Share

Aku Bersedia

Penulis: Ainin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-27 13:55:58

''Tuan Hafens! Mafia yang dipimpin oleh Royman Adiffer membuat kerusuhan di pelabuhan!''

Karena Hafens dilantai atas, Dave yang tengah terpekur di ruangan bawah langsung aktif mendengar ucapan seorang anak buah yang terengah-engah menghampiri. Tubuhnya memutar, menatap tajam dan penuh intimidasi kabar yang dibawa oleh anak buahnya itu. Tangannya terarah, plak ....

Brugh ....

Tubuh itu jatuh tersungkur, menghempas kelantai akibat tamparannya.

''Tidakkah kalian bisa menyelesaikannya?! Haruskah melapor pada kami?! Hancurkan mereka, bunuh! Hal itu bukan hal yang sulit bagi kalian, 'kan?!'' bentaknya tajam, membuat tubuh pria itu beringsut mundur.

Baru saja dia akan melarikan diri, Hafens sudah berdiri di undakan tangga terakhir. Wajahnya terlihat sangat serius, juga tajam dan angkuh.

''Tuan .... Ada yang Anda butuhkan?''

Brak!

Sebuah Colt 1911 terlempar ke lantai, membuat kedua pria itu saling tatap.

''Habisi mereka dengan senjata itu. Bawa kembali padaku setelah kau mampu membunuh sebanyak-banyaknya anak buah dari Mafia gila itu.''

Anak buahnya itu bangkit, mengambil senjata itu dengan tangan gemetar. Ditatapnya Hafens yang sudah mengangguk. Wajahnya memerintahkan sekali lagi, dengan sorot angkuh yang tak bisa di bantah.

''Aku akan menikah hari ini, jika tidak aku yang akan memenggal kepala pemimpinnya.'' Hafens berkata lagi, dengan gerakan tangannya yang dimasukkan ke dalam saku. ''Aku harus menyelesaikan ini, besok aku akan menemui kalian demi melihat bagaimana keadaan perusahaan yang sudah seminggu ini ku abaikan. Kuharap, kau memuaskanku dengan kepala pemimpin dan juga jasad-jasad pasukan itu.''

Pria itu mengangguk dengan getar takut dan juga senang. Dua pemuda di hadapannya ini tampak memberikan ketegasan dan juga kenaikan derajat padanya, hingga memberikan tugas penting ini padanya. Di tangannya kini, ada senjata Colt 1911 ada di tangannya, tengah di genggamnya dengan tujuan untuk menghancurkan musuh.

''Pergilah.''

Memutar senjata itu di telapak tangannya dan menyelipkannya ke belakang pinggang. Dia menunduk sejenak, lalu berbalik dan pergi. Hafens dan Dave memandangi punggungnya, dengan tatapan sama-sama datar dan tak berekspresi.

''Semuanya sudah selesai, Tuan Hafens.''

Hafens menatap ke arah tiga orang pelayan wanita yang merias Christa menjadi pengantinnya.

''Petugas pencatatan pernikahan juga sudah bersiap di ruangan, dengan Nona Christa yang sudah duduk di kursi, menunggu anda.''

Hafens menghela napas perlahan, lalu berbalik.

***

Saat dia datang ke ruangan pernikahan, terlihat Christa sedang mencoba menahan air mata dan juga kesesakan dadanya. Hafens tahu, Albene Adixon memang ayah gadis itu, pria brengsek yang sudah mengasuh wanita itu sejak kecil. Dia mana peduli, yang penting balas dendam ini terlaksana.

Dia juga sedang meminta anak buahnya untuk menyelidiki tentang para mafia lainnya. Benarkah pria itu sudah menghabisi ayah dan ibunya? Walau yang berkonflik dengannya beberapa bulan terakhir memang kelompok mafia itu, hingga besar kemungkinannya kalau Albene yang sudah melakukan pembunuhan berencana itu. Cih!

Christa masih diam di tempatnya, dia merasa semuanya terasa janggal baginya, tetap tidak ada yang memungkiri fakta. Bisa saja ayahnya memang menghabisi ayah ibu Hafens, sementara dia sendiri tak tahu apa-apa. Ketika merasa ada seseorang duduk di sebelahnya, tatapan Christa yang semula menatap ponsel langsung terarah padanya. Di sana, pria yang akan menikahinya sudah duduk dengan gaya arogannya, dia hanya memakai jaket, tanpa peduli pada apapun.

''Mulai.'' Datar dan penuh perintah ucapan Hafens terdengar, membuat petugas pencatat pernikahan itu mengangguk.

''Tunggu dulu.''

Hafens menggerakkan kepalanya, menatap Christa yang sudah angkat suara dan menggeser tubuhnya ke hadapan Hafen yang tengah menyamping.

Ting!

Christa menatapnya, membaca pesan itu dengan hela napas yang terasa di cekat.

''Apalagi yang kau butuhkan?! Pinangan?''

Christa menatap wajah Hafens yang tampak datar dan ketus. ''Tidak,'' jawabnya lugas. ''Ada yang ingin kutanyakan. Dimana kau atau anak buahmu menemukan jasad ayah ibumu?''

Wajah Hafens memerah mendengar pertanyaan itu. ''Pinggiran hutan Delvos, yang paling jauh dari Klan Bracks ini. Kenapa?'' tanyanya dingin, benci mendengar pertanyaan Christa tentang hal yang begitu sensitif baginya.

Christa menghela napasnya, membaca pesan itu dan mematikan ponselnya. "Tidak ada," jawabnya tak berdaya.

