Hafens keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Dave sudah kembali dari melaksanakan tugasnya, hingga kini dia ada di dalam kamar majikannya yang kembali bersikap datar, arogan dan tak tersentuh.
"Semua sudah disterilkan, Tuan."Hafens hanya cukup mengangkat dagunya untuk merespon, dia berlalu ke arah lemari, mengambil satu stel pakaian tidur hitam dan mengeringkan rambut sedikit."Apakah sudah ada bukti?" tanyanya sambil bergerak duduk. "Dari tiga Klan Mafia yang sedang diselidiki?"Dave menggeleng pelan. "Sejauh ini tidak ada, Tuan. Karena mereka memang bisa dikatakan bersih, tidak bersalah sama sekali karena mereka adalah klan-klan kecil. Tidak ada kekuatan besar yang bisa melakukan hal itu. Jadi, memang satu oranglah dalang di balik ini semua."Hafens menarik napasnya samar, berpikir cepat dengan insting mafianya."Dan orang itu adalah Albene Adixon! Mafia kurang ajar yang kalah denganku, makanya dia menjatuhkanku lewat orang tuaku!" geraman rendah itu membuat Dave menunduk dalam.Hafens merasakan sendiri rasa hatinya yang remuk saat mendapat kabar orang tuanya tewas. Bagaimana bisa? Dia adalah Hafens Barack adalah pria yang terkenal kesadisan dan kekejamannya. Namanya terkenal di antara Mafia lainnya, sebagai Mafia sekaligus pemimpin Klan Brack. Siapa yang tak mengenalnya? Bahkan saat rombongan tikus putih melintas di hadapannya yang sedang berdiri, para tikus itupun akan langsung tahu siapa yang berdiri itu."Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam. Anaknya sudah ada bersamaku, aku akan menghancurkan mereka dengan menggunakan putrinya. Bukankah hancurnya harga diri seorang orang tua jika anaknya hancur?"Dave menunduk tak bicara, membiarkan Tuannya mengatakan apa yang mau dia katakan. Dan lagi, itu ampuh untuk menenangkan hatinya yang bisa dikatakan tengah patah dan remuk.***Langkah Hafens memasuki kamar tempat Christa yang masih terlelap. Pria arogan itu tampak menatap wajahnya yang tampak tenang juga ada raut sakit.Hela napasnya terdengar pelan di dalam kamar bernuansa gelap tapi bercahaya itu. Bagaimana bisa wanita yang merupakan anak pembunuh orang tuanya ini, bisa tidur dengan tenang di atas ranjang dan berselimut dengan begitu nyaman? Harusnya Christa menangis sekarang, bukan malah asyik-asyikkan tidur.Diambilnya air dari atas nakas, lalu menyiramnya pada tubuh itu hingga dadanya basah. Harusnya efek obat tidur tadi sudah berakhir, kenapa Christa malah masih asyik tidur!"Hah!"Suara napas dan kekagetan itu terdengar hingga Christa terduduk. Tubuhnya yang polos tersingkap, akibat selimutnya yang jatuh ke pangkuan. Bola mata Hafens agak berkabut melihat atasan dada istrinya yang terlihat itu. Tampak menantang dan menggoda untuk digenggam.Christa melotot kaget menyadarinya, hingga dia langsung mengambil selimut itu dan hampir berteriak melihat tubuhnya yang sudah polos. Wanita itu segera menyadari keberadaan Hafens yang sedang berdiri menatap tubuhnya dengan tatapan menghujam."Hah ... Hafens ..." cicitnya sambil menunduk dan membelitkan selimut.Hafens tak bersuara, dia menatap tubuh cantik dan ideal istrinya. Bahunya itu tampak menggoda, memaksa untuk disentuh dan dibelai."A-apa yang sudah terjadi? Apakah kau yang melakukan ini padaku hingga aku tidak memakai pakaianku?" tanya Christa panik, apalagi saat dia sadar kalau ini markas mafia, ada banyak pria disini dan dia tak sadar apa-apa hingga saat ini.Hafens mendekat, tanpa suara dan hanya ada hentakan kakinya. Dia bahkan tak memutus tatapannya dari tubuh anak pembunuh orang tuanya itu.Tubuh Christa sedikit bergetar saat merasakan ranjang di bagian kakinya bergerak. Hafens berjalan dengan lutut, hingga tiba di hadapan Christa yang tengah menunduk mencengkram selimutnya."Angkat wajahmu," desisnya berat, hingga Christa semakin mengeratkan genggamannya pada