Rich sangat kesal. Karena sempat menolak gadis itu di restoran, istrinya menjadi curiga dan terus menyelidiki. Cataline memaksa Rich untuk jujur di mana dia bertemu gadis itu dan apa yang sudah mereka lakukan. Berapa kali pun Rich membela diri, Cataline masih terus mendesak bahkan sampai mengancam akan menanyakan sendiri pada Jovanka. Dan jika itu mengatakan yang sebenarnya, percayalah Cataline tidak akan percaya mereka bertemu di toko kue. Akan semakin panjang masalah yang Cataline buat untuk membuat suaminya frustasi.
"Kau dendam padaku? Jawab!" tanya Rich sekali lagi, suaranya tak lagi keras seperti tadi.
"Aku tidak mengerti maksud Anda, Tuan. Jika menurut Anda karena kejadian di toko itu, aku sudah meminta maaf. Tapi jika menurut Anda aku mengikuti dan mencari tahu tentangmu untuk sesuatu, itu jelas salah. Aku membutuhkan uang untuk kuliah, itu sebabnya aku mendaftarkan diri sebagai penyewa rahim." Jovanka menjelaskan panjang lebar, tak senang dia dituduh memata-matai seseorang.
Pria itu terdiam oleh penjelasan Jovanka, mungkin dia sudah keterlaluan menuduh seorang gadis karena masalahnya dengan Cataline. Dia menghela napas panjang dan membuangnya kasar.
"Sebuah kebetulan kita bertemu berkali-kali? Menurutmu aku akan percaya?" Harga dirinya yang tinggi membuat Rich tak mau mengakui dirinya yang berlebihan.
"Terserah, itu hak Anda. Dan jika Anda sangat keberatan memakai jasaku, batalkan itu sekarang sebelum terlambat, Tuan. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang suka menuduh. Maaf, permisi."
"Berhenti!" peringat Rich, membuat Jovanka terpaksa menghentikan kakinya.
'Apa lagi maunya pria ini?'
Jovanka kesal tapi tak bisa melakukan sesuatu. Ketika mendaftarkan diri, Jovanka sudah membaca semua syarat yang dituliskan di website. Seorang penjual jasa tidak diijinkan menolak klien untuk menjaga nama baik yayasan. Dia akan didenda jika berani melakukannya. Hanya bisa berharap pria itu yang akan menolaknya sehingga mereka tak lagi bertemu.
"Ada yang ingin Anda katakan lagi, Tuan?"
"Kenapa kau masih keluyuran di tengah malam?"
Apakah dia baru saja bertanya? Bukankah itu aneh?
"Maaf?" Jova tidak yakin dengan pendengarannya jadi dia meminta pria itu menjelaskan.
Berjalan dengan gagah Rich ke arah Jovanka, berdehem sekali sebelum membuka suara. "Maksudku, kami akan memakai jasamu, bukankah seharusnya kau tidak keluyuran seperti ini?"
Jova tertawa pendek dan berkata, "Kita bahkan belum menandatangani kontrak, jadi Anda tak perlu memikirkannya. Jika Anda tak suka, Anda boleh menolakku."
Dia tampak tegar dan keras kepala tapi matanya terlihat sendu. Rich merasa ada sesuatu yang sulit diartikan dari tatapan mata gadis itu. Dan sejujurnya, Rich sudah mengamatinya sejak Jovanka duduk memakan rotinya, dan dia sempat terenyuh melihat gadis itu menangis. Sesulit apa hidupnya sampai menangis sambil makan?
"Begini," Rich mengatur ekspresi wajahnya kembali berwibawa. "Jika istriku bertanya, katakan kita tidak pernah bertemu. Kau akan mendapat masalah jika menjawab sembarangan, mengerti?"
Jovanka bingung dan mulutnya terbuka akan bertanya, tapi segera dipotong oleh Rich.
"Jangan bertanya kenapa. Lebih baik tak banyak tahu untuk menjaga dirimu sendiri."
Entah... Jovanka tak perlu memikirkannya dan dia mengangguk setuju. "Baiklah. Aku akan mengingatnya."