''Lalu kenapa kau harus bertanya?'' tanyanya dengan wajah yang sedikit bengis. "Ada lagi yang mau kau tanyakan?!"

''Hmm.'' Christa tersenyum, lebih tepatnya dia terpaksa melakukannya untuk membuat hatinya tak terlalu sakit dan takut pada pria ini. ''No, nanti saja setelah pernikahan.''

Wajah Hafens mendengus angkuh, menatapnya dengan penuh sorot intimidasi. Christa menatapnya dengan sorot mata yang justru memancarkan hal yang sebaliknya. Dia menatap lembut, walaupun sulit untuk menembus pertahanan tajam di sorot mata tajam seorang Hafens Barack.

''Ada apa?'' tanyanya dengan alis terangkat. ''Kenapa kau memandangiku?''

Hafens mendengus menatapnya. ''Jangan banyak pertanyaan, Christa. Kau bukan istriku yang sebenarnya. Selama itu bukan hal yang menyangkut tentang kontrak kita, aku takkan menjawab atau pun menurutinya.''

Christa menggeleng. ''Tidak bisa begitu,'' ujarnya sambil menghela napas. ''Aku tetap akan bertanya dan bicara. Kau tidak mungkin diam saja, 'kan? Kuyakin kau akan bicara.''

Hafens berdecak, menatap wajah Christa yang sudah tersenyum lagi.

''Aku tidak berharap menjalani pernikahan yang manis denganmu, Hafens. Namun, tidak mungkin aku melakukan pernikahan dengan apa yang kau inginkan, bukan? Tidak mungkin kita tak berkomunikasi. Jika dengan musuhmu saja kau berkomunikasi, bagaimana tidak denganku?''

''Ck! Aku tidak sudi bicara denganmu. Kau itu anak pembunuh!''

Tertohok, dada Christa terasa dicabik mendengar ucapan itu. Sebisa mungkin dia meredakan perasannya yang terluka. Dengan gesture wajah yang sekuat mungkin dia perbaiki agar lebih baik. Bagaimanapun dia tak boleh menunjukkan sisi lemahnya dengan menangis di hadapan seorang Hafens Barack, Mafia bertangan ringan yang kejam di Klan Bracks.

Christa harus tetap berusaha memahaminya yang sudah melihat kematian ayah ibunya.

Ruangan itu lenggang sebentar, pegawai pencatat pernikahan tengah menulis entah apa untuk keperluan pernikahan mereka. Suara pintu terdengar di ketuk, hingga Hafens yang tengah duduk di tempatnya berdehem.

''Masuk saja, Dave.''

Christa mengerjap, melihat ke arah pintu demi melihat siapa yang dipanggil pria itu sebagai Dave. Suara pintu terdengar di buka, bersama dengan munculnya seonggok tubuh dari sana.

''Duduklah, kau akan menjadi saksi pernikahanku.''

Dave mengangguk, kepalanya menunduk sejenak dan melangkah hingga tiba di samping majikannya. Christa melihatnya sejenak, mengira apakah pria ini bisa menjadi tempatnya bercerita? Ah, sepertinya tidak. Wajahnya terlalu angkuh dan dingin, tak jauh beda dengan majikannya.

''Apa yang kau lihat?''

Christa mengerjab, tersadar dari tatapannya yang menyorot tubuh dan wajah Dave. Ck, dia bahkan belum sempat bahkan untuk mengatakan bagaimana rinci tubuhnya. Agh, karena mengambil jurusan sebagai peneliti makhluk hidup, sebegitu parahnya dia ingin menunjukkan bagaimana bentuk rupa seseorang.

Dan, ya .... Bahkan wajah Hafens saja belum dipelajarinya bagaimana bentuknya.

''Kita mulai sekarang.''

Christa kembali tersentak, lalu mengangkat kepalanya yang semula dia tundukkan. Dilihatnya Hafens yang tampak serius, mengucap janji suci di sampingnya dengan raut wajah datar yang membuat siapapun sesak mendengar ucapannya.

Ketampanannya tertutupi karena wajahnya yang dingin itu. Christa lantas menghela napas, bersiap menjadi istri seorang Hafens Barack yang bagaimana monster terkejam di dunia.

''Nona Christa Felisha Adixon, bersediakah Anda menjadi istri Tuan Hafens Barack tanpa ancaman dan paksaan sebelumnya?''

Christa menahan napasnya, bersamaan dengan Hafens yang menatap wajah wanita yang akan segera dia jadikan istrinya. Christa meneguk ludahnya kasar, dengan jemari telunjuk lentiknya yang menyentuh bawah hidung.

Tatapan Hafens makin menggelap melihat tingkahnya, dengan tangan yang perlahan menjalar tapi tertahan lagi.

''Nona Christa Felisha Adixon, Anda mendengar ucapan saya?''

Christa menghela napasnya, lalu mencoba menahan sesak.

''Ya ....''

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Tebusan Sang Mafia    Kisah Yang Berakhir

    Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai

  • Pernikahan Tebusan Sang Mafia    Obat Dan Istri Yang Patuh

    Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa

  • Pernikahan Tebusan Sang Mafia    Pergi Melihat Albene

    Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan

  • Pernikahan Tebusan Sang Mafia    Dimana Albene Adixon?

    "Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa

  • Pernikahan Tebusan Sang Mafia    Me Time Berdua

    "Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim

  • Pernikahan Tebusan Sang Mafia    Tentang Kuat

    Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status