selimut yang melingkar di dadanya. "Angkat!"Sentakan itu memenuhi seluruh sisi kamar, hingga Christa berjengit kaget dan langsung mendongak. Dia melotot saat Hafens mencengkram dagunya, dengan tatapan dan raut wajah mengerikan itu."Aa ... sakit, Haf-""Betapa nyamannya kau tidur, huh?" ujarnya bengis dengan tatapan setajam silet. "Tidakkah kau tahu bagaimana keadaan kedua orang tuaku di alam sana?!"Christa menarik napasnya dalam, mana dia tahu! Hafens tahu kalau kematian orang tuanya pun tanpa diketahui Christa sendiri pada awalnya, lalu bagaimana bisa pria ini malah menanyakan hal bodoh itu padanya?! Yang didunia saja dia tak tahu, bagaimana bisa dia tahu apa yang terjadi pada orang yang ada di dalam kubur!Keduanya hening untuk berapa lama, masih berpandangan satu sama lain. Hafens menatapnya tanpa perasaan, dengan tangan yang masih mencengkram kuat dagu cantik istrinya."Ikut aku!"Christa tertoleh ke samping saat tangan yang mencengkram dagunya sengaja dilepaskan kuat-kuat. Hafens sudah bergerak turun lebih dulu, melangkah tegap hingga Christa mau tak mau harus bangkit dari ranjang dengan tubuh yang sakit semua."Ahhh ..."Tubuh lemah wanita itu jatuh, terhempas di lantai bawah ranjang hingga Hafens menghentikan langkahnya."Aww ... kenapa tubuhku sakit semua? Ssshhh ..." Christa meringis kesakitan, ada yang berdenyut di antara pahanya, sakit, perih dan juga tidak nyaman."Bisa bangkit tidak? Ikut denganku, cepat!" sergah Hafens membuat Christa mendongak menatap wajah tampan yang mengerikan itu.Dia meremas lantai, juga selimut yang ada dalam cengkramannya. Sungguh pun, ingin saja Christa menjerit karena sakitnya tapi dia merasa kalau Hafens takkan menolongnya. Karena saat dia sudah jatuh ke bawah lantai pun, Hafens sama sekali tak memperdulikannya, pria itu tetap berdiri dengan angkuh dan membelakanginya."Ssshhh ..."Masih terdengar rintihan sakit dari bibir Christa, membuat Hafens menyentakkan tangannya kesal. Dia akhirnya berbalik, lalu menunduk untuk merampas tangan gadis itu hingga terangkat dan bangkit berdiri.Wajah Christa tampak sangat kesakitan saat berhadapan dengannya, dengan bekas air mata yang keluar dari ujung matanya. Sesakit itukah rasanya pengalaman pertama yang dilalui dengan kasar? Hafens tak tahu kalau akan sesakit itu, karena dia paling benci berhubungan dengan wanita dulu.Dan gadis ini masih perawan, makanya dia kesakitan begitu."Kau akan membawaku kemana?" Christa bersuara, bertanya padanya dengan nada yang terdengar seperti tersayat.Hafens mendengus panjang, mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke atas ranjang. Christa berseru tertahan, merasakan sakit di bokongnya akibat terhempas dalam keadaan yang tak baik-baik saja."Begitu tenang kau tidur, huh? Enak sekali!"Christa menunduk, meremas selimutnya dengan sedikit rasa takut yang terasa di antara rasa sakitnya."Aku tadi menunggumu," cicitnya membuat Hafens mendengus, lagi. "Tetapi entah apa yang terjadi aku merasa sangat mengantuk, juga merasa ada yang sakit dan begitu sakit di tubuhku. Dan sekarang kenapa aku tidak memakai pakaianku? Apa yang sudah terjadi?" lanjutnya dengan suara yang perlahan serak.Tak ada jawaban, Hafens seakan bisu dan juga mati. Tubuh tegapnya itu berdiri dengan tegas, tak bergeming sama sekali akibat pertanyaan wanita yang tak lain adalah istrinya.Hingga pada akhirnya suara terdengar di antara keheningan keduanya. "A-apakah aku sudah dinodai pria lain? Sebelum kau datang, Hafens?"Hafens menahan sudut bibirnya yang agak berkedut akibat pertanyaan dari Christa."Siapa yang melakukan hal ini padaku?" Christa bergumam lirih. "Disini banyak lelaki, hanya beberapa saja yang wanita. Apakah mungkin ada seseorang yang masuk ke kamar ini tadi malam? Aku merasakan ada yang meminumkan air ke mulutku, lalu mata dan tanganku seakan di ikat