Christa langsung melihat ke arah pintu, ketika benda dari papan kayu itu terbuka. Jantungnya sudah berdetak kencang, takut yang masuk adalah Hafens. Namun ternyata, dia masih di beri waktu untuk bernapas. Seorang wanita paruh baya dengan membawa nampan yang masuk, mengantarkan makan malam untuknya.
Dia kenal wanita ini, pelayan. Namun anehnya, Hafens menghilang saat setelah mengucapkan janji pernikahan. Kemana dia? Padahal ini sudah pukul sembilan malam. Pria itu memintanya ke kamar lebih dulu sejak mereka selesai mengucap janji suci. Dan sampai sekarang dia belum kembali.''Nona Christa, makan dulu. Tuan meminta saya menghidangkan makan malam untuk anda, sebelum dia datang.'' Seorang pelayan wanita yang sudah berusia paruh abad bertubuh gempal berkata, seraya menata hidangan untuk Christa yang kini resmi menjadi istri majikannya.Christa mengenalnya, tadi siang wanita inilah yang menenangkannya saat akan di rias. Dia juga yang membantunya memakai pakaian pengantin meskipun amat sederhana berwarna hitam.''Dia dimana, Bi?'' tanyanya pelan, hingga wanita itu tersenyum kaku.''Saya tidak tahu, Nona. Sepertinya di tempat favorit Tuan.''Christa yang tengah memandangi makanan di meja yang ada di dekat balkon mendongak.''Favorit?'' ulangnya ingin memastikan.''Hmm.'' Wanita itu mengangguk pelan, meletakkan hidangan terakhir. ''Saya permisi, Nona. Sampai jumpa besok pagi.''Christa tak mampu mencegah, karena wanita itu terlanjur pergi. Dilihatnya makanan yang terhidang diatas meja, dengan helaan napas pelan yang dia lakukan.Tangannya meraih sendok, dengan kepala sedikit ditundukkan. Dia tahu, selanjutnya adalah kehancuran baginya. Namun, dia harus mengangkat tinggi wajahnya dan menjalani ini dengan tabah.''Ayah ..., ibu .... Siapapun di antara kalian berdua, kuharap kalian tidak melakukan kesalahan yang sama lagi. Atau aku akan menjadi rahim untuk anak-anak yang akan kukandung. Kuharap kalian tidak lagi menjadi seperti ini.''Dia menyeka bawah hidungnya yang berair, dengan mulut yang perlahan terbuka untuk memakan makanan itu. Kunyahannya terasa berat, tapi kemudian dia berusaha untuk menelannya. Bagaimanapun dia harus kuat sendiri, tidak ada orang lain yang berpihak padanya di tempat ini, meskipun dia adalah istri dari majikan mereka.Dua puluh menit setelah selesai makan, Christa juga tak melihat kehadiran pria itu. Hingga akhirnya dia berbaring dan mencoba untuk terjaga. Namun, matanya tak tahan lama dan akhirnya terpejam. Christa terlelap dengan nyaman, hingga tak menyadari apa-apa. Gadis itu tampak bergelung, dia lelah karena perjalanan jauh yang ditempuhnya tadi sebelum dia tertangkap oleh anak buah Hafens.Dalam tidurnya yang begitu lelap, dia menyadari ada yang melakukan sesuatu padanya. Ada sesuatu yang mengalir di tenggorokannya, seolah sengaja di minumkan oleh seseorang. Tangannya terasa diikat, matanya ditutup sebuah kain. Dia tak berdaya, tergeletak tanpa bisa bicara dan hanya mampu mengeluarkan suara aneh dari mulutnya.***Hafens tersenyum puas mengakhiri ulah gilanya. Dia menatap wajah Christa yang tampak terlelap menahan siksa akibat apa yang dia lakukan secara paksa. Ada lelehan air mata di pipi itu, juga bekas cengkraman di pergelangan tangannya. Itu bahkan belum seberapa, akan ada saatnya Christa menangis dibuatnya."Hebat juga dia bisa mempertahankan keperawanannya di Klan ini." Dia bergumam sambil bangkit, membuka ikatan di tangan dan juga matanya, membuatnya seolah tak pernah terjadi apa-apa.Bibir pria angkuh dan kejam itu tersungging, dengan tangan yang perlahan mengusap pipi wanita