “Tapi–” Tanpa basa-basi, Natasha menarik tangan kanan adik tirinya menaiki tangga menuju lantai dua. Menyeret adiknya dengan kasar memasuki kamar sambil melempar tas ransel. “Lu ga boleh keluar dari kamar sampai lu ngaku kesalahan lu!”Bicara soal perayaan tahun baru, sewaktu masih kecil Belinda merayakan tahun baru bersama keluarga Brandon. Meskipun saat itu mereka baru berteman baik, Brandon langsung memperkenalkan Belinda ke orang tuanya. Memperkenalkan bukan berarti dengan tujuan pernikahan, mengingat usia Belinda saat itu masih kurang dari sepuluh tahun.“Wah, ternyata kalau dilihat secara langsung, Belinda sangat manis ya!” puji Yenny dengan pandangan berbinar-binar mengelus pipi mungil Belinda.Brandon memutar bola mata. “Manis-manis tapi aslinya nakal!”Belinda mendengkus dan menendang kaki Brandon di bawah meja. “Padahal kakak juga nakal! Aku mau minta beli cokelat, tapi kakak ga kasih aku kemarin.”“Lama-lama kan gigimu bisa berlubang kalau keseringan makan cokelat!” “Dasar kakak ga ngaca!”Para orang tua hanya bisa menggeleng-geleng menatap tingkah anak mereka seperti tom and jerry. Terutama Yenny mengelus dada, tidak menyangka sikap putranya juga kekanak-kanakan padahal sudah remaja.“Maaf ya kalau putr
Tiga belas tahun lalu… Sejak bertemu Brandon pertama kali di perpustakaan, Belinda menjadi semakin rajin pergi ke perpustakaan setiap hari. Terutama sengaja menempati kursi yang ditempati Brandon supaya Brandon bisa menjadi guru les matematika setiap ada PR. Apalagi hari ini Belinda mendapatkan banyak PR lagi, sudah pasti ia mengincar pangeran tampan mendatanginya untuk membantu mengerjakan PR. Sudah bermenit-menit menunggu sambil mengayunkan kaki dengan gesit, tetapi tidak ada tanda-tanda dosen itu akan mendatanginya, sehingga membuat bibirnya memanyun. “Kok kak Brandon lama amat ya datangnya? Padahal aku mau dia yang kerjain PR.” Pada saat bersamaan, Brandon menampakkan batang hidung sambil membawa sebuah paper bag berukuran besar. Senyumannya terlihat sumringah, berbeda dari biasanya membuat Belinda penasaran apa yang ada di benak Brandon. “Benar tebakanku. Pasti hari ini kamu pergi ke perpustakaan lagi dan duduk di tempatku,” ucap Brandon sambil menaruh paper bag di meja
Tidak terasa sang buah hati akhirnya hadir dalam kehidupan rumah tangga Belinda dan Brandon. Mereka dikaruniai bayi perempuan diberi nama Gabriella. Brandon sangat bersyukur memiliki anak perempuan, karena ia masih trauma melihat putranya William selalu berbuat onar yang menyebabkan William dan Isabella berdebat karena masalah anak hampir setiap hari. Namun, mengurus anak tentunya bukan hal yang mudah bagi mereka juga. Walaupun sebelumnya sempat percaya diri ingin punya anak perempuan, yang namanya masih bayi pasti susah diurus juga, apalagi mereka tidak mau punya pengasuh. Sejak sudah punya anak, Belinda memutuskan mengundurkan diri dari perusahaan dan ingin fokus mengurus anak saja. Lagi pula, tidak mungkin terus bekerja di bawah suaminya sedangkan dirinya sendiri masih punya perusahaan perlu diurus. Perusahaan milik orang tuanya yang kini diserahkan pada semua saudara sepupunya. Selama menjadi ibu rumah tangga, Belinda bangun lebih awal demi mengurus
Saat memasuki usia kandungan tujuh bulan, Belinda tidak diperbolehkan bekerja oleh Brandon. Selain itu, untuk menemani istrinya di rumah, Brandon juga berinisiatif bekerja dari rumah kalau tidak ada agenda penting agar istri tidak cepat bosan dan tidak ada jadwal mengajar di kampus. Sejak mengajar mata kuliah akuntansi, Brandon semakin sibuk mereview tugas mahasiswa. Tidak seperti dulu hanya mengajar mata kuliah strategi manajemen yang tugasnya hanya menjawab pertanyaan di buku teks dan membuat materi presentasi. Akibat lagi banyak pekerjaan kantor belakangan ini, Brandon memiliki ide usil setiap mahasiswanya berbuat ulah di kelas. Sering mengadakan ujian tiba-tiba dengan memberikan soal ujian yang sulit, sehingga para mahasiswa di kampus semakin membencinya.Sekarang pekerjaannya semakin bertumpuk di rumah. Baru memeriksa sebagian tugas mahasiswa sudah membuat kepalanya sakit. Rambut terlihat tidak beraturan akibat keseringan mengacak-acak rambutnya.
Sejak Belinda memasuki masa mengandung anaknya, sikap Brandon sebagai suami dan bos semakin ketat. Ia tidak membiarkan istrinya pulang malam atau diberikan pekerjaan kantor yang berlebihan. Bahkan ia sudah memperingatkan semua pegawainya untuk tidak membuat Belinda merasa repot selama bekerja. Akibat sikap Brandon yang sangat berlebihan, selama bekerja di kantor Belinda cepat bosan. Tidak seperti saat sebelum hamil, ia diberikan pekerjaan cukup banyak, sedangkan sekarang pekerjaan banyak itu dilimpahkan ke Yena. Belinda merasa segan karena secara tidak langsung menghambat Yena yang ingin berkencan dengan Daniel setiap pulang kerja. Selain itu, setiap pulang kerja, Brandon berinisiatif mendatangi Belinda bermaksud untuk mengajak pulang bersama. Tidak peduli semua pegawainya iri melihat sikapnya yang romantis pada istri, nomor satu dalam pikirannya adalah memastikan istri selalu sehat di matanya. Gara-gara setiap hari dimanjakan suami, Belinda semakin ing
Urusan ingin memiliki sang buah hati, Belinda tidak ingin mengambil pusing lagi. Entah akan ditanyakan seperti apa, tidak peduli. Apalagi tidak melakukannya hanya sekali. Hanya bisa berharap keajaiban mendatangi kehidupan rumah tangga mereka walaupun sudah berbulan-bulan berlalu. Namun, entah kenapa Belinda merasakan tubuhnya sejak bangun tidur seperti ingin memuntahkan seisi perutnya. Meskipun begitu, tetap berusaha tegar di hadapan Brandon supaya diperbolehkan pergi bekerja hari ini. Seperti biasa, Brandon selalu memanjakannya. Tidak enak badan sedikit langsung dibilang tidak usah bekerja. Walaupun diberikan nasi omelet merupakan makanan favoritnya, Belinda ingin memuntahkan seisi perutnya. Terpaksa menghabiskan nasi omelet buatan suaminya, entah nanti berakhir di kamar mandi atau tidak, daripada menyinggung perasaan suami di pagi hari. Sebenarnya Brandon mulai curiga melihat sikap Belinda belakangan ini tidak seperti biasanya. Padahal biasanya sarapa