"Kau akan pulang?"
Jovanka semakin bingung dengan pria itu, tapi dia tak boleh banyak tahu. "Ya."
"Di mana rumahmu, biar aku antarkan. Ini sudah larut dan orang jahat banyak berkeliaran di mana-mana"
Gadis itu sampai melongo oleh tawaran pria di depannya. Bukankah tadi dia sangat membenci Jovanka? Apakah dia memiliki gangguan kejiwaan?
"Tidak perlu, Tuan, aku bisa menjaga diriku."
"Jangan terlalu percaya diri, aku tak berniat menjagamu. Di sini ada CCTV yang merekam, jika sesuatu terjadi padamu, aku pasti terlibat karena berbicara denganmu."
Oh... padahal Jovanka tidak bermaksud demikian, dan menjadi sangat malu.
"Masuklah ke mobilku, biar kuantarkan ke rumahmu. Aku memiliki istri yang sangat cantik jadi jangan berpikir aku berselera padamu."
Menolaknya hanya akan membuat pria itu semakin menghinanya, jadi Jovanka mengatakan dirinya akan mencari hotel kecil untuk menginap. Pria itu tidak banyak bertanya dan langsung mengantarkan Jovanka ke penginapan yang tak jauh dari tempat mereka.
"Terima kasih, Tuan," kata Jovanka setelah turun dari mobil Rich. Dia tak melihat ke belakang dan langsung memesan sebuah kamar. Dia sangat lelah dan hanya ingin tidur. Jovanka melupakan semua masalahnya hari ini juga bayangan seperti apa pesta ulang tahun Queena di rumah. Dia tak ingin memikirkan itu.
***
Hari ini mata kuliah tidak terlalu banyak. Pukul sebelas Jovanka duduk dengan Sarah dan bercerita tentang pertemuannya dengan calon klien, kemarin. Tentu saja Jovanka hanya membahas pertemuan resmi di restoran.
"Jadi kau akan mengandung anak mereka?" Sarah terkejut sampai suaranya tidak terkontrol. "Maaf, aku terlalu bersemangat." Sarah menutup mulutnya dan melihat sekitar, beruntung taman kampus masih sepi.
"Belum. Hanya jika fisikku memenuhi syarat, masih ada tes kesehatan selanjutnya."
"Aku bingung akan berdoa apa untukmu. Semoga tes itu lolos dan kau mendapatkan klienmu, atau apakah aku harus berdoa semoga kau tidak memenuhi syarat? Rasanya sangat tak rela melihat kau melakukan ini, tapi selalu menolak bantuanku."
Jovanka memahami perasaan sahabatnya dan dia tidak marah. Dia mengeluarkan ponselnya yang berdering lantas menghentikan Sarah yang masih terus mengoceh.
"Ketua yayasan meneleponku, diam lah sebentar," katanya lantas mengangkat panggilan itu.
Ketua yayasan memintanya datang ke Rumah Sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Jovanka tidak menduga akan secepat ini.
"Baik, Nyonya, aku akan datang."
Setelah panggilan berakhir, Sarah buru-buru bertanya, "Kenapa? Dia memintamu datang lagi?"
"Ya. Aku harus ke Rumah Sakit untuk melakukan tes." Jovanka menatap sahabatnya dan sangat malu berkata, "Sarah, boleh aku meminjam uangmu? Sebenarnya... tanggal gajianku minggu depan dan aku sudah kehabisan uang."
"Itu baru sahabatku!" Sarah mengeluarkan dompetnya dan memberi beberapa lembar. "Pakailah ini dan jangan pikirkan untuk mengembalikannya segera, aku tahu kau sedang kesulitan."
"Terima kasih, Sarah, aku akan selalu mengingat kebaikanmu."
Dia tak sempat ke toko kue meminta pinjaman pada Nyonya Green, karena kepala yayasan yang menelepon tiba-tiba. Meski Sarah berkata jangan memikirkannya, Jovanka sudah berencana akan mengembalikannya setelah mendapat upahnya nanti. Mereka berpisah di taman kampus dan segera Jovanka menuju Rumah Sakit tempat perjanjian.
Jarak yang tidak terlalu jauh sehingga Jovanka tiba dalam dua puluh menit saja. Dia bergegas menuju tempat di mana ketua yayasan sudah menunggu dengan Nyonya Cullen.
"Maaf terlambat, aku baru selesai kuliah," kata Jovanka enggan.
"Tak masalah. Aku ingin segera mengetahui tes kesehatanmu agar rencana segera berjalan. Duduklah lebih dulu sembari menunggu dokter memanggil." Cataline Cullen berkata penuh wibawa persis seperti suaminya.
"Baik, te-terima kasih." Jovanka akan duduk di sebelah kepala yayasan tapi Cataline segera menghentikannya.
"Duduklah di sini, aku perlu berbicara denganmu."
Ada apa lagi? Tadi malam suaminya menemui Jovanka dan marah-marah, menyuruhnya berbohong agar tidak memberitahu mereka pernah bertemu. Sebenarnya ada masalah apa pasangan suami istri itu?
"Kau dan suamiku pernah bertemu sebelumnya, tepatnya di mana itu? Kalian pernah berhubungan? Kau mungkin merayunya? Bagaimana reaksi suamiku ketika kau merayunya?"
Rich turun terburu-buru dari mobilnya dan meraih tangan Cataline. Istri yang bertengkar dengannya tempo hari segera ditarik masuk ke dalam mobil. "Apa yang kau lakukan di sini, Kate? Kau memata-matai aku?" tanya Rich, menatap inti mata istrinya menjadi penjelasan. Namun, mata itu menunduk sendu, sebelum akhirnya menitikkan buliran hangat yang kemudian mengalir di kedua pipi. Cataline menangis? Sebuah pemandangan yang sangat jarang terjadi! Bingung. Begitulah isi kepala Rich sekarang. Mengingat yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, seharusnya Cataline datang dengan amarah seperti yang sudah-sudah. Tapi kenapa kali ini dia menangis? "Kate, ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Rich sekali lagi. Bukannya menjawab, tangis Cataline semakin besar bahkan dia sesenggukan sekarang. Apakah istrinya sudah memikirkan kembali kenapa Rich menikahi Jovanka? Bagus jika itu benar. Setidaknya Cataline tahu kenapa Rich harus menikahi gadis itu. Tapi... bagaimana jika sesuatu yang buruk
"Halo, Sayangku." "Kau di mana, Brengsek! Kau sengaja menjauhiku?" Sejak tadi malam Cataline mencoba menghubungi pria itu, tetapi hanya layanan operator yang terdengar mengatakan nomornya tidak bisa dihubungi. Dia langsung mengumpat begitu Liam Nelson mengangkat panggilannya. "Hei, kenapa kau sangat marah? Aku baru kembali dari perjalanan bisnis," terang Liam, masih dengan suaranya yang tenang. Cataline semakin kesal oleh jawaban Liam, dia sudah menunggu di rumahnya sejak pagi tapi pria itu belum juga pulang. "Aku di rumahmu, Brengsek. Kau pulang ke mana? Ke hotel menemui gadis-gadismu?" "Benarkah? Aku baru saja memasuki gerbang, kau akan melihatku jika benar kau di rumahku," kata Liam.Cataline langsung berdiri melihat ke jendela, benar saja mobil Liam sedang memasuki garasi terbuka yang ada di sudut kanan. Gadis itu menutup telepon dan menunggu Liam masuk. Kemarahan atas perlakuan Rich masih terus membuatnya tak tenang. Cataline menenggak beer kaleng yang dibelinya saat di pe