yang sudah resmi menjadi istrinya malam ini, bahkan seutuhnya.Dengan cepat dia meraih jubah tidur dari atas nakas, lalu bersiul dengan kaki yang terayun keluar. Pria itu melangkah dengan santainya, bergegas keluar untuk menuju kamarnya. Dave yang berjaga di depan kamar tempat majikannya itu memulai aksi langsung bergerak, saat melihat Tuannya keluar. Pakaiannya yang sudah berganti membuat Dave tahu apa yang sudah terjadi.Dibuka pria itu pintu kamar, hingga Hafens melangkah dengan lancar. Pria itu menuju ke nakas, lalu mengambil air minum yang di letakkan di sana. Hingga beberapa saat, tidak ada suara apapun di dalam kamar itu. Kedua pria itu berdiam diri, satu karena baru merasa menang dan yang satu lagi berjaga dan bersiap melakukan perintah apa saja yang diminta oleh majikannya.Hafens menggerakkan kepalanya hingga bunyi tulang berdetak terdengar. Tatapannya terangkat, melihat Dave yang langsung menunduk, siap menunggu perintah."Pastikan ini hanya antara klan kita yang tahu," ujarnya tegas, dengan tatapan tajam yang membuat Dave mengangguk dalam menunduknya. "Hanya sebatas Klan Bracks, karena tidak akan ada yang bisa menolong atau mengambil wanita itu dariku jika dia ada di klan ini. Bahkan orang tuanya sekalipun."Dave mengangguk lagi. "Saya pastikan, Tuan.""Buat akses keluar atau bertemu orang luar susah!" tambahnya sambil bangkit dengan tubuh tegapnya yang menegak kokoh. "Jangan sampai ada semut kecil yang akan mendapatkan celah hingga Christa jatuh ke tangan mereka. Mengerti?"Dave mengangguk lagi. "Baik, Tuan. Akan saya sterilkan."Hafens melangkah tanpa suara ke arah kamar mandi. Di sana dia membersihkan diri seraya memikirkan apa yang akan dia lakukan kedepannya. Mengenai usahanya, klannya, anak buahnya dan segalanya, termasuk Christa. Dia menambah beban sekaligus mainan yang sangat seru. Tampaknya, memberikannya sedikit kenangan pahit dalam hidupnya akan sangat menyenangkan.Itu bisa dia ingat seumur hidupnya, akan sangat menyenangkan baginya.Seulas senyum tipis hinggap di bibir seksi pria itu. Di bawah kucuran air, dia mengingat bagaimana Christa yang tidak berdaya di bawah kuasanya tadi. Memang siapapun bisa tidak berdaya dibuatnya, begitupun dengan anak mafia gila yang sudah mengambil nyawa ayah ibunya."Tunggu saja, Sayang. Ini pintu masuk kedalam neraka yang akan membuatmu tahu bagaimana arti penderitaan yang sebenarnya." Gumaman penuh kebencian itu terlontar di kamar mandinya yang hening, hanya ada suara percikan air yang tersibak, seakan berirama.Di tengah malam pria itu mandi, menghapuskan jejak apa yang dia lakukan pada sang istri tadi. Jika Christa mengira akan mendapatkan malam pertama yang indah, jelas wanita itu salah besar. Mana mungkin dia melakukan hal yang manis untuk wanita itu, ini adalah gerbang siksa untuk Christa yang akan mengantarkan kemenangan padanya."Tunggulah anak-anakku, kalian akan terhadir dan tanpa mengenal ibu kalian. Kalian akan menjadi pewaris hartaku, aku akan pastikan kalian tidak dekat dengan Christa. Ibu kalian itu akan kujauhkan dari kalian bahkan sejak bayi." Pria angkuh itu berkata dingin, dengan tarikan napas yang terasa berat dan panjang.Besok dia akan menghampiri wanita itu, memintanya untuk bertanda tangan. Bangkit dari bathtub, Hafens melangkah menuju shower dan membasuh tubuhnya terakhir kali di sana. Tak ada kesal baginya walaupun sudah menghabiskan malam dengan anak pembunuh ayah ibunya, yang ada justru senyum misterius yang terus tertanam di bibirnya, dia tak sabar menuju besok hari.Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan