Share

Aku Bersedia

''Tuan Hafens! Mafia yang dipimpin oleh Royman Adiffer membuat kerusuhan di pelabuhan!''

Karena Hafens dilantai atas, Dave yang tengah terpekur di ruangan bawah langsung aktif mendengar ucapan seorang anak buah yang terengah-engah menghampiri. Tubuhnya memutar, menatap tajam dan penuh intimidasi kabar yang dibawa oleh anak buahnya itu. Tangannya terarah, plak ....

Brugh ....

Tubuh itu jatuh tersungkur, menghempas kelantai akibat tamparannya.

''Tidakkah kalian bisa menyelesaikannya?! Haruskah melapor pada kami?! Hancurkan mereka, bunuh! Hal itu bukan hal yang sulit bagi kalian, 'kan?!'' bentaknya tajam, membuat tubuh pria itu beringsut mundur.

Baru saja dia akan melarikan diri, Hafens sudah berdiri di undakan tangga terakhir. Wajahnya terlihat sangat serius, juga tajam dan angkuh.

''Tuan .... Ada yang Anda butuhkan?''

Brak!

Sebuah Colt 1911 terlempar ke lantai, membuat kedua pria itu saling tatap.

''Habisi mereka dengan senjata itu. Bawa kembali padaku setelah kau mampu membunuh sebanyak-banyaknya anak buah dari Mafia gila itu.''

Anak buahnya itu bangkit, mengambil senjata itu dengan tangan gemetar. Ditatapnya Hafens yang sudah mengangguk. Wajahnya memerintahkan sekali lagi, dengan sorot angkuh yang tak bisa di bantah.

''Aku akan menikah hari ini, jika tidak aku yang akan memenggal kepala pemimpinnya.'' Hafens berkata lagi, dengan gerakan tangannya yang dimasukkan ke dalam saku. ''Aku harus menyelesaikan ini, besok aku akan menemui kalian demi melihat bagaimana keadaan perusahaan yang sudah seminggu ini ku abaikan. Kuharap, kau memuaskanku dengan kepala pemimpin dan juga jasad-jasad pasukan itu.''

Pria itu mengangguk dengan getar takut dan juga senang. Dua pemuda di hadapannya ini tampak memberikan ketegasan dan juga kenaikan derajat padanya, hingga memberikan tugas penting ini padanya. Di tangannya kini, ada senjata Colt 1911 ada di tangannya, tengah di genggamnya dengan tujuan untuk menghancurkan musuh.

''Pergilah.''

Memutar senjata itu di telapak tangannya dan menyelipkannya ke belakang pinggang. Dia menunduk sejenak, lalu berbalik dan pergi. Hafens dan Dave memandangi punggungnya, dengan tatapan sama-sama datar dan tak berekspresi.

''Semuanya sudah selesai, Tuan Hafens.''

Hafens menatap ke arah tiga orang pelayan wanita yang merias Christa menjadi pengantinnya.

''Petugas pencatatan pernikahan juga sudah bersiap di ruangan, dengan Nona Christa yang sudah duduk di kursi, menunggu anda.''

Hafens menghela napas perlahan, lalu berbalik.

***

Saat dia datang ke ruangan pernikahan, terlihat Christa sedang mencoba menahan air mata dan juga kesesakan dadanya. Hafens tahu, Albene Adixon memang ayah gadis itu, pria brengsek yang sudah mengasuh wanita itu sejak kecil. Dia mana peduli, yang penting balas dendam ini terlaksana.

Dia juga sedang meminta anak buahnya untuk menyelidiki tentang para mafia lainnya. Benarkah pria itu sudah menghabisi ayah dan ibunya? Walau yang berkonflik dengannya beberapa bulan terakhir memang kelompok mafia itu, hingga besar kemungkinannya kalau Albene yang sudah melakukan pembunuhan berencana itu. Cih!

Christa masih diam di tempatnya, dia merasa semuanya terasa janggal baginya, tetap tidak ada yang memungkiri fakta. Bisa saja ayahnya memang menghabisi ayah ibu Hafens, sementara dia sendiri tak tahu apa-apa. Ketika merasa ada seseorang duduk di sebelahnya, tatapan Christa yang semula menatap ponsel langsung terarah padanya. Di sana, pria yang akan menikahinya sudah duduk dengan gaya arogannya, dia hanya memakai jaket, tanpa peduli pada apapun.

''Mulai.'' Datar dan penuh perintah ucapan Hafens terdengar, membuat petugas pencatat pernikahan itu mengangguk.

''Tunggu dulu.''

Hafens menggerakkan kepalanya, menatap Christa yang sudah angkat suara dan menggeser tubuhnya ke hadapan Hafen yang tengah menyamping.

Ting!

Christa menatapnya, membaca pesan itu dengan hela napas yang terasa di cekat.

''Apalagi yang kau butuhkan?! Pinangan?''

Christa menatap wajah Hafens yang tampak datar dan ketus. ''Tidak,'' jawabnya lugas. ''Ada yang ingin kutanyakan. Dimana kau atau anak buahmu menemukan jasad ayah ibumu?''

Wajah Hafens memerah mendengar pertanyaan itu. ''Pinggiran hutan Delvos, yang paling jauh dari Klan Bracks ini. Kenapa?'' tanyanya dingin, benci mendengar pertanyaan Christa tentang hal yang begitu sensitif baginya.

Christa menghela napasnya, membaca pesan itu dan mematikan ponselnya. "Tidak ada," jawabnya tak berdaya.

''Lalu kenapa kau harus bertanya?'' tanyanya dengan wajah yang sedikit bengis. "Ada lagi yang mau kau tanyakan?!"

''Hmm.'' Christa tersenyum, lebih tepatnya dia terpaksa melakukannya untuk membuat hatinya tak terlalu sakit dan takut pada pria ini. ''No, nanti saja setelah pernikahan.''

Wajah Hafens mendengus angkuh, menatapnya dengan penuh sorot intimidasi. Christa menatapnya dengan sorot mata yang justru memancarkan hal yang sebaliknya. Dia menatap lembut, walaupun sulit untuk menembus pertahanan tajam di sorot mata tajam seorang Hafens Barack.

''Ada apa?'' tanyanya dengan alis terangkat. ''Kenapa kau memandangiku?''

Hafens mendengus menatapnya. ''Jangan banyak pertanyaan, Christa. Kau bukan istriku yang sebenarnya. Selama itu bukan hal yang menyangkut tentang kontrak kita, aku takkan menjawab atau pun menurutinya.''

Christa menggeleng. ''Tidak bisa begitu,'' ujarnya sambil menghela napas. ''Aku tetap akan bertanya dan bicara. Kau tidak mungkin diam saja, 'kan? Kuyakin kau akan bicara.''

Hafens berdecak, menatap wajah Christa yang sudah tersenyum lagi.

''Aku tidak berharap menjalani pernikahan yang manis denganmu, Hafens. Namun, tidak mungkin aku melakukan pernikahan dengan apa yang kau inginkan, bukan? Tidak mungkin kita tak berkomunikasi. Jika dengan musuhmu saja kau berkomunikasi, bagaimana tidak denganku?''

''Ck! Aku tidak sudi bicara denganmu. Kau itu anak pembunuh!''

Tertohok, dada Christa terasa dicabik mendengar ucapan itu. Sebisa mungkin dia meredakan perasannya yang terluka. Dengan gesture wajah yang sekuat mungkin dia perbaiki agar lebih baik. Bagaimanapun dia tak boleh menunjukkan sisi lemahnya dengan menangis di hadapan seorang Hafens Barack, Mafia bertangan ringan yang kejam di Klan Bracks.

Christa harus tetap berusaha memahaminya yang sudah melihat kematian ayah ibunya.

Ruangan itu lenggang sebentar, pegawai pencatat pernikahan tengah menulis entah apa untuk keperluan pernikahan mereka. Suara pintu terdengar di ketuk, hingga Hafens yang tengah duduk di tempatnya berdehem.

''Masuk saja, Dave.''

Christa mengerjap, melihat ke arah pintu demi melihat siapa yang dipanggil pria itu sebagai Dave. Suara pintu terdengar di buka, bersama dengan munculnya seonggok tubuh dari sana.

''Duduklah, kau akan menjadi saksi pernikahanku.''

Dave mengangguk, kepalanya menunduk sejenak dan melangkah hingga tiba di samping majikannya. Christa melihatnya sejenak, mengira apakah pria ini bisa menjadi tempatnya bercerita? Ah, sepertinya tidak. Wajahnya terlalu angkuh dan dingin, tak jauh beda dengan majikannya.

''Apa yang kau lihat?''

Christa mengerjab, tersadar dari tatapannya yang menyorot tubuh dan wajah Dave. Ck, dia bahkan belum sempat bahkan untuk mengatakan bagaimana rinci tubuhnya. Agh, karena mengambil jurusan sebagai peneliti makhluk hidup, sebegitu parahnya dia ingin menunjukkan bagaimana bentuk rupa seseorang.

Dan, ya .... Bahkan wajah Hafens saja belum dipelajarinya bagaimana bentuknya.

''Kita mulai sekarang.''

Christa kembali tersentak, lalu mengangkat kepalanya yang semula dia tundukkan. Dilihatnya Hafens yang tampak serius, mengucap janji suci di sampingnya dengan raut wajah datar yang membuat siapapun sesak mendengar ucapannya.

Ketampanannya tertutupi karena wajahnya yang dingin itu. Christa lantas menghela napas, bersiap menjadi istri seorang Hafens Barack yang bagaimana monster terkejam di dunia.

''Nona Christa Felisha Adixon, bersediakah Anda menjadi istri Tuan Hafens Barack tanpa ancaman dan paksaan sebelumnya?''

Christa menahan napasnya, bersamaan dengan Hafens yang menatap wajah wanita yang akan segera dia jadikan istrinya. Christa meneguk ludahnya kasar, dengan jemari telunjuk lentiknya yang menyentuh bawah hidung.

Tatapan Hafens makin menggelap melihat tingkahnya, dengan tangan yang perlahan menjalar tapi tertahan lagi.

''Nona Christa Felisha Adixon, Anda mendengar ucapan saya?''

Christa menghela napasnya, lalu mencoba menahan sesak.

''Ya ....''

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status