[Tuan Rich, Anda marah padaku? Aku sangat menyesal sudah membuatmu tersinggung.]Jovanka membaca ulang pesan yang diketiknya, dan kembali ragu untuk menekan tombol pengirim. Dia menghapus lagi pesan itu dan mengganti dengan yang lain.[Aku hanya bercanda, Tuan Rich, tolong jangan marah padaku.]Sekali lagi, dia hapus pesan itu dan berpikir keras kalimat yang benar untuk meminta maaf."Tapi kenapa aku harus meminta maaf? Dia memang melakukannya," kata gadis itu menggeleng, egonya ikut bermain.Rich sendiri yang lebih dulu menyinggung Jovanka. Pria itu patut mendapat balasan karena sudah menyebut Jovanka sebagai gadis yang tidak menarik."Tapi dia tidak berkata demikian, Jova... dia hanya berkata mempertimbangkan."Kembali Jovanka berkata sendiri.Bisa saja maksud Rich mempertimbangkan bukan karena menganggap Jovanka tidak menarik. Mungkin dia mempertimbangkan karena pria itu adalah suami orang lain sehingga tak seharusnya tidur dengan Jovanka. Apalagi dengan perjanjian pra nikah merek
Jovanka mengganti bajunya untuk ke sekian kali, dan melemparkan baju terakhir ke atas ranjang. Dia menatap tubuhnya yang hanya mengenakan dalaman, di pantulan cermin."Astaga... semua terasa tidak cocok," keluhnya kecewa.Baru berapa hari yang lalu dia berbelanja pakaian yang sangat banyak, tapi karena tidak teliti, Jovanka melakukan kesalahan. Semua pakaian itu dia beli dengan ukuran dirinya yang belum mengandung, tanpa mencoba terlebih dulu. Bagaimana bisa sesuai? Memang tidak menjadi sempit, hanya saja... perutnya yang mulai membuncit menjadi sedikit terlihat. "Ayolah, Jovanka... kenapa kau pikirkan itu? Ini belum seberapa, bobotmu akan bertambah berkali lipat lagi."Dia akhirnya mengenakan kembali pakaian itu, membuang rasa tak nyaman di kepalanya. Bagaimana pun semua orang di kampus juga akan tahu dirinya sedang mengandung. Hanya menunggu waktu saja.Tak lupa Jovanka memoles wajahnya dengan sedikit riasan, yang ikut dibeli tempo hari. Hanya bedak dan lipgloss tentu saja, sebab
Lihat lah pria itu berdiri dari duduknya. Tentu saja Cataline yang selalu menjadi pemenang. Mendengar istrinya bunuh diri, Rich pasti membujuk dan memohon agar Cataline tidak melompat dari jendela. Kesempatan itu tidak akan Cataline sia-siakan untuk lepas dari semua kejahatannya. Ya, Cataline sudah sering membalikkan kesalahan menjadi kemenangan untuknya, dan Rich selalu mengalah. Tak ubahnya hari ini, Cataline tahu suaminya akan kembali mengalah. Rich pasti memohon, bersujud demi bayi yang sudah lama diidamkan."Jangan mencegahku! Jika kau tidak meninggalkan gadis itu dan menggugurkan bayinya, maka kau akan kehilangan aku dan bayi kita!" Sekali lagi dia mengancam, menatap Rich yang berdiri di sana.Rich tidak bergeming, tetap diam di tempatnya berdiri. Cataline tidak sabar melihat Rich berjalan ke arahnya dan memohon. Tapi sialnya, kenyataan tidak sesuai dengan yang Cataline harapkan."Aku tahu kau hanya mengancam, Kate, sudahlah, kau sudah terlalu sering melakukannya padaku," kata
"Astaga, sudah berapa aku tertidur di sini?"Dia mengenakan pakaian buru-buru untuk mengusir rasa dingin di sekujur tubuh. Jovanka tidak ingat sejak kapan dia tertidur di dalam bath up itu, sehingga telapak tangan dan kakinya sudah mengeriput. Ketika keluar dari kamar mandi, semakin terkejut dia melihat jam digital yang menunjukkan hari sudah sore."Kenapa dia tak membangunkanku?" kata Jovanka menggerutu, mengingat meninggalkan Rich di balkon kamarnya. Mengatahui Jovanka tidak juga keluar, bukankah seharusnya Rich menggedor pintu? Dia keluar untuk mencari Rich di kamar sebelah, tapi pintunya sudah terkunci.Apa Rich sedang tidur? Jovanka mencoba mengintip dari lubang kunci, hanya gelap yang terlihat mata."Apa yang Anda cari, Nona?"Suara Kenrick memaksa Jovanka kembali berdiri, wajahnya sangat terkejut bercampur malu."Eh, itu... Anda melihat Rich, Tuan Ken?" tanya Jovanka, kemudian mengetuk kepala pelan.Sudahlah ketahuan mengintip, sekarang juga dia berkata jujur tengah mencari Ric
"Istriku, kau sudah mandi?""Kau akan ke mana, Istriku?""Kau menginginkan sesuatu, Istriku?""Istriku, hati-hati ketika berjalan.""Hei, Istriku, jangan banyak termenung, itu tidak baik untuk orang hamil."Gila, ini benar-benar gila. Jovanka takut dirinya akan terbawa suasan jika Rich terus melakukannya. Dia menatap pria itu tajam, menunjukkan bibir sinisnya."Jangan memanggilku seperti itu, Tuan, aku tidak suka!""Kenapa? Bukankah kau memang istriku? Terlepas aku tak boleh menyentuhmu, kau tetaplah istriku yang sah."Ya Tuhan... bisa kah Jovanka menutup mulut Rich dengan sepatunya? Bayangkan saja, sejak pagi tadi di dalam kamar, Rich terus memanggil Jovanka dengan sebutan itu, sampai rasanya Jovanka muak mendengarnya. Ke mana pun Jovanka pergi, Rich mengikuti dari belakang memperhatikan gerak-geriknya. Saat Jovanka melakukan apa pun, Rich akan memanggil dengan sebutan istri seperti yang baru saja dia lakukan.Pernikahan ini hanya sebuah status, bukan pernikahan pada umumnya. Jika Ri
Cemas, sedih, bahkan takut sudah menyergap Jovanka sejak dia menandatangi akta pernikahannya di catatan sipil. Ditambah kunjungan ke rumah orang tua Rich, berhadapan dengan wanita yang terlihat tenang tapi juga sinis dan menakutkan, sungguh membuat Jovanka tak bisa tenang.Dia hanya berpura menikmati dua mangkuk es krim untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, dan banyak bertanya membuat wajah ceria agar Rich merasa senang. Tapi sesungguhnya, hanya Jovanka lah yang tahu semua isi kepalanya.Menikah? Sejak kapan Jovanka berpikir akan menikah? Bahkan dia pernah bersumpah tidak akan menikah sampai mati, mengingat begitu malang nasib yang dijalani. Tapi tiba-tiba saja dia menerima tawaran Rich menjadi istri kedua, dan harus berhadapan dengan keluarga kaya raya. Hanya demi seorang bayi yang bahkan bukan miliknya sendiri.Bagaimana jika Nyonya Ruth Cullen tidak menerima Jovanka dan bayinya? Apa yang akan dia lakukan jika wanita itu berwatak sama dengan Cataline, berniat menggugurkan k
"Maaf tidak bisa memberi kesan baik di hari pernikahan kita.""Apa?" Jovanka tertawa kecil. "Kita tidak seperti pasangan pada umumnya, Tuan, kenapa harus meminta maaf? Aku bisa melakukannya kelak jika urusan kita sudah selesai," kata Jovanka enteng, tapi tangannya yang gemetar mengangkat sendok itu cukup bisa menunjukkan getir di dalam dada. Rich bisa melihatnya. Jovanka tengah membohongi diri sendiri untuk terlihat biasa saja, tapi tentu saja gadis itu hanya berpura kuat.Siapa gadis yang tak memiliki pernikahan impian? Semua wanita di dunia ini pasti pernah bermimpi menjadi ratu di hari pernikahannya, yang menjadi pusat perhatian semua orang. Tapi Jovanka tidak bisa meraskan itu, justru Rich membawanya pada keluarga yang kemudian merusak hari pertama mereka. Jika ditanya, tentu saja Rich menyesal datang terlalu awal. Seharusnya dia menuruti Jovanka untuk memberi jeda dan sedikit waktu. "Tapi bagaimana pun, aku tetap meminta maaf untuk semua yang terjadi hari ini, Jovanka.""Kenap