oleh sesuatu. Apakah kau tahu siapa yang melakukan ini padaku?"Hafens memalingkan wajahnya, tak mau menatap ke arah Christa yang baru bertanya. Entah mengapa pula ada yang menggelitik hatinya kala mendengar ucapan-ucapannya itu."Hafens-""Berhentilah mengatakan hal-hal tidak masuk akal itu!" selanya dengan tatapan datar. "Kau bersiaplah, temui aku di luar kamar ini nantinya. Cari tahu sendiri dimana aku, dalam sepuluh menit setelah kau mandi dan membersihkan diri, jika kau tidak menemukan keberadaanku, maka aku akan memberikan sesuatu hal yang akan membuatmu menyesalinya!"Christa membulatkan matanya mendengar ucapan itu. Bahkan saat de
Christa menapaki jalanan di lorong gelap yang ada di hadapannya. Panjang sekali, ketika setelah menikah tadi dan dia diantarkan ke sini sepertinya tidak sepanjang ini. Bagaimana bisa sekarang sangat panjang seperti ini?"Hafens ... Kau dimana?" Christa bertanya sambil merapatkan pakaian yang dipakainya.Dia hanya memakai dress dengan cardingan, pakaian yang dipakai memang masih menggunakan miliknya yang dia bawa dari luar negeri ketika dia diculik oleh anak buah Hafens. Dia harus meninggalkan semua pendidikan yang dia lakukan karena sekarang dia sedang terjebak di sini."Ggggrrrr ...""Suara apa itu?" gumamnya sambil memeluk tubuhnya sendiri.Langkah Christa pun tertahan ketika dia mendengar suara yang berasal dari ujung lorong. Suara yang seperti auman dari hewan liar yang terdengar menakutkan, membuat Christa tak bisa melanjutkan langkah kakinya."Apa itu tadi? Kenapa suaranya sudah hilang? Ya Tuhan, sebenarnya ada dimana aku?" batinnya seraya menatap kiri kanan.Wajahnya ketakutan,
Christa merasa bibirnya begitu kebas karena Hafens yang masih menciumnya dengan kasar, dalam dan intens. Dia menggenggam ujung dressnya, berusaha untuk bertahan di tengah siksaan yang diberikan oleh pria ini.Ini lumayan menyakitkan, apalagi Hafens menekan tubuh mereka dan tidak ada celah sama sekali."Hafens ... Hhhh, sakit ..." Christa bergumam dengan rasa sakit yang dia tahan.Hal itu membuat Hafens berhenti menciumnya, lalu menatap wajahnya dengan tatapan serius."Bercinta denganku!" ujarnya membuat Christa menelan ludahnya sendiri."Disini?" tanyanya tak percaya membuat Hafens tersenyum miring."Ya, kenapa? Kau tidak mau bercinta denganku disini? Kau maunya di kamar? Di atas ranjang? Melakukannya dengan romantis?" tanya Hafens dingin membuat Christa merasakan tenggorokannya tak bisa bersuara. "Mimpi!""Aaaghhh ..." Christa merasakan tubuhnya jatuh ke sofa panjang yang dingin. Seolah sofa itu tidak pernah terduduki oleh siapapun. Dia bergerak hendak bangkit tapi Hafens menatapnya
Christa terengah ketika dia merasa tubuhnya lemah akibat pelepasannya yang terjadi karena jari pria itu. Dia menggapai apapun yang bisa dia gapai untuk pegangan karena merasa seperti akan jatuh dari ketinggian. Gamang, untuk pertama kalinya secara sadar dia merasakan pelepasan yang besar.Hafens menatap wajah Christa yang terengah, dia memalingkan wajahnya lalu kembali pada permainannya yang terkesan panas dan kasar. Christa merasa tubuhnya sakit dan kini kembali bergetar pelan dengan rasa nikmat, sakit dan sentuhan dalam pria ini. Dia memejamkan matanya, meringis dan mendesah dengan perlakuan Hafens yang melakukan semuanya dengan caranya sendiri. Sesuka hatinya dan memang tidak berniat untuk melakukan kelembutan sama sekali. Christa yang selalu berpikir tentang pernikahan bahagia dan bercinta dengan romantis dengan suaminya, kini tidak bisa berharap apa-apa. Mungkin saja kalau dia pun berhasil bercerai dengan pria ini nanti, yang ada adalah trauma dan ketakutan dalam bercinta karena
Hafens menatap wajah Christa yang mengatakan semua itu. Dia memang agak berbeda dari ayahnya tapi Hafens tidak akan terperdaya sekarang.Menundukkan kepalanya, Hafens mencengkeram dagu Christa hingga wanita itu meringis kesakitan."Jangan mencoba untuk memperdayaku, Anak Pembunuh! Apakah kau mengira kau bisa melakukan apapun yang kau mau di sini hanya dengan menundukkanku dengan kata-kata manismu itu?!" bentaknya tajam membuat Christa meringis tak mampu bersuara. "Kau hanya seorang wanita yang akan kujadikan sebagai penghasil anak-anakku. Tanpa ada bayaran apapun dan tanpa ada kebaikan apapun yang kau terima selain nyawa orang tuaku yang dibunuh ayah ibumu!" ujarnya lagi membuat Christa memejamkan matanya.Sejak tadi matanya sudah berkaca-kaca dan dia tidak mau menangis di hadapan Hafens atau pria ini akan menganggapnya lemah walaupun dia memang tidak sekuat itu untuk menghadapi Hafens. Dia menarik napasnya beberapa saat, dagunya masih dicengkeram dengan kuat dan itu membuatnya harus
Christa menatap wajah Hafens dengan tubuhnya yang terasa remuk. Dia lelah dengan percintaan yang baru saja mereka lakukan dan Hafens memang sengaja ingin menyiksanya makanya begitu. Lewat percintaan ini saja dia sudah merasa kesakitan, syukurlah pria ini tidak jadi mencambuk punggungnya, jika tidak bagaimana dia akan menahannya, dia tidak tahu.Hafens meneguk alkohol di tangannya sementara Christa perlahan bangkit dan sama sekali tak dipedulikan pria itu. Hafens malah santai saja bersandar dengan tubuhnya yang masih polos. Dia akui kalau tubuh pria itu memang bagus, kekar dan gagah sehingga dia ngilu membayangkan percintaannya dengan pria ini barusan. Mengambil pakaiannya yang berceceran, Christa mengusap wajahnya yang berkeringat dan menarik napas beberapa kali."Kau masih membutuhkanku disini?" tanya Christa pelan membuat Hafens mendengus. "Bukan maksudku mengatakan itu, tapi aku ingin memakai pakaian. Kalau percintaannya sudah selesai, aku akan memakainya."Hafens meletakkan alkoh
Hafens menatap kepergiannya tanpa ekspresi, dia menarik napasnya dan membuangnya perlahan lalu dengan rasa lelah dia berjalan ke arah sofa.Sebenarnya dia lelah hanya saja dia tidak menunjukkannya di depan Christa. Baru kali ini dia melakukan percintaan itu dan tentu saja dia merasa sensasinya memang luar biasa, dia tidak bisa menahannya tapi dia tidak mau Christa menganggapnya sudah jatuh hanya karena sebuah percintaan.Dia harus membuat wanita itu hamil dan dia tidak akan membiarkan Christa menjadi kelemahannya atau memiliki kelemahannya. Walau sebenarnya wanita itu sudah cenderung berani naik ke atas pangkuannya dan melakukan hubungan suami istri padanya tadi, makanya dia tidak mau membiarkan wanita itu terus-menerus menguasainya."Albene Adixon, sebenarnya aku sangat ingin membuatmu menderita dengan mengatakan kalau anakmu ada disini. Tetapi aku tidak akan melakukannya dengan cara yang tergesa-gesa. Aku harus pandai mengatur semuanya sampai benar-benar berjalan dengan baik sesuai
"Masih mau disana?" tanya Hafens datar membuat Christa perlahan berjalan mendekatinya yang sedang duduk."Aku harus melakukan apa?" Hafens mendengus pelan. "Apakah kau tidak pernah melihat bagaimana para pelayan melakukan pekerjaan mereka?" tanyanya membuat Christa diam beberapa saat."Aku tidak pernah melihat mereka membantu kami mandi. Biasanya kami mandi sendiri," ujar Christa pelan membuat Hafens mendengus pelan."Pijat badanku, sikat tubuhku, siramkan air dengan lembut ke tubuhku." Hafens berkata datar membuat Christa mengangguk.Dia menatap beberapa peralatan mandi disana hingga akhirnya dia mulai mengambil sebuah minyak aroma terapi dan mengambil kursi kecil untuk diletakkannya di belakang Hafens. Perlahan dia menuangkan minyak itu ke tangannya dan mengusapnya pelan sebelum akhirnya dia memijatnya di bahu Hafens."Katakan kalau tidak tepat, selama ini aku hanya pernah memijat tubuhku sendiri kalau kelelahan." Christa berkata pelan dan tak ada jawaban dari Hafens.Dia